Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kronologi Konflik Sampit

Konflik ini terjadi di Kota Sampit, Kalimantan Tengah, yang kemudian meluas hingga ke seluruh provinsi, termasuk ibu kota Palangka Raya.

Konflik Sampit terjadi antara suku Dayak asli dengan warga migran Madura.

Pada saat itu, para transmigran asal Madura membentuk 21 persen populasi Kalimantan Tengah.

Akibatnya, warga Kalimantan Tengah merasa tidak puas dan merasa disaingi oleh Madura.

Kondisi inilah yang kemudian memicu terjadinya Konflik Sampit.

Kronologi

Penduduk Madura pertama kali datang ke Kalimantan Tengah pada 1930 di bawah program transmigrasi yang dicanangkan pemerintah kolonial Belanda.

Hingga tahun 2000, transmigran asal Madura diketahui telah membentuk sebesar 21 persen populasi Kalimantan Tengah.

Menyadari hal ini, suku Dayak pun merasa tidak puas dengan persaingan yang terus datang dari pihak Madura.

Terlebih lagi, hukum baru juga memungkinkan warga Madura mendapat kontrol terhadap banyak industri komersial di bawah Provinsi Kalimantan Tengah, seperti perkayuan, penambangan, dan perkebunan.

Hal inilah yang memicu terjadinya permasalahan ekonomi yang kemudian membesar hingga menjadi sebuah kerusuhan.

Kerusuhan yang terjadi diawali dengan serangan pembakaran rumah Dayak.

Menurut rumor yang beredar, warga Madura yang menjadi pelaku di balik peristiwa pembakaran rumah itu.

Alhasil, warga Dayak melakukan aksi balas dendam dengan membakar rumah-rumah orang Madura.

Kondisi kemudian semakin diperparah dengan perbedaan kebiasaan dan kebudayaan antara Dayak dan Madura.

Adat orang Madura yang terbiasa membawa parang atau celurit ke mana pun membuat orang Dayak berpikiran mereka ingin menyerang.

Pada pertengahan Desember 2000, bentrokan antara etnis Dayak dan Madura kembali terjadi di Desa Kereng Pengi, yang membuat keduanya kembali bersitegang.

Ketegangan semakin memuncak setelah terjadi perkelahian di sebuah tempat hiburan di desa pertambangan emas Ampalit.

Pasalnya, seorang etnis Dayak yang bernama Sandong tewas akibat luka bacok.

Dua hari setelah peristiwa ini terjadi, sebanyak 300 orang Dayak datang ke lokasi tewasnya Sandong untuk mencari pelaku, tetapi gagal.

Untuk melampiaskan amarah, kelompok warga Dayak merusak sembilan rumah, dua mobil, lima motor, dan dua tempat karaoke milik warga Madura.

Penyelesaian

Pada 18 Februari 2001, suku Dayak berhasil menguasai Sampit.

Disebutkan bahwa polisi telah menahan salah seorang pejabat lokal yang diduga menjadi dalang di balik peristiwa ini.

Orang tersebut diduga telah membayar enam orang untuk memprovokasi kerusuhan di Sampit.

Kemudian, ribuan warga Dayak mengepung kantor polisi di Palangka Raya sembari meminta mereka membebaskan para tahanan.

Untuk meredam kerusuhan, pada 28 Februari 2001, polisi mengabulkan permintaan mereka.

Pada akhirnya, Konflik Sampit mulai mereda setelah pemerintah meningkatkan keamanan, mengevakuasi warga, dan menangkap para provokator.

Dari Konflik Sampit ini, setidaknya 100 warga Madura dipenggal kepalanya oleh suku Dayak.

Untuk mengakhiri konflik ini, dibuat perjanjian damai antara suku Dayak dan Madura.

Kemudian dibentuk pula sebuah tugu perdamaian di Sampit.

Referensi:

  • Patji, Abdul Rachman. (2003). Tragedi Sampit 2001 dan Imbasnya ke Palangka Raya (Dari Konflik ke Rekonstruksi). Jurnal Masyarakat dan Budaya. Vol. 5, No. 2 tahun 2003.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/06/17/080000079/kronologi-konflik-sampit

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke