Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deforestasi di Era Belanda hingga Pendudukan Jepang

Kompas.com - 25/11/2021, 11:00 WIB
Lukman Hadi Subroto,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Deforestasi atau penggundulan hutan adalah kegiatan penebangan hutan sehingga lahannya dapat dialihgunakan untuk penggunaan lain.

Tindak deforestasi atau pengalih fungsi lahan hutan sudah terjadi jauh sebelum Indonesia merdeka.

Kegiatan deforestasi di masa itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana, ekonomi, hingga militer.

Baca juga: Akibat Penebangan Hutan Secara Liar

Era VOC

VOC atau Kongsi Dagang Belanda menebangi kayu untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan, bahan bakar hingga bahan bangunan di dalam benteng kota Batavia.

VOC melakukan pencarian di kawasan Ommelanden atau di luar tembok kota Batavia yang saat itu masih berupa hutan lebat.

Pencarian tersebut dilakukan akibat dari pertumbuhan penduduk yang besar dengan diikuti kebutuhan kayu yang besar.

Akibatnya hutan berkurang lebih awal dari pada tempat lain di Pulau Jawa.

Pada tahun 1683, dilaporkan oleh Lembaga yang mengelola daerah Ommelanden bagian hutan dan pertanian, bahwa Sungai Ciliwung sudah tidak layak untuk dilalui oleh kapal.

Hal ini buntut masifnya penebangan hutan yang kayunya dihanyutkan melalui Sungai Ciliwung.

Pembabatan hutan ini dirasakan dampaknya karena banjir yang terjadi setiap tahunnya di Batavia.

Menanggapi hal tersebut, pemerintah menerbitkan peraturan terkait larangan perusakan hutan dan penebangan pohon di distrik Jaccarta pada Juni 1696.

Meskipun telah diterbitkan peraturan tersebut, penebangan hutan secara liar tetap terjadi. Sementara itu VOC kesulitan mengendalikannya karea keterbatasan sumber daya.

Baca juga: Mengapa Pemerintah Kolonial Belanda Menerapkan Politik Etis?

Era Tanam Paksa

Sejak penerapan sistem tanam paksa pada 1830, bahaya deforestasi menjadi ancaman serius pemerintah kolonial Belanda saat itu.

Bahkan saat itu keberadaan hutan kian terancam. Hal itu membuat sejumlah ilmuwan menyuarakan protesnya terkait bahaya deforestasi.

Meski begitu, pemerintah Belanda terkesan abai. Penebangan hutan tetap terjadi hingga tak terkendali yang menjadikan hutan di Jawa memasuki masa yang suram.

Sadar akan hal tersebut, Direktur Perkebunan Hindia Belanda menyurati Gubernur Jenderal Jan Jacob Rochussen pada 1846.

Menaggapi surat tersebut, pemerintah kolonial Belanda mendatangkan ahli kehutanan yang dipimpin J Mollier untuk mengelola hutan di Jawa.

Perumahan warga Tionghoa di bantaran Sungai Ciliwung menjadi motif kartu pos di tahun 1920.Universiteit Leiden Perumahan warga Tionghoa di bantaran Sungai Ciliwung menjadi motif kartu pos di tahun 1920.

Hasilnya, Jawatan Kehutanan dihidupkan dan pemerintah Belanda mengeluarkan UU Kehutanan Jawa Madura.

UU itu mengatur pengelolaan hutan, mulai dari pembagian kawasan, pengelolaan, larangan, dan hukuman.

Selain itu, UU tersebut juga mengakui bahwa hutan berpengaruh pada iklim, perlindungan aliran sungai hingga kesejahteraan sosial.

Baca juga: Sistem Tanam Paksa: Latar Belakang, Aturan, Kritik, dan Dampak

Era Jepang

Ketika Jepang menduduki Indonesia, mereka memobilisasi rakyat untuk membuka hutan. Tujuannya untuk pertanian serta memasok kayu dan arang sebagai kebutuhan bahan bakar dan industri.

Proyek terbesar saat pemerintah Jepang mendatangkan petani yang tak memiliki tanah di pesisir Jawa. Mereka didatangkan untuk membabat hutan dan membuka desa baru seluas 1.500 hektar yang dinamakan Yamada.

Akibat pembabatan hutan besar-besaran itu sistem ekologi terganggu dan sering menyebabkan banjir. Selain itu, kesejahteraan masyarakat lokal terabaikan karena penebangan hutan itu difokuskan untuk mendukung Angkatan Laut Jepang.

Meskipun hanya menguasai selama tiga tahun, namun tingkat kerusakan hutan sangat parah. Sementara itu upaya untuk mereboisasi nyaris tidak ada.

 

Referensi:

  • Niemeijer, Hendrik E. 2012. Batavia: Masyarakat Kolonial Abad XVII. Jakarta: Masup
  • Peluso, Nancy Lee. 2006. Hutan Kaya Rakyat Melarat: Penguasaan Sumberdaya dan Perlawanan di Jawa. Jakarta: Konphalindo
  • Warto. 2009. Desa Hutan dalam Perubahan, Yogyakarta: Ombak
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com