Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Prasasti Mula Malurung: Sejarah Penemuan dan Isinya

Prasasti ini tidak berupa batu, tetapi terbuat dari lempengan-lempengan tembaga berukuran panjang 29,5-32,5 cm dengan lebar sekitar 10 cm.

Prasasti Mula Malurung dikeluarkan pada tahun 1255, ketika Kerajaan Singasari diperintah oleh Raja Wisnuwardhana.

Isi prasasti ini sangat panjang dan membahas banyak hal. Selain berisi pujian kepada Dewa Siwa, Prasasti Mula Malurung berisi tentang nama raja-raja Kerajaan Singasari dan pemberian tanah sima (bebas pajak) kepada tokoh bernama Pranaraja.

Sejarah penemuan Prasasti Mula Malurung

Kumpulan lempengan Prasasti Mula Malurung ditemukan pada dua waktu yang berbeda.

Sebanyak 10 lempengan (1, 2, 3, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12) ditemukan pada 1975 di dekat Kota Kediri, Jawa Timur.

Lempengan 1 disimpan di Pusat Penelitian Arkeologi, sementara yang lainnya di Museum Nasional di Jakarta.

Ternyata, lempengan 2 merupakan bagian dari lempengan 1 yang disimpan di Pusat Penelitian Arkeologi.

Pada Mei 2001, ditemukan tiga lempengan bagian Prasasti Mula Malurung di lapak penjual barang loak di Kediri, tidak jauh dari lokasi penemuan sebelumnya.

Tiga lempengan dari penemuan kedua ini adalah lempengan 2, 4, dan 6.

Keseluruhan lempeng Prasasti Mula Malurung saat ini disimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta.

Isi Prasasti Mula Malurung

Isi Prasasti Mula Malurung ditulis menggunakan aksara dan bahasa Jawa Kuno.

Sepuluh lempeng prasasti yang ditemukan pertama kali pada 1975 telah diteliti oleh Slamet Muljana dan hasilnya dimuat dalam bukunya, Negarakretagama dan Tafsir Sejarahnya (1979).

Berikut isi 10 lempengan Prasasti Mula Malurung yang diterjemahkan dan dianalisis oleh Slamet Muljana.

Nama-nama dalam Prasasti Mula Malurung

Prasasti Mula Malurung merupakan piagam pengesahan penganugerahan Desa Mula dan Desa Malurung untuk tokoh bernama Pranaraja.

Pranaraja memiliki nama asli Mapanji Bulindah, yakni seorang pejabat senior yang mengabdi pada masa pemerintahan kakek Sminingrat dan para raja penggantinya.

Selain itu, Prasasti Mula Malurung mengungkap banyak hal tentang kehidupan dan tokoh-tokoh di Kerajaan Singasari.

Bahkan isinya dianggap oleh para ahli lebih bisa dipercaya daripada Kitab Negarakertagama dan Pararaton yang terlalu banyak menggabungkan unsur supranatural dan realita, sehingga diragukan sebagai fakta sejarah.

Prasasti Mula Malurung dikeluarkan oleh Kertanegara atas perintah ayahnya pada 1177 Saka atau 1255 Masehi.

Kertanegara diketahui sebagai raja terakhir Kerajaan Singasari. Namun saat diberi mandat mengeluarkan prasasti ini, Kertanegara masih menjadi raja bawahan (yuwaraja) di Kediri, sementara yang memerintah Kerajaan Singasari adalah ayahnya, Seminingrat.

Nama Seminingrat juga ditemukan dalam Prasasti Maribong sebagai nama lain Raja Wisnuwardhana.

Prasasti Mula Malurung menyebut bahwa pendiri Kerajaan Tumapel atau Singasari adalah Bhatara Siwa, kakek dari Seminingrat.

Bhatara Siwa adalah gelar anumerta dari Ken Arok, seperti disebut juga dalam Kitab Negarakertagama ataupun Pararaton.

Prasasti ini menyebut nama Parameswara yang disebut sebagai raja Kediri.

Para ahli meyakini Parameswara identik dengan Mahisa Wong Teleng, putra tertua Ken Arok dan Ken Dedes.

Pengganti Parameswara adalah adik-adiknya, Guningbhaya, kemudian digantikan Tohjaya.

Sepeninggal Tohjaya, Seminingrat menyatukan kembali Kediri dengan Kerajaan Tumapel (Singasari).

Seminingrat juga menikahi putri Parameswara, Waning Hyun yang bergelar Jayawardhani, yang masih sepupunya sendiri.

Dari pernikahan Seminingrat atau Raja Wisnuwardhana dengan Waning Hyun lahir Kertanegara.

Apabila dicermati, Prasasti Mula Malurung menyebut Tohjaya sebagai penguasa Kediri, bukan raja Singasari.

Hal ini sejalan dengan Kitab Negarakertagama, yang tidak menyebut nama Tohjaya dalam urutan raja-raja Kerajaan Singasari.

Sedangkan dalam Kitab Pararaton, Tohjaya disebut sebagai raja Singasari ketiga yang berkuasa antara 1249-1250.

Di sisi lain, Prasasti Mula Malurung tidak sependapat dengan keterangan Kitab Negarakertagama yang menyatakan bahwa Kertanegara naik takhta menjadi Raja Singasari pada 1254.

Pada saat Prasasti Mula Malurung dikeluarkan, yakni pada 1255, Kertanegara ternyata masih menjadi raja bawahan di Kediri.

Dari Prasasti Mula Malurung juga tersirat bahwa pada masa Parameswara, Kediri pernah melepaskan diri dari Singasari yang diperintah oleh Anusapati (putra Ken Dedes dengan Tunggul Ametung).

Barulah ketika Seminingrat menikahi putri Parameswara, Kediri bersatu kembali dengan Singasari.

Referensi:

  • Achmad, Sri Wintala. (2021). Pesona dan Sisi Kelam Majapahit. Yogyakarta: Araska.
  • Syamsuddin, M. (2021). Ken Arok: Keistimewaan dan Kontroversi Anak Buangan yang Menjadi Raja Besar di Tanah Jawa. Yogyakarta: Araska.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/12/25/150000179/prasasti-mula-malurung--sejarah-penemuan-dan-isinya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke