Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sultan Hamengkubuwono I (Pangeran Mangkubumi): Biografi dan Perjuangan

Kompas.com - 09/07/2021, 14:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sri Sultan Hamengkubuwono I atau Pangeran Mangkubumi adalah pendiri sekaligus raja pertama Kesultanan Yogyakarta pada 1755 sampai 1792.

Sultan HB I juga merupakan pendiri dari Keraton Yogyakarta pada 5 Agustus 1717. 

Pada masa kepemerintahannya, pernah terjadi sebuah pertempuran hebat antara Mangkubumi dengan Pakubuwono II yang didukung VOC.

Pertempuran ini terjadi akibat perlakukan buruk yang dilakukan oleh Gubernur Jenderal van Imhoff terhadap saudara lelaki Pakubuwana II. 

Sikap ini kemudian membuat Pangeran Mangkubumi memberontak melawan VOC dan sekaligus saudaranya yang dianggap terlalu patuh pada Belanda. 

Baca juga: Maskoen Soemadiredja: Kiprah dan Perjuangannya

Masa Muda

Nama asli dari Sri Sultan Hamengkubuwono I adalah Bendara Raden Mas Sujono. Ia lahir di Kartasura, 6 Agustus 1717.

Hamengkubuwono I merupakan putra dari Amangkurat IV, raja Kasunanan Surakarta. Sedari kecil, Hamengkubuwono I dikenal sangatlah cakap dalam keprajuritan. 

Berkat kecakapannya itu, pada 27 November 1730, ia diangkat menjadi Pangeran Lurah. 

Ketika ia mulai beranjak dewasa, Hamengkubuwono I mulai mendapat gelar sebagai Pangeran Mangkubumi. 

Pangeran Lurah adalah pangeran yang dituakan di antara para putera raja. Selain itu, Hamengkubuwono I juga merupakan sosok yang taat beribadah.

Dari sifatnya ini Hamengkubuwono I pun mendapatkan pengikut yang selalu setia kepadanya. 

Baca juga: Raja Ali Haji: Kiprah dan Karyanya

Perjuangan

Pada 1740, telah terjadi pemberontakan antara orang Tionghoa di Batavia yang tersebar sampai ke seluruh Jawa.

Awalnya, Pakubuwana II, kakak Mangkubumi, mendukung pemberontakan tersebut. Namun, Pakubuwana II mulai berubah pikiran setelah melihat VOC tampak lebih unggul.

Pada 1742, Istana Kartasura pun diserbu oleh pemberontak. Pakubuwana II terpaksa harus membangun istana baru di Surakarta.

Pemberontakan ini kemudian dapat ditumpas oleh VOC dan Cakraningrat IV, pemimpin Madura Barat.

Sisa-sisa pemberontakan yang diketuai oleh Raden Mas Said, keponakan Pakubuwana II dan Mangkubumi, berhasil merebut tanah Sukowati.

Tetapi, Mangkubumi berhasil memberantas Mas Said pada 1746. Tidak berhenti di situ, masalah lain kembali muncul. Datanglah Gubernur Jenderal VOC, Baron van Imhoff.

Ia mendesak Pakubuwana II untuk menyewakan daerah pesisir kepada VOC dengan harga 20.000 real untuk melunasi hutang keraton pada Belanda.

Sayangnya, hal ini ditentang oleh Mangkubumi. Akibatnya, terjadilah pertengkaran, karena Baron van Imhoff menghina Mangkubumi.

Mangkubumi yang merasa sakit hati lantas pergi meninggalkan Surakarta pada Mei 1746. 

Baca juga: KH Ahmad Rifai: Kiprah dan Karyanya

Perang Tahta Jawa Ketiga

Perang antara Mangkubumi dengan Pakubuwana II yang dibantu oleh VOC ini disebut Perang Suksesi Jawa III atau Perang Tahta Jawa Ketiga.

Pada 1747, Mangkubumi mendapat kekuatan melalui 13.000 prajurit yang ia punya. 

Pertempuran demi pertempuran pun dilalui yang dimenangkan oleh Mangkubumi. Akhir tahun 1749, Pakubuwana II terkena sakit parah. 

Tanggal 11 Desember, ia pun menyerahkan kedaulatan negaranya secara penuh kepada VOC sebagai pelindung Surakarta.

Sementara Mangkubumi telah melantik dirinya sendiri sebagai raja dengan gelar Pakubuwana III pada 12 Desember.

Di lain sisi, VOC pun mengangkat putra dari Pakubuwono II untuk menjadi Pakubuwono III.

Oleh sebab itu, gelar Pakubuwono III pun dimiliki oleh dua orang yang kemudian memicu terjadinya pertempuran kembali.

Pada 1751, pertempuran besar terjadi di tepi Sungai Bogowonto. Mangkubumi berhasil menghancurkan pasukan VOC yang dipimpin Kapten de Clerk. 

Baca juga: Perang Bone: Latar Belakang dan Kronologi

Akhir Pertempuran

Pada 1752, Mangkubumi dengan Raden Mas Said mengalami perselisihan. Perselisihan ini mengenai keunggulan supremasi tunggal atas mataram yang tidak terbagi. 

Mangkubumi kemudian memberi tawaran untuk mengalahkan Raden Mas Said. Tawaran ini diterima oleh pihak VOC pada 1754. 

VOC diwakili Nicolaas Hartingh, gubernur wilayah pesisir utara Jawa. Mangkubumi kemudian bertemu dengan Hartingh pada September 1754.

Hasil dari perundingan mereka adalah adanya kesepakatan di mana Mangkubumi mendapat setengah wilayah Kerajaan Pakubuwono III. 

Sedangkan VOC mendapat daerah pesisir untuk disewa dengan harga 20.000 real dengan dibagi dua, 10.000 Mangkubumi dan 10.000 VOC.

Akhirnya pada 13 Februari 1755 dilakukan pengesahan dan tanda tangan naskah Perjanjian Giyanti, di mana Mangkubumi diakui sebagai Sultan Hamengkubuwono I. 

Dari Perjanjian Giyanti ini kemudian terbentuklah Yogyakarta.

Baca juga: Puputan Bayu: Latar Belakang, Kronologi, dan Dampak

Kematian

Hamengkubuwono I wafat pada 24 Maret 1792. Ia dimakamkan di Astana Kasuwargan, Pajimatan Imogiri. 

Untuk menghargai jasa-jasanya, pada 10 November 2006, Hamengkubuwono I diberi gelar Pahlawan Nasional. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com