Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perang Ketupat, Tradisi Unik Menjelang Ramadhan

Perang ketupat merupakan tradisi yang unik. Biasanya perang menggunakan senjata tajam, tetapi lain halnya dalam tradisi perang ketupat yang ditujukan sebagai hiburan dan atas dasar kegembiraan.

Tradisi perang ketupat dapat ditemui di daerah Provinsi Bangka Belitung dan Lombok. Sementara itu, di Bali, tradisi ini mendapatkan sebutan berbeda, yaitu Tipat Bantal.

Waktu pelaksanaan tradisi di setiap daerah juga berbeda-beda.

Di Bangka Belitung, perang ketupat dilaksanakan dua pekan menjelang Ramadhan, sedangkan di Bali digelar setiap bulan keempat kalender Bali.

Alur Perang Ketupat

Jalannya tradisi ini juga unik. Contohnya di Bangka Belitung, sebelum melakukan perang ketupat, dilaksanakan berbagai ritual terlebih dahulu.

Di Bangka Belitung, tradisi ini digelar oleh masyarakat di Desa Tempilang yang berjarak sekitar 80 kilometer dari Sungailiat.

Sebelum melaksanakan perang, pada malam harinya, masyarakat Tampilang akan melakukan acara Penimbongan.

Penimbongan adalah kegiatan yang menjadi tradisi sebelum perang bantal yang berupa acara penampilan bermacam tarian oleh masyarakat di tepi Pantai Kuning.

Beberapa tarian yang ditampilkan adalah tari serimbang, tari kedidi, dan tari seramo.

Sebelum menari, biasanya ketua adat akan membakar dupa lebih dulu hingga asapnya mengepul ke atas.

Keesokan harinya, sebelum acara inti dimulai, masyarakat akan memberi sesaji terlebih dahulu kepada makhluk halus yang dipercayai.

Namun, pemberian sesaji yang ditujukan makhluk halus kemudian berubah setelah Islam berkembang di Tampilang.

Dalam pemberian sesaji ini, akan ada tiga dukun yang memimpin, yaitu dukun di darat, di laut, dan dukun seniornya.

Namun, sesaji yang awalnya ditujukan untuk memberi makanan kepada makhluk halus, kemudian berubah menjadi hidangan untuk dinikmati masyarakat.

Setelah itu, barulah acara inti akan dimulai. Perang ini dibagi menjadi dua kelompok yang tidak jelas aturan jumlahnya, tetapi harus seimbang.

Kelompok pertama berada di daratan dan kelompok kedua berada di laut, sedangkan kedua dukun duduk bersila di tengahnya sebagai penengah.

Sebelum perang benar-benar dimulai, kedua dukun itu akan membaca mantra terlebih dahulu hingga dukun laut kerasukan arwah leluhur.

Dukun laut yang kerasukan akan memberikan ceramah terlebih dahulu kepada masyarakat Tampilang.

Ketika telah usai, barulah kedua kelompok diminta bersiap, lalu mereka akan diberi ketupat masing-masing 10 buah.

Perang ketupat ini akan dibiarkan berlangsung hingga kondisi kedua belah pihak mulai memanas.

Ketika telah memanas, sang dukun akan memberikan aba-aba berhenti.

Biasanya, perang ketupat ini berlangsung selama tiga ronde, kemuian dukun akan menghentikan perang dan meminta mereka untuk bersalaman dan berpelukan kembali.

Setelah berakhirnya perang ketupat, masih ada sesi tambahan yang tidak termasuk dalam rangkaian acara perang ketupat, yaitu setiap rumah membuka pintu sebagai simbol mepersilakan bersilaturahmi dan makan seadanya sesuai dengan yang disediakan tuan rumah.

Nilai penting dalam tradisi ini adalah menjalin kerukunan antar masyarakat di Tampilang.

Sebab, kemarahan pasti akan muncul dalam bersosial, tetapi tradisi ini mengajarkan caranya berdamai.

Tradisi perang ketupat telah dilaksanakan masyarakat Tampilang sejak 1883, tetapi tidak diketahui pasti kapan dimulainya.

Referensi:

  • Tim Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama R. 2018. Ensiklopedia Islam Nusantara Edisi Budaya. Jakarta Pusat: Kemenag RI.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/04/06/210000479/perang-ketupat-tradisi-unik-menjelang-ramadhan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke