Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Prasasti Tlu Ron, Ungkapan Frustrasi Dyah Balitung

Secara administratif, lokasi temuan berada di Dusun Kedulan, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Prasasti Tlu Ron baru ditemukan pada 2015, saat dilakukan kegiatan pemugaran Candi Kedulan.

Dari angka yang terpahat, diketahui bahwa Prasasti Tlu Ron berasal dari masa pemerintahan Dyah Balitung, Raja Mataram Kuno periode 898-910.

Lantas, apa isi Prasasti Tlu Ron?

Isi Prasasti Tlu Ron

Pada saat ditemukan di dekat candi perwara (pendamping) Candi Kedulan, permukaan Prasasti Tlu Ron telah retak hingga tampak seperti terbelah dua.

Ukuran prasasti berbahan batu andesit ini cukup besar, sehingga isinya pun sangat panjang.

Prasasti Tlu Ron berisi 23 baris tulisan dalam aksara Jawa Kuno dan berbahasa Sanskerta.

Isi Prasasti Tlu Ron sudah dibaca dan diterjemahkan oleh seorang ahli epigrafi bernama Tjahjono Prasodjo.

Prasasti Tlu Ron bertarikh 822 Saka atau 900 Masehi. Prasasti Tlu Ron menceritakan tentang kedatangan raja dan rombongannya yang berkunjung ke sebuah bangunan suci di Tlu Ron.

Menurut Tjahjono Prasodjo, yang dimaksud bangunan suci di Tlu Ron adalah Candi Kedulan.

Dengan kata lain, lokasi Candi Kedulan pada zaman Kerajaan Mataram Kuno bernama Tlu Ron.

Keberadaan Prasasti Tlu Ron menunjukkan bahwa Dyah Balitung pernah mengunjungi Candi Kedulan.

Mengutip jogja.tribunnews.com, Tjahjono Prasodjo mengatakan bahwa Tlu artinya tiga, dan Ron artinya daun.

Tlu Ron bermakna tiga daun, yang diyakini diadopsi dari nama pohon yang identik satu tangkainya berdaun tiga.

Kini pohon tersebut masih banyak dijumpai di Kalimantan, salah satunya di Kota Banjarmasin.

Masyarakat Banjar mengenalnya sebagai pohon Tiga Ron atau ada yang menyebutnya Tigarun.

Selain mengungkap nama kuno Candi Kedulan, penemuan Prasasti Tlu Ron melengkapi informasi dari dua prasasti yang ditemukan lebih dulu di sekitar situs, yakni Prasasti Sumundul dan Prasasti Panggaran.

Dua prasasti tersebut dikeluarkan pada masa Dyah Lokapala (856-884), yang berisi tentang pembangunan bendungan di dekat Candi Kedulan.

Melansir laman Kemdikbud, Prasasti Tlu Ron mengungkap bahwa pembangunan bendungan yang diuraikan dalam kedua prasasti tersebut mengalami tiga kali kegagalan.

Pembangunan pertama gagal karena bencana alam, sementara kegagalan pada pembangunan kedua dan ketiga tidak diketahui sebabnya dengan jelas.

Kegagalan pada masa raja sebelum-sebelumnya membuat Dyah Balitung frustrasi dan membuatnya mengeluarkan keputusan tidak lazim.

Raja Balitung menunjuk seorang makudur, sebagai pemimpin pembangunan bendungan.

Dalam tradisi Jawa Kuno, makudur adalah pemimpin upacara dan pembaca mantra pada penetapan sima (tanah bebas pajak).

Penunjukan makudur sebagai pimpinan pelaksana pembangunan diduga sebagai ungkapan bahwa Dyah Balitung benar-benar frustrasi.

Tidak ingin kegagalan pembuatan bendungan terulang untuk keempat kalinya, Dyah Balitung menunjuk makudur untuk memimpin pembangunan.

Menurut para ahli, penunjukan makudur sebagai pemimpin pembangunan bendungan tidak lazim dilakukan pada masa Mataram Kuno.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/11/30/120000379/prasasti-tlu-ron-ungkapan-frustrasi-dyah-balitung-

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke