Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa

Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan dan kerap melawan kekuasaan VOC yang ingin melakukan monopoli di bidang perdagangan.

Namun, perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa harus terhenti karena pengkhianatan putranya sendiri yang bernama Sultan Haji.

Berikut ini sejarah perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa.

Perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa

Gelar Sultan Ageng Tirtayasa saat naik takhta pada 1651 adalah Sultan Abdulfath.

Di bawah pimpinannya, Kerajaan Banten mencapai puncaknya dalam bidang politik, ekonomi, perdagangan, keagamaan, dan kebudayaan.

Dalam bidang politik, Kerajaan Banten terus-menerus melawan kolonialisme VOC, baik di darat ataupun melalui laut.

Sejak sebelum Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa, Belanda selalu berusaha menghalang-halangi perkembangan perdagangan Banten yang dikhawatirkan merugikan perdagangan VOC di Batavia (Jakarta).

Berbeda dari penguasa Banten sebelum-sebelumnya, Sultan Ageng Tirtayasa sangat membenci VOC dan tidak mau tinggal diam menyaksikan kelicikan bangsa penjajah.

Salah satu bentuk perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa adalah melakukan penyerangan dengan sistem gerilya terhadap Batavia lewat darat, dan serangan-serangan kecil melalui laut.

Pada 1656, dua kapal VOC berhasil rampas oleh pihak Banten dan dilakukan pula perusakan terhadap perkebunan-perkebunan tebu Belanda.

Sultan Ageng Tirtayasa juga menolak menerima utusan Belanda.

Kondisi itu membuat Belanda gerah dan memblokade pelabuhan Banten untuk merugikan perdagangan kerajaan.

Salah satu pertempuran melawan VOC yang terkenal pada masa Sultan Ageng Tirtayasa adalah peperangan di daerah Angke-Tangerang (1658-1659).

Peperangan itu diakhiri dengan perjanjian 12 pasal yang disepakati pada 10 Juli 1659.

Salah satu isi perjanjian tersebut menyatakan bahwa Banten tidak lagi bisa mengadakan perdagangan dengan Maluku.

Akan tetapi, Belanda bersedia membayar kerugian-kerugian yang diderita Banten.

Setelah perjanjian ini, sultan memperkuat pertahanannya dengan membangun keraton di Tirtayasa, membuat jalan dari Pontang ke Tirtayasa, dan membuka persawahan di sepanjang jalan tersebut serta mengembangkan permukiman di Tangerang.

Selain itu, salah satu kebijakan yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa di bidang perdagangan internasional adalah memperkuat hubungan dengan pedagang asing.

Misalnya para pedagang dari Iran, India, Arab, Inggris, Perancis, Denmark, Jepang, Filipina, China, dan sebagainya.

Kemajuan perdagangan Kerajaan Banten pun dicatat dalam harian Belanda (Daghregisters), yang menganggap situasi itu sebagai ancaman bagi kedudukan VOC di Batavia.

Ketegangan antara Kerajaan Banten dan VOC terus berlangsung selama beberapa tahun berikutnya.

Banten berhasil mendesak kedudukan Belanda di Cirebon, Citarum, bahkan Batavia.

Saat itu, keadaan perdagangan VOC dapat dibilang menderita, karena Belanda juga sibuk menghadapi perlawanan Trunojoyo di Jawa bagian timur.

Keadaan mulai berubah pada 1680, ketika pemberontakan Trunojoyo berakhir, sehingga Belanda bisa memusatkan kembali perhatiannya ke Jawa bagian barat, tepatnya ke Banten.

Pada 10 November 1681, Sultan Ageng Tirtayasa mengirim utusan diplomatik ke Inggris di bawah pimpinan Tumenggung Naya Wipraya dan Jaya Sedana.

Selain itu, demi kepentingan politik kerajaan, Sultan juga menjalin hubungan persahabatan dengan para penguasa daerah, seperti Cirebon, Lampung, Gowa, Ternate, dan Aceh.

Strategi-strategi Sultan Ageng Tirtayasa yang dianggap sebagai perlawanan keras itu memicu VOC melakukan politik adu domba.

VOC mendekati Sultan Haji, putra Sultan Ageng Tirtayasa, yang saat itu hubungannya tengah merenggang.

Siasat VOC pun berhasil, hingga Sultan Haji mau bekerja sama dengan Belanda demi meruntuhkan kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa.

Pada 1683, Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dipenjara sehingga harus menyerahkan kekuasaannya politik kerajaan kepada Sultan Haji.

Berakhirnya perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa menjadi tanda berkibarnya kekuasaan VOC di Banten.

Referensi:

  • Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. (2008). Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/01/11/160000679/perjuangan-sultan-ageng-tirtayasa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke