Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Suku Bangsa di Aceh

Lautnya berbatasan langsung dengan negara tetangga seperti India, Myanmar, Malaysia, dan Thailand. Adapun di darat, Aceh berbatasan dengan Sumatera Utara.

Pada 2019, jumlah populasi masyarakat di Provinsi Aceh sebanyak 5,372 jiwa yang tersebar di 23 kota dan kabupaten.

Aceh mendapat julukan sebagai Serambi Mekah dan mendapat keistimewaan dari pemerintah Indonesia sebagai daerah dengan otoritas khusus sebagaimana UU No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh.

Aceh pun memiliki keragaman suku bangsa yang mendiami wilayahnya. Berikut ini suku-suku yang mendiami Aceh.

Suku Bangsa Aceh

Aceh bukan saja nama provinsi, melainkan juga merupakan nama sebuah suku asli yang juga mendiami kawasan itu.

Suku bangsa Aceh merupakan suku yang paling dominan di Provinsi Aceh. Suku ini banyak ditemui di delapan kota dan kabupaten di Aceh.

Daerah-daerah tersebut meliputi Kota Banda Aceh, Kota Sabang, Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, sebagian Kabupaten Aceh Barat dan Aceh Selatan.

Dalam segi kebudayaan, Suku Aceh ketika berinteraksi menggunakan bahasa mereka sendiri, yaitu Bahasa Aceh.

Bahasa Aceh termasuk rumpun bahasa Austronesia. Akan tetapi, terdapat banyak dialek bahasa dalam masyarakat Aceh.

Sederhana, setiap suku yang mendiami kawasan berbeda memiliki corak bahasa berbeda, misalnya dialek Pidie, dialek Banda, Meulaboh, Daya, dan Pase.

Sistem kekerabatan di Suku Aceh pada umumnya menganut sistem keluarga batih. Adapun jika anak dalam satu keluarga menikah dan memisahkan diri dari keluarga inti disebut dengan Peumeukleh.

Suku Bangsa Aneuk Jamee

Suku ini termasuk suku yang turut mendiami kawasan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Namun, kemungkinan suku ini adalah transmigran.

Tidak ada keterangan yang jelas mengenai asal usul suku bangsa ini. Menurut tradisi lisan dan catatan yang didapat, mereka adalah pendatang dari Sumatera Barat.

Diperkirakan mereka adalah kelompok masyarakat yang berasal dari Minangkabau daerah Rao, Pariaman, Pasaman, dan Lubuk Sikaping.

Kedatangan penduduk Minangkabau ke Aceh ini diperkirakan pada kisaran abad ke-17 Masehi dengan tujuan utama adalah daerah pantai barat Aceh.

Keberadaan mereka di Aceh tidak terkonsentrasi dalam satu kawasan melainkan terpisah-pisah di beberapa daerah. Adapun di setiap daerah terkadang terpisah dalam kecamatan.

Keberadaan mereka dapat ditemui di Kabupaten Aceh Selatan, tersebar di Kecamatan Tapak Tuan, Susoh, Manggeng, dan sebagainya.

Di Kabupaten Aceh Barat, mereka banyak bermukim di Kecamatan Johan Pahlawan, Kuala, dan Kabupaten Kaway XVI.

Dalam interaksi sehari-hari, bahasa yang digunakan oleh Suku Jame berbeda dengan bahasa Aceh pada umumnya.

Bahasa suku ini cenderung lebih mirip dengan bahasa orang-orang Minangkabau, tetapi setiap kecamatan memiliki dialek masing-masing.

Suku Bangsa Alas

Suku bangsa Alas adalah salah satu suku di Provinsi Aceh yang mendiami sebagian besar kawasan di dataran tinggi di Aceh, meliputi alur Bukit Barisan dan Gunung Leuser.

Kata Alas sendiri berarti tikar, atau dapat juga diartikan dasar, dapat dimaknai sebagai awal.

Oleh karena itu, penamaan Alas pada suku ini karena mereka adalah orang pertama yang mendiami kawasan ini.

Suku Alas memiliki keterikatan budaya tari dengan orang-orang singkil, Aceh. Oleh karena itu, mereka diperkirakan adalah pendatang dari Singkil.

Permukiman di daerah Alas ini mulai masif sejak abad ke-18 hingga abad ke-20. Umumnya, mereka berasal dari Singkil, Fak-Fak, Karo, Toba, Minang, dan lainnnya.

Dalam interaksi sehari-sehari, sebagaimana suku lainnya, Suku Alas memiliki bahasa sendiri sebagai alat komunikasinya, yaitu Bahasa Alas.

Bahasa Alas merupakan perpaduan atau campuran dari dua ragam bahasa, yaitu Gayo dan Singkil.

Suku Bangsa Gayo

Selain nama tembakau, Gayo juga merupakan nama sebuah suku di Aceh, tepatnya di dataran tinggi Gayo Aceh Tengah.

Dataran Gayo ini membentang di sepanjang Bukit Barisan. Mulai dari Aceh Tengah, Aceh Tenggara, dan sebagian Aceh Timur.

Tak ada data jelas mengenai asal usul etnis Gayo, baik berupa prasasti maupun tulisan-tulisan kuno. Hanya ada tradisi lisan yang beragam sebagai sumber informasi terkait Suku Gayo.

Dari tradisi lisan yang beredar, dapat diketahui teori bahwa orang-orang Gayo memiliki keterikatan dengan orang-orang Batak Tapanuli.

Ada yang mengatakan bahwa mereka berasal dari orang-orang Batak Tapanuli yang memeluk Islam dan melarikan diri hingga ke dataran tinggi Gayo.

Suku Gayo pun terbagi menjadi tiga jenis, Gayo Lut, Gayo Luwes, Gayo Serbejadi.

Mereka juga mengelompokkan jenis dialek bahasa Suku Gayo.

Namun, secara umum, mereka memiliki rumpun bahasa yang mirip dengan bahasa Aceh pada umumnya. Selain itu, bahasa Suku Gayo juga memiliki kemiripan juga dengan bahasa Karo, Sunda, dan Melayu pada umumnya.

Suku Bangsa Kluet

Orang Kluet atau Suku Kluet juga merupakan salah satu kelompok suku yang mendiami kawasan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Lokasi bermukim mereka terkonsentrasi secara dominan di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kluet Selatan dan Kluet Utara, Kabupaten Aceh Selatan.

Dalam interaksi sehari-hari, orang-orang Kluet menggunakan bahasa sendiri yang disebut dengan bahasa Kluet.

Bahasa Kluet terbagi menjadi tiga jenis dialek, yaitu Paya Dapur, Meunggamat, dan Krueng Kluet.

Dari tiga jenis dialek tersebut, dialek Paya Dapur merupakan dialek yang masih murni belum terpengaruh dialek bahasa luar.

Suku Bangsa Simeulue

Suku bangsa Simeulue merupakan suku bangsa asli Aceh yang mendiami kawasan khusus dan terlokalisasi dalam sebuah pulau bernama Pulau Ulu, Aceh Selatan.

Jarak pulau ini sekitar 109 mil dari Meulaboh, sedangkan dari pusat kota Aceh Selatan berjarak sekitar 87 mil. 

Dalam interaksi, mereka menggunakan dua jenis bahasa lokal bernama Sigulai dan Defayan. Pembagian jenis bahasa ini juga memetakan kelompok wilayah orang-orang Simeulue.

Suku Bangsa Singkil

Orang-orang singkil dominan mendiami kawasan di empat kecamatan di Kabupaten Aceh Selatan, meliputi Kecamatan Singkil, Simpang Kiri, Simpang Kanan, dan Pulau Banyak.

Dalam interaksinya, mereka menggunakan bahasa lokal mereka, yaitu bahasa pesisir Singkil. Namun, telah banyak pengaruh dalam bahasa orang Singkil.

Bahasa Singkil terpengaruh dengan Bahasa Minangkabau dan Tapanuli.

Bahasa Minangkabau mempengaruhi kosa kata bahasa Singkil, sedangkan bahasa Tapanuli mempengaruhi nada atau intonasi berbicaranya.

Suku Tamiang

Masyarakat Suku Tamiang banyak mendiami kawasan di enam kecamatan di Kabupaten Aceh Timur.

Beberapa kecamatan tersebut adalah Kecamatan Karang Baru, Kejuruan Muda, Kota Kuala Simpang, Seruway, dan Tamiang Hulu.

Dalam interaksinya, mereka menggunakan bahasa Tamiang yang juga termasuk rumpun bahasa Melayu.

Tingkat kemiripan bahasa Suku Tamiang dengan Bahasa Melayu pada umumnya adalah sekitar 87 persen. Bahasa Tamiang juga bercampur dengan bahasa Aceh.

Referensi

  • Sufi, R, dkk. (1998). Keanekaragaman Suku dan Budaya di Aceh. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh.
  • Aceh.bps.go.id

https://www.kompas.com/stori/read/2023/03/14/170000079/suku-bangsa-di-aceh

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke