Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024

Keraton Surakarta: Sejarah Berdirinya, Fungsi, dan Kompleks Bangunan

Kompas.com - Diperbarui 19/01/2023, 14:35 WIB

KOMPAS.com - Keraton Surakarta dibangun pada 1744. Keraton ini merupakan istana Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Keraton Surakarta merupakan kelanjutan dari Kerajaan Mataram Islam.

Keraton Surakarta dibangun oleh Susuhan Pakubuwono II (Sunan PB II) sebagai pengganti Keraton Kartasura yang hancur akibat Geger Pecinan pada 1743.

Sampai saat ini, Keraton Surakarta berfungsi sebagai tempat tinggal sunan dan rumah tangga kerajaan yang masih menjalankan tradisi kesunanan.

Bangunan bersejarah ini merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Mataram Islam yang terletak di Kota Surakarta.

Sejarah berdirinya Keraton Surakarta

Sejarah berdirinya Keraton Surakarta berkaitan dengan mundurnya Kerajaan Mataram Islam.

Kerajaan Mataram Islam sempat mengalami beberapa kali pemindahan ibu kota.

Saat Amangkurat II naik takhta, pusat pemerintahan dipindahkan ke daerah Wanakerta yang kemudian disebut dengan Kartasura.

Pemindahan ini disebabkan oleh adanya pemberontakan yang dipimpin oleh Trunojoyo.

Baca juga: Kerajaan Mataram Islam: Pendiri, Kehidupan Politik, dan Peninggalan

Pada 1743, peristiwa Geger Pecinan yang dipelopori oleh penduduk Tionghoa menghancurkan Keraton Kartasura.

Pakubuwono II yang menjadi sasaran pemberontak karena berpihak kepada Belanda pun terpaksa melarikan diri ke Ponorogo.

Sekembalinya ke Kartasura, Pakubuwono II memerintahkan pemindahan keraton dari Kartasura ke Desa Sala.

Desa Sala dipilih karena beberapa faktor, tetapi utamanya karena posisinya yang dekat dengan Sungai Bengawan Solo.

Sungai ini dapat berfungsi sebagai penghubung untuk memperlancar aktivitas ekonomi, sosial, dan politik kerajaan.

Pada 1746, Keraton Surakarta di Desa Sala mulai ditempati meskipun pembangunannya belum sepenuhnya selesai.

Pakubuwono II mendiami keraton sampai hari wafatnya, yaitu pada 1749.

Setelah itu, pembangunan Keraton Surakarta dilanjutkan oleh para penerusnya dan ditambahkan bangunan seperti Masjid Agung, Sitihinggil, dan Pintu Srimanganti.

Pada masa pemerintahan Pakubuwono III, Mataram menghadapi perlawanan dari Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi.

Pergolakan di kerajaan kemudian resmi diakhiri melalui Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada 13 Februari 1755.

Dalam kesepakatan tersebut, Kesultanan Mataram dibagi menjadi dua kekuasaan, yaitu Nagari Kasultanan Ngayogyakarta untuk Hamengku Buwono I dan Nagari Kasunanan Surakarta diserahkan kepada Pakubuwono III.

Sejak saat itu, Keraton Surakarta menjadi istana dari istana dari Kasunanan Surakarta.

Pembangunannya pun masih berlanjut hingga periode kekuasaan Pakubuwono X.

Baca juga: Peninggalan Kerajaan Mataram Islam

Kompleks bangunan Keraton Surakarta

Kompleks Keraton Surakarta terbagi ke dalam beberapa area, di antaranya:

  • Kompleks Alun-Alun Utara

Di kompleks ini terdapat Gapura Gladag, Pamurakan, Alun-Alun Utara, dan Masjid Agung Surakarta, Bale Pewatangan, Bale Pekapalan, Gapura Bathangan, dan Gapura Klewer.

  • Kompleks Pagelaran Sasana Sumewa
  • Kompleks Siti Hinggil Utara
  • Kompleks Kamandungan Utara

Pada kompleks ini terdapat gerbang masuk bernama Kori Brajanala atau Kori Gapit dan Bangsal Wisamarta.

  • Kompleks Sri Manganti Utara

Di halaman Sri Manganti terdapat dua bangunan utama yaitu Bangsal Marakata di sebelah barat dan Bangsal Marcukundha di sebelah timur.

Di sisi barat daya Bangsal Marcukundha terdapat sebuah bangunan segi delapan yang disebut Menara Sanggabuwana.

Konon menara ini menjadi tempat bertemunya raja dengan Ratu Laut Selatan.

Fungsi utama menara setinggi 30 meter ini adalah tempat untuk memata-matai Belanda pada masa penjajahan.

  • Kompleks Kedhaton
  • Kompleks Kamagangan dan Sri Manganti Selatan
  • Kompleks Kamandungan Selatan
  • Kompleks Siti Hinggil Selatan
  • Alun-Alun Selatan

Baca juga: Sejarah Masjid Agung Surakarta, Peninggalan Mataram Islam di Kota Solo

Wisata Budaya Keraton Surakarta

Kawasan Cagar Budaya Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat memang terbuka untuk publik.

Namun, ada beberapa area yang tidak boleh dikunjungi, seperti contohnya adalah kediaman Raja Pakubuwono.

Para pengunjung juga diperbolehkan mengunjungi museum yang ada di dalam kawasan keraton.

Di dalam museum tersebut dapat ditemukan berbagai koleksi kerajaan, seperti kereta kencana, tandu, patung, senjata kuno, dan beberapa koleksi bersejarah lainnya.

Selain keindahan bangunan, Keraton Surakarta juga menawarkan wisata budaya seperti upacara adat, tarian sakral, dan musik.

Beberapa upacara adat yang terkenal adalah Grebeg, Sekaten, dan upacara Malam Satu Suro.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sumber Kemdikbud
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+