Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Utang Luar Negeri Indonesia di Era Soekarno

Kompas.com - 04/10/2021, 14:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

Sumber ELSAM

KOMPAS.com - Indonesia telah masuk dalam jajaran 10 negara yang memiliki utang luar negeri terbesar, sejumlah Rp 5.589 triliun.

Berdasarkan Data Statistik Utang Internasional yang diinformasikan Bank Dunia tahun 2020, Indonesia berada di posisi ketujuh dengan utang luar negeri terbesar.

Rupanya, Indonesia sudah terwarisi utang luar negeri sejak masa Presiden Soekarno, tahun 1949.

Baca juga: Konferensi Meja Bundar: Latar Belakang, Tujuan, Hasil, dan Dampaknya

Utang Luar Negeri Indonesia Era Soekarno

Tanggal 27 Desember 1949 menjadi peristiwa penting yang terjadi di Indonesia, di mana Belanda akhirnya mengakui kedaulatan RI melalui Konferensi Meja Bundar 1949.

Kendati demikian, Indonesia masih belum dapat mendapat kelegaan, karena warisan utang pemerintah kolonial Hindia Belanda yang cukup besar.

Untuk mendiskusikan masalah utang-piutang ini, diselenggarakan rangkaian Konferensi Meja Bundar di Den Haag sejak 23 Agustus 1949.

Dari konferensi tersebut, Belanda bersedia mengakui kedaulatan RI dengan syarat Indonesia harus menanggung utang dari zaman pemerintahan Hindia Belanda sebesar 1,13 miliar dolar AS atau 4,3 miliar gulden. 

Sebaliknya, pihak Indonesia hanya mau menanggung utang Belanda hingga Maret 1942, setelah berakhirnya masa Hindia Belanda bersamaan dengan datangnya Jepang.

Kemudian, tanggal 24 Oktober 1949, dibuat persetujuan bahwa Republik Indonesia Serikat, negara federasi pengganti RI setelah pengakuan Belanda akan mengambil alih utang Belanda.

Usai Konferensi Meja Bundar dilaksanakan, hasil dari KMB antara Indonesia dan Belanda di bidang ekonomi juga dituangkan dalam Kesepakatan Ekonomi Keuangan. 

Isi dari Kesepakatan Ekonomi Keuangan adalah:

  1. Perusahaan Belanda diperbolehkan beroperasi kembali seperti sebelum perang, termasuk kebebasan dalam mengirimkan keuntungannya
  2. Indonesia menanggung pembayaran utang pemerintah Hindia Belanda sebesar 1,13 miliar dolar AS
  3. Pemerintah Indonesia perlu meminta persetujuan dari Belanda untuk kebijakan tertentu, seperti nasionalisasi
  4. Indonesia harus menanggung pembiayaan 17 ribu karyawan eks Belanda yang ada di Indonesia selama dua tahun dan menampung 26 ribu tentara mantan KNIL

Baca juga: Kondisi Ekonomi Indonesia Pasca Pengakuan Kedaulatan

Strategi Tambal Sulam

Setelah penyerahan kedaulatan, awal 1950, Soekarno menerapkan strategi tambal-sulam. 

Indonesia mengajukan pinjaman kepada negara-negara Blok Timur, seperti Uni Soviet dan para sekutunya, yang sebagian besar hasilnya untuk membayar utang warisan Belanda.

Tahun 1956, Soekarno memutuskan untuk tidak terlalu memperhatikan pembayaran utang warisan Belanda.

Sebenarnya, Indonesia sendiri sudah melunasi sebagian utang warisan belanda sebanyak 82 persen. 

Namun, Soekarno masih terus saja berutang kepada negara-negara Blok Timur. 

Satu tahun kemudian, November 1957, Resolusi Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan kepada Indonesia dan Belanda untuk berunding masalah pembayaran utang.

Data Utang Luar Negeri Indonesia Era Soekarno

Periode 1945-1949

Pada periode ini, Indonesia memiliki utang Konferensi Meja Bundar sebesar 1,13 miliar atau 4,3 miliar Gulden. 

Menurut UU No. 12 Tahun 1956 tentang Pembantaian KMB, hal tersebut membuat defisit APBN membengkak hingga mencapai Rp 9 miliar. 

Periode 1959-1964

Tahun 1959, Indonesia mendapat pinjaman dari Uni Soviet sebesar 12,5 juta dollar Amerika Serikat untuk membangun Stadion Gelora Bung Karno dan 450 juta dollar AS untuk pembelian peralatan Perang Trikora tahun 1960.

Selain dari Uni Soviet, Indonesia juga mendapat pinjaman dari US Exim Bank.

Indonesia mendapat pinjaman sebesar 6,9 juta dollar AS untuk Semen Gresik, 5 juta dollar AS untuk pembelian pesawat Lockheed Electra, dan 47,5 juta dollar AS untuk Pusri dan PLTU di Surabaya tahun 1960. 

Periode 1964-1965

Indonesia melakukan utang kepada International Monetary Fund (IMF). Namun, bulan Agustus 1965, Indonesia memutuskan untuk keluar dari IMF.

Akibatnya, utang kepada IMF yang berjumlah 61,9 juta dollar AS meningkat menjadi 63,5 juta dollar AS.

Jumlah tersebut sudah termasuk bunga utang yang akan dilunasi dalam 10 kali angsuran per enam bulan. 

Setelah masa pimpinan Soekarno berakhir, utang-utang luar negeri Indonesia masih belum terselesaikan. 

Bahkan, utang-utang ini harus ditanggung oleh pemerintahan selanjutnya, Orde Baru dengan Presiden Soeharto yang memimpin. 

Pemerintahan Orde Lama tercatat mewariskan utang luar negeri Indonesia sebesar Rp 794 miliar atau setara dnegan 2,4 miliar dollar Amerika Serikat atau 29 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada waktu itu.

Total utang tersebut adalah utang luar negeri Indonesia ke negara-negara maju.

(Kompas.com/Robert Adhi Ksp)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Orla Mewarisi, Orba Menambah Utang Luar Negeri".

Referensi: 

  • Insaniwati, Iin Nur. (2002). Karier Politik dan Perjuangannya (1942-1968). Yogyakarta: Indonesia Tera.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com