Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Anda Sehat? Mampu Haji?

Jangan gusar, saat ini sudah penuh dengan tenda permanen dan tidak permanen yang mengurangi tantangan alam.

Beberapa pohon hijau juga sudah ditanam. Hotel dan apartemen berbentuk kotak sepanjang kaki bukit-bukit itu juga sudah banyak.

Pemandangan tenda putih dan dihiasi kotak-kotak bangunan modern, plus jalan tol bertumpuk, mendominasi tiga tempat tadi. Namun, suhu panas tidak berkurang.

Penulis mengunjungi tenda-tenda yang sedang diperbaiki di Arafah. Tenda didirikan dengan tidak permanen, dilengkapi dengan AC besar, lantai diberi alas kayu tripleks dan karpet. Toilet dan WC tersedia di sekitar tenda.

Tampaknya lebih nyaman saat ini. Bayangkan sepuluh tahun atau dua puluh tahun lalu, ketika para jamaah haji harus membawa kipas angin kecil, atau justru dengan kipas tangan, karena fasilitas dan teknologi masih minim. Panas tak terbendung, fisik dipaksa bertahan.

Saat wukuf (berdiam diri), mabit (menginap), dan lempar jumrah (kerikil), suasana akan tegang dan tes terhadap vitalitas dan kesehatan betul-betul terjadi.

Saat berdiam diri, shalat, mendengarkan khutbah, dan berzikir, kira-kira sebanding dengan suasana batin meditasi bagi umat Buddhis, yang saat ini sudah dipraktikkan secara kesehatan.

Yoga dan meditasi memang tidak semata dilakukan umat Hindu dan Buddha. Keduanya umum dipraktikkan untuk menjaga kesehatan dan bisa dilakukan tanpa melibatkan doa-doa dan iman.

Wukuf, berdiam diri dan merenung di tempat gersang di Arafah, kira-kira seperti itu. Namun itu dilakukan secara bersama-sama, tidak dalam kesepian dan tidak pula dalam kesendirian.

Ibadah haji adalah ibadah ramai dan penuh dengan relasi sosial, bukan ibadah individu yang mencari tempat untuk menyepi.

Sekitar dua Haram, Mekkah, dan Madinah penuh dengan hotel, toko, mal, dan semua bangsa dan etnis berlalu lalang.

Menjelang Armuzna (Arafah, Muzdalifah, dan Mina) banyak jemaah berkomentar soal istilah yang krusial bagi haji, kemampuan (istitha’ah).

Mampu haji dikaitkan dengan kelayakan dan tidak menyulitkan bagi jamaah dan petugas. Tampaknya istitha’ah lebih relevan dikontekskan seperti itu, bukan kesanggupan semangat individu untuk beribadah.

Haji merupakan rukun Islam yang kelima menuntut syarat kemampuan. Dalam fiqh (hukum dan tata cara ibadah) klasik tradisi Islam, terutama mazhab yang empat (Maliki, Hambali, Syafi’i dan Hanafi) kemampuan dikaitkan dengan fisik dan harta.

Indonesia rata-rata mengikuti mazhab Syafi’i, sedangkan Hanafi bisa dijumpai di Irak, Mesir, Turki, atau Afghanistan.

Hanya Maroko yang jelas bermazhab Maliki, sedangkan Saudi bermazhab Hambali. Iran dan sebagian Suriah, Libanon, dan Irak menganut Syiah.

Indonesia pun juga ada. Berbagai mazhab menawarkan variasi perbedaan tidak signifikan dalam haji.

Kemampuan haji zaman dahulu sering dikaitkan dengan harta dan tabungan. Haji termasuk perjalanan mewah dan sulit.

Zaman penjajahan pemerintah Belanda mengawasi haji, karena takut terjadinya konsolidasi untuk melawan pemerintah kolonial.

Dan memang betul, tokoh-tokoh perang Padri (1803-1837) di Minangkabau berkait dengan para haji: Haji Sumanik, Miskin, dan Piabang. Imam Bonjol memimpin perlawanan itu.

Selama Orde Baru, haji masih barang mewah. Setelah 1952 baru dikenalkan transportasi udara, peranan kapal laut untuk transportasi haji berkurang. Tahun 1979, kapal laut tidak lagi digunakan, dan semua jamaah haji dengan udara.

Waktu dengan kapal laut perjalanan bisa memakan waktu 1 bulan. Saat ini haji tidak lagi mahal, karena antrean bisa mencapai 20 sampai 40 tahun.

Ekonomi Indonesia meningkat, daya beli masyarakat juga sama. Yang menjadi pertanyaan adalah makna mampu haji, tidak semata-mata harta dan lunas membayar ongkos.

Pernyataan kemampuan haji banyak dibebankan pada dua kementrian: Agama dan Kesehatan. Dari sisi keputusan akhir, Kementrian Kesehatan merasa terdesak.

Saat mendaftar haji para calon jamaah masih sehat. Saat tiba masanya, lima belas sampai dua puluh tahun kemudian, jamaah sudah terjangkit penyakit risiko tinggi, seperti paru, jantung, gula, kolestrol, dan lemah karena lansia.

Dokter dan perawat rata-rata tidak berani menanggung risiko melawan tekanan sosial dari calon, keluarga, dan suasana.

Bagaimana menyatakan tidak mampu haji, kalau sudah melihat calon jamaah menunggu selama dua puluh tahun? Tidak tega kan?

Apalagi para tetangga sudah mengetahui soal ini, kambing pun sudah disembelih tanda syukuran walimah safar. Keluarga juga sudah ikhlas untuk ayah, ibu, kakek, dan nenek utuk pergi haji.

Haji 2023, soal lansia mendominasi perbincangan jamaah dan petugas haji. Beberapa lansia yang harus dilayani total, karena bingung orientasi ruang dan waktu yang asing disebabkan dimensia.

Anggota keluarga yang menyertai harus berjuang untuk sabar. Para petugas juga mempunyai batas tersendiri.

Tidak semua lansia ternyata didampingi keluarga, ada yang dititipkan tetangga dan kolega.

Karom (ketua rombongan), Karu (ketuga regu), ketua kloter, kepala sektor harus berjuang momong para lansia.

Cobaan haji memang menyangkut struktur, menajemen, pelayanan, yang penuh tantangan kompleks. Haji adalah ibadah sosial, negara, dan global.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/06/21/070000579/anda-sehat-mampu-haji-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke