Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Susuhunan Pakubuwono X: Biografi dan Kiprahnya

Kompas.com - 15/11/2021, 13:00 WIB
Widya Lestari Ningsih,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sri Susuhunan Pakubuwono X adalah raja Kasunanan Surakarta yang memerintah antara 1893-1939.

Di bawah kekuasaannya, pamor Kasunanan Surakarta semakin bersinar, ditandai dengan kemegahan tradisi dan suasana politik yang stabil.

Pakubuwono X juga dikenal berperan aktif dalam perjuangan pergerakan nasional, pelopor pembangunan dan pendidikan rakyat.

Atas jasa-jasanya itu, Pakubuwono X dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 2011.

Silsilah Pakubuwono X

Pakubuwono X adalah putra Pakubuwono IX dan Kanjeng Ratu Kustiyah yang lahir pada 29 November 1866.

Nama kecilnya adalah Raden Mas Sayiddin Malikul Kusno, dan sebelum penobatannya pernah dikenal sebagai Sayiddin Panotogomo.

Sayiddin Panotogomo memiliki arti seorang pemimpin dengan kewajiban untuk mengatur hal-hal yang berkaitan dengan urusan agama.

Julukan ini diberikan oleh para penghulu dari keturunan Wali Songo di Masjid Pujosono Keraton Surakarta.

Raden Mas Sayiddin Malikul Kusno naik takhta pada 30 Maret 1893, dan setelah itu memakai gelar Sri Susuhunan Pakubuwono X.

Baca juga: Sri Susuhunan Pakubuwono VI: Kehidupan, Penangkapan, dan Akhir Hidupnya

Kebijakan Pakubuwono X

Pemerintahan Pakubuwono X merupakan masa transisi dari kemelut perang ke masa yang lebih stabil.

Beberapa kebijakan yang terfokus pada kesejahteraan rakyatnya pun dicanangkan, sebagai berikut.

  • Membangun fasilitas kesehatan (klinik Panti Rogo yang berkembang menjadi Rumah Sakit Kadipolo dan apotek Pantihusodo).
  • Mendirikan bank untuk memberikan kredit bangunan rumah bagi rakyat.
  • Membangun sekolah-sekolah (Sekolah Pamardi Putri, Kasatriyan, dan Rijksstudiefond).

Pakubuwono X juga membangun infrastruktur modern Kota Surakarta, seperti membangun Pasar Gedhe Harjonagoro, Stasiun Solo Jebres, Stasiun Solo Kota (Sangkrah), Stadion Sriwedari, Kebun Binatang Jurug, Taman Balekambang, serta gapura-gapura di batas kota Surakarta.

Selain itu, dibangun pula rumah pemotongan hewan di Jagalan, rumah singgah bagi tunawisma, dan rumah pembakaran jenazah bagi warga Tionghoa.

Kiprah dalam pergerakan nasional

Tidak hanya memajukan rakyatnya, Pakubuwono X juga berperan aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Di tengah tekanan politik yang luar biasa, sunan tetap mendukung organisasi politik, memberikan kebebasan penerbitan media, bahkan memberikan dukungan materi.

Pakubuwono X diketahui mendorong pergerakan Budi Utomo dan mendukung Sarekat Islam yang didirikan oleh Haji Samanhudi pada 1911.

Sunan juga melakukan perjalanan ke berbagai daerah di Jawa demi mendukung dan membangkitkan semangat nasionalisme rakyat.

Di sisi lain, Pakubuwono X mampu menjauhkan konflik dengan tampil seolah sebagai sekutu pemerintah Hindia Belanda.

Baca juga: Hamengkubuwono, Paku Alam, Pakubuwono, Mangkunegara, Apa Bedanya?

Istri dan keturunan Pakubuwono X

Pakubuwono X memiliki dua permaisuri dan 39 istri selir. Permaisurinya adalah GKR. Pakubuwono, putri Mangkunagara IV, dan GKR. Hemas, putri Hamengkubuwono VII.

Dari permaisuri dan selir-selirnya, Pakubuwono X dikaruniai 63 putra dan putri. Namun, kedua permaisurinya tidak memberinya anak laki-laki.

Dari 63 anaknya itu, beberapa di antaranya ikut berperan dalam memerjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Misalnya seperti Jenderal TNI (Purn.) GPH. Djatikoesoemo, Brigjen TNI (Purn.) Prof. GPH. Harya Mataram, GPH. Hangabehi (Pakubuwono XI), dan GPH. Suryo Hamijoyo.

Akhir hidup dan penghargaan

Pakubuwono X wafat pada 1 Februari 1939 setelah berkuasa selama 46 tahun, menjadikannya sebagai sunan yang paling lama memerintah di Kasunanan Surakarta.

Setelah itu, Pakubuwono dimakamkan di Imogiri, Yogyakarta, dan takhta keraton jatuh ke tangan putranya, Raden Ontoseno atau GPH. Hangabehi, yang kemudian bergelar Pakubuwono XI.

Semasa menjadi Sunan Surakarta, Pakubuwono X banyak menerima penghargaan dari sejumlah negara.

Kemudian pada 2011, Pakubuwono X resmi dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah RI.

 

Referensi:

  • Darmawan, Joko. (2017). Mengenal Budaya Nasional: Trah Raja-Raja Mataram di Tanah Jawa. Yogyakarta: Deepublish.
  • Lestari, Dwi. (2020). Takhta Raja-Raja Jawa: Intrik dalam Kekuasaan. Yogyakarta: Anak Hebat Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com