Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deklarasi Malino: Latar Belakang, Isi, dan Dampak

Kompas.com - 31/07/2021, 13:30 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Deklarasi Malino adalah perjanjian damai yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk mempertemukan golongan Kristen dan Islam yang bertikai di Poso.

Deklarasi Malino dilaksanakan pada 20 Desember 2001.

Deklarasi ini bertujuan untuk menyatukan kaum Kristen dan Islam yang bertempur di Poso dalam konflik komunal yang terjadi sepanjang tahun 2000 hingga 2001.

Setelah Deklarasi Malino ditandatangani kedua belah pihak, terbentuk dua komisi, yaitu Komisi Keamanan dan Penegakan Hukum dan Komisi Sosial Ekonomi. 

Baca juga: Mengapa Perjanjian Renville Merugikan Indonesia?

Latar Belakang

Terjadinya Deklarasi Malino didasari untuk menghentikan semua bentuk konflik dan perselisihan, khususnya yang saat itu sedang terjadi di Poso.

Konflik komunal di Poso pertama kali terjadi pada 24 Desember 1998. Insiden terjadi antara pemuda yang beragama Kristen dengan pemuda Muslim. 

Salah satu faktor yang menyebabkan konflik terjadi adalah persaingan ekonomi antara penduduk asli Poso yang mayoritas Kristen, dengan penduduk pendatang suku Bugis yang mayoritas Muslim.

Berawal dari situ, konflik antarkeduanya terus berlangsung hingga bulan Mei 2000, yang menjadi pertempuran terbesar. 

Puncak konflik terjadi dalam peristiwa pembantaian di sebuah pesantren di Desa Sintuwulemba, yang mayoritas penduduknya adalah Muslim. 

Baca juga: Pengakuan Kemerdekaan Indonesia oleh Negara Lain

Isi Deklarasi Malino

Oleh sebab itu, untuk mendamaikan kedua belah pihak, pemerintah Indonesia mengeluarkan Deklarasi Malino.

Perjanjian ini mempertemukan pihak Kristen dan Muslim yang bertikai di Poso, dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, Jusuf Kalla.

Pada 20 Desember 2001, kedua belah pihak yang bertikai di Poso bersedia menandatangani perjanjian tersebut. 

Isi dari Deklarasi Malino adalah:

  1. Menghentikan semua bentuk konflik dan perselisihan.
  2. Menaati semua bentuk dan upaya penegakan hukum dan mendukung pemberian sanksi hukum bagi siapa saja yang melanggar.
  3. Meminta aparat negara bertindak tegas dan adil untuk menjaga keamanan.
  4. Untuk menjaga terciptanya suasana damai, menolak memberlakukan keadaan darurat sipil, serta campur tangan pihak asing.
  5. Menghilangkan seluruh fitnah dan ketidakjujuran terhadap semua pihak dan menegakkan sikap saling menghormati dan memaafkan satu sama lain, demi terciptanya kerukunan hidup bersama.
  6. Tanah Poso adalah bagian integral dari Republik Indonesia. Karena itu, setiap warga negara memiliki hak hidup, datang, dan tinggal secara damai dan menghormati adat istiadat setempat.
  7. Semua hak-hak dan kepemilikan harus dikembalikan kepada pemiliknya yang sah, sebagaimana adanya sebelum konflik dan perselisihan berlangsung.
  8. Mengembalikan seluruh pengungsi ke tempat asal masing-masing.
  9. Bersama pemerintah melakukan rehabilitasi sarana dan prasarana ekonomi secara menyeluruh.
  10. Menjalankan syariat agama masing-masing dengan cara dan prinsip saling menghormati, dan menaati segala aturan yang telah disetujui, baik dalam bentuk undang-undang, maupun peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan lainnya.

Baca juga: Sakola Kautamaan Istri: Latar Belakang dan Kiprah

Dampak

Dengan menyetujui 10 poin tersebut, dua komisi kemudian dibentuk, yaitu Komisi Keamanan dan Penegakan Hukum, serta Komisi Sosio-Ekonomi. 

Komisi Keamanan memiliki tua tanggung jawab, yaitu:

  • Harus difokuskan kepada pelucutan senjata dan pemulangan para pengungsi
  • Dalam bidang penegakan hukum

Komisi Sosio-Ekonomi bertanggung jawab untuk:

  • Upaya Rekonsiliasi
  • Rehabilitasi Sosial
  • Pemulangan Pengungsi 
  • Asuransi Keyakinan Hidup
  • Rehabilitasi Fisik
  • Normalisasi Aktivitas Ekonomi Warga
  • Dukungan Sosial
  • Mengembangkan program Induk
  • Evaluasi dan Pemantauan Berkala
  • Perkembangan Program Terkait untuk Semua Ini

Selain itu, pemerintah pusat juga mengalokasikan dana untuk memulihkan kondisi Kabupaten Poso yang mencapai hingga 54 juta rupiah. 

Referensi: 

  • McRae, Dave. (2013). A Few Poorly Organized Men: Interreligious Violence in Poso, Indonesia. Power and Place in Southeast Asia. Leiden: Brill. 
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com