Sesudah menjalani kuliahnya di Fakultas Sosial Politik, Ahmad Tohari kembali fokus mengembangkan tulisannya.
Semangat menulisnya pun semakin membara ketika cerita pendek ciptaannya yang bertajuk Jasa-Jasa buat Sanwirya memenangkan hadiah harapan Sayembara Cerpen Kincir Emas Radio Nederland Wereldomroep (1977).
Baca juga: Periodisasi Sastra Indonesia
Pencapaian
Sejak cerpennya berhasil meraih hadiah harapan Sayembara Cerpen Kincir Emas Radio Nederland Wereldomroep (1977), Tohari mulai berkiprah di bidang penerbitan.
Ia bekerja di majalah Keluarga sejak tahun 1979 hingga 1981 dan menjadi redaktur pada harian Merdeka, majalah Amanah, dan majalah Kartini.
Tahun 1979 Ahmad Tohari kembali memperoleh salah satu hadiah Sayembara Penulisan Roman yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta untuk novelnya yang berjudul Di Kaki Bukit Cibalak.
Setahun setelahnya, Tohari kembali mendapat hadiah untuk novel yang diterbitkan oleh Pustaka Jaya berjudul Kubah.
Ia mendapat hadiah berupa uang sebesar Rp 1.000.000 dari Yayasan Buku Utama sebagai bacaan terbaik dalam bidang fiksi yang diberikan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan tahun 1980.
Dua tahun setelahnya, 1982, Ahmad Tohari kembali melahirkan karya baru. Sebuah novel bertajuk Ronggeng Dukuh Paruk.
Ronggeng Dukuh Paruk ini yang menjadi cikal bakal terbitnya trilogi pertama milik Ahmad Tohari.
Novel kedua yang ia terbitkan sebagai lanjutan dari Ronggeng Dukuh Paruk adalah Lintang Kemukus Dinihari (1985) dan yang ketiga adalah Jantera Bianglala (1986).
Selama bertahun-tahun Ahmad Tohari terus berkiprah dalam dunia tulis-menulis.
Bahkan, Tohari juga sempat mengikuti International Writing Program di Lowa, Amerika Serikat, selama tiga bulan, tahun 1990.
Selama mengikuti program menulis di Amerika Serikat, Ahmad Tohari menyadari bahwa kunci utama untuk menjadi seorang penulis yang berhasil tidak hanya dari faktor bakat saja, melainkan juga harus rajin berlatih menulis dan banyak membaca.
Ronggeng Dukuh Paruk diangkat ke dalam film layar lebar oleh sutradara Ifa Irfansyah dengan judul Sang Penari pada tahun 2011.
Tohari memberikan apresiasi tinggi terhadap para pembuat film Sang Penari. Ia juga berujar bahwa film tersebut akan menjadi dokumentasi visual yang menarik.
Bulan Desember 2011, Ahmad Tohari mengungkapkan bahwa ia berencana untuk melanjutkan triloginya menjadi tetralogi dengan menulis satu novel lagi.
Referensi: