KOMPAS.com - Hans Bague Jassin atau yang biasa dipanggil HB Jassin adalah pengarang, penyunting, cendekiawan, dan kritikus sastra berdarah Gorontalo.
Ia juga mendirikan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin pada 28 Juni 1976, yang dibantu oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta di Taman Ismail Marzuki.
Di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin tersimpan arsip-arsip kesustraan nasional Indonesia maupun internasional dari berbagai sumber.
Berkat kiprahnya di bidang sastra, Jassin dijuluki sebagai Paus Sastra Indonesia.
Baca juga: Perkembangan Sastra di Indonesia
HB Jassin lahir di Gorontalo, 31 Juli 1917.
Ia adalah putra dari Bague Mantu Jassin, seorang pegawai Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), sebuah perusahaan minyak kolonial Hindia Belanda. Ibunya bernama Habiba Jau.
Pada 1932, Jassin menyelesaikan pendidikan pertamanya di HIS Gorontalo dan kemudian melanjutkan pendidikan di HBS Medan, tamat tahun 1938.
Kemudian, sekitar tahun 1953, Jassin melanjutkan pendidikannya di bangku kuliah di Universitas Indonesia Fakultas Sastra.
Sewaktu kuliah, Jassin sempat bekerja sebagai dosen luar biasa untuk mata kuliah Kesustraan Indonesia Modern pada Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Setelah itu, tanggal 15 Agustus 1957, Jassin berhasil menyelesaikan kuliahnya dengan gelar sarjana.
Lulus dari Universitas Indonesia, Jassin memperdalam pengetahuan ilmu sastranya di Universitas Yale, Amerika Serikat tahun 1958 hingga 1959.
Baca juga: Periodisasi Sastra Indonesia
HB Jassin merupakan salah satu dari 16 pegawai negeri yang ditugaskan untuk belajar di Amerika Serikat dengan beasiswa.
Jassin berangkat dari Jakarta tanggal 21 Juli 1958.
Selama enam minggu di Amerika, Jassin mengikuti kegiatan Orientation Course di Universitas Indiana, Bloomington.
Kemudian, sejak September 1959 hingga Mei 1959 Jassin berkuliah di jurusa Comparative Literature di Universitas Yale.
Setelah satu tahun mendalami ilmu sastra di Amerika, Jassin kembali ke Jakarta tanggal 21 Juli 1959.
Baca juga: Karya-Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka
Sekembalinya dari Amerika, Jassin bekerja secara sukarela di kantor Asisten Residen Gorontalo selama beberapa waktu.
Sewaktu bekerja di sana, Jassin mendapat tawaran dari sastrawan Sutan Takdir Alisjahbana untuk bekerja di badan penerbitan Balai Pustaka tahun 1940 hingga 1942.
Kemudian, sejak 1942 hingga 1945, Jassin bekerja sebagai redaktur Panji Pustaka dan wakil pemimpin redaksi Panca Raya tahun 1945 hingga 21 Juli 1947.
Namun, setelah Panca Raya tidak lagi terbit, Jassin menjadi redaktur dalam Mimbar Indonesia sejak 1951 hingga 1954, Bahasa dan Budaya 1952-1963, Kisah (1953-1956), Seni (1955), Sastra (1961-1964 dan 1967-1969), Horison (1966), dan Bahasa dan Sastra (1975).
Di tengah kiprah kariernya, tanggal 28 Oktober 1970, Jassin sempat dijatuhi hukumun bersyarat satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.
Ia dipenjara karena menolak mengungkap nama asli pengarang cerita pendek (cerpen) yang bertajuk "Langit Makin Mendung".
Isi cerpen itu dianggap "menghina Tuhan".
Karena tidak ingin memberi tahu siapa pengarang aslinya, Jassin dilarang menerbitkan sesuatu yang berbau sastra selama satu tahun.
Tanggal 24 Agustus 1970, Gubernur DKI Ali Sadikin mengangkat Jasin sebagai anggota Akademi Jakarta yang diketuai Sutan Takdir Alisjahbana.
Lalu, bulan April hingga Juni 1972 Jassin mendapat Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia.
Selama delapan minggu berturut-turut Jassin menjabat sebagai Ketua Yayasan Dokumentasi Sastra HB Jassin.
Yayasan ini mengelola Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin yang terletak di Taman Ismail Marzuki, Jalan Cikini Raya 73, Jakarta Pusat.
Baca juga: Karya-Karya Sastra Angkatan 45
Sebelum sepenuhnya berkarya di bidang kritik sastra, HB Jassin sempat menulis cerpen dan puisi.
Pada masa kolonial, karya-karyanya dimuat di beberapa majalah, seperti Volksalmanak, Pandji Poestaka, dan Pujangga Baru.
Pasca-kemerdekaan Indonesia, karyanya mulai dimuat di Merdeka dan Pantja Raja.
Setelah itu, HB Jassin mulai berkiprah di bidang kritik sastra.
Umumnya, kritik yang dikembangkan HB Jassin bersifat edukatif dan apresiatif, serta lebih mementingkan kepekaan dan perasaan daripada teori ilmiah sastra.
Salah satu dukungan yang diberikan melalui kritik sastra adalah ketika ia membela penyair Chairil Anwar yang dituduh sebagai plagiat melalui bukunya bertajuk Chairil Anwar Penyair Angkatan 45.
Sejak saat itu, HB Jassin dianggap sangat berpengaruh dalam dunia sastra.
Berkat pengaruhnya dalam bidang sastra Indonesia, tahun 1965, HB Jassin dijuluki sebagai Paus Sastra Indonesia oleh budayawan Gayus Siagian.
Baca juga: Budaya Djaja, Majalah Kebudayaan Umum Tahun 1970
Tahun 1996, kondisi kesehatan Jassin mulai menurun karena stroke.
Jassin kemudian meninggal di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo di Jakarta tanggal 11 Maret 2000.
Sekitar 200 orang menghadiri acara kebaktian untuknya di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin.
Jasad Jassin dimakamkan di pemakaman kenegaraan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.
Atas jasanya di bidang kebudayaan, Jasin menerima beberapa penghargaan, yaitu:
Referensi: