Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Pelat Nomor Kendaraan di Indonesia

Pelat nomor kendaraan di Indonesia memuat kode wilayah, nomor registrasi, dan masa berlaku.

Regulasi lengkap mengenai TNKB diatur dalam Peraturan POLRI Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor.

Pasal 1 peraturan tersebut menyatakan bahwa TNKB berfungsi sebagai bukti legitimasi pengoperasian kendaraan bermotor (ranmor) berupa pelat atau berbahan lain dengan spesifikasi tertentu yang diterbitkan Polri.

Lebih lanjut peraturan tersebut juga memuat syarat bentuk, ukuran, bahan, warna, dan cara pemasangan TNKB.

Apabila menengok sejarahnya, pelat nomor kendaraan bermotor mulai dikenalkan di Indonesia pada masa penjajahan Belanda.

Sejak itu, pelat nomor kendaraan di Indonesia terus mengalami perkembangan, baik dari segi bentuk ataupun aturannya.

Berikut sejarah pelat nomor kendaraan di Indonesia.

Era kolonial Belanda

Pelat nomor kendaraan bermotor mulai dikenalkan oleh Belanda di Jawa pada tahun 1900.

Pada awalnya, belum ada standar resmi mengenai bentuk, ukuran, bahan, warna, dan cara pemasangan pelat nomor kendaraan pribadi.

Format yang dikenalkan Belanda hanya meliputi kode daerah (misalnya SB untuk Surabaya) dan nomor registrasi.

Sedangkan letak pemasangannya tidak selalu di bagian depan dan belakang kendaraan, ada yang memasangkannya di bagian samping.

Pelat nomor kendaraan pribadi memiliki sejumlah perbedaan dengan kendaraan pemerintah.

Untuk kendaraan pemerintah, Belanda menggunakan kode IN, yang ditempatkan pada pelat berbentuk elips.

Sementara nomor registrasi ditempatkan di bawahnya pada pelat berbentuk persegi panjang.

Standar resmi mengenai pelat nomor kendaraan bermotor perlahan diberlakukan pada 1917, seiring dengan dikeluarkannya peraturan mengenai registrasi pelat nomor dan Surat Izin Mengemudi (SIM).

Peraturan tersebut mewajibkan pemilik kendaraan untuk melakukan registrasi kendaraan bermotor secara nasional.

Selain itu, kode wilayah menggunakan sistem berbasis keresidenan, misalnya Keresidenan Surakarta (Solo, Boyolali, Karanganyar, Klaten, Sragen, Sukoharjo, dan Wonogiri) menggunakan pelat nomor AD.

Kode wilayah ini terus bertambah seiring dengan pemekaran wilayah keresidenan di daerah jajahan.

Pada masa Orde Baru, tepatnya sekitar tahun 1980-an, pelat nomor tidak hanya berisi kode wilayah dan nomor registrasi, tetapi juga dilengkapi masa berlaku.

Masa berlaku pelat nomor terdiri dari empat digit angka yang menandakan bulan dan kelipatan lima tahun pembelian kendaraan, yang dipisahkan oleh tanda titik (misalnya 08.88) dan ditulis lebih kecil dari nomor registrasi.

Untuk penempatan masa berlaku kendaraan, terdapat dua variasi desain, yakni di atas atau di bawah nomor registrasi.

Sehingga, sejak saat itu, tanda nomor kendaraan bermotor atau pelat nomor kendaraan di Indonesia telah memuat kode wilayah, nomor registrasi, dan masa berlaku.

Mulai saat itu, pemilik kendaraan juga wajib membayar pajak untuk memperbarui pelat nomor setiap lima tahun.

Era Reformasi hingga sekarang

Sejak dimulainya era Reformasi hingga sekarang, format tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) di Indonesia terbilang sering mengalami perubahan daripada periode sebelumnya.

Perubahan terlihat dari ukuran, warna, hingga detail-detail kecil pada TNKB.

Pada awal tahun 2000-an, terdapat perbedaan ukuran antara TNKB untuk kendaraan roda dua atau tiga dengan kendaraan roda empat atau lebih.

Ukuran TNKB kendaraan roda dua atau tiga adalah 250 × 105 mm sedangkan untuk roda empat atau lebih berukuran 395 × 135 mm.

Antara nomor registrasi dan masa berlaku terdapat tanda pemisah berupa garis.

Pada sudut kiri bawah dan kanan atas terdapat lambang Polisi Lalu Lintas, sementara pada sisi kanan bawah dan kiri atas terdapat tulisan "DITLANTAS POLRI", guna membuktikan keaslian TNKB.

Memasuki dekade kedua abad ke-21, desain TNKB di Indonesia kembali diubah.

Ukuran pelat diperpanjang, sebaliknya bentuk huruf diperlangsing untuk mengakomodasi angka dan jumlah huruf yang lebih panjang.

Ukuran TNKB kendaraan roda dua atau tiga menjadi 275 × 110 mm sedangkan untuk roda empat atau lebih berukuran 430 × 135 mm.

Tulisan "DITLANTAS POLRI" diganti dengan "Korlantas", tanpa garis pembatas di antara nomor registrasi dan masa berlaku kendaraan.

Pada empat sisi bagian tepi TNKB, diberi garis timbul yang warnanya sama dengan warna tulisan kode wilayah, nomor registrasi, dan masa berlaku.

Setiap jenis kendaraan memiliki warna pelat yang disesuaikan dengan fungsi atau statusnya, yakni:

Penggunaan warna yang berbeda bertujuan untuk memudahkan identifikasi kendaraan dan penyalahgunaan fungsi.

Memasuki dekade ketiga abad ke-21, Polri kembali melakukan perubahan pada TNKB di Indonesia.

Berdasarkan Peraturan POLRI Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor, perubahan terdapat pada warna TNKB.

Pasal 45 peraturan tersebut menyatakan bahwa TNKB memiliki empat warna dasar, di antaranya:

Merujuk peraturan tersebut, kendaraan pribadi di Indonesia secara bertahap berubah menggunakan pelat warna putih dengan tulisan hitam.

Perubahan pada warna TNKB ini diberlakukan untuk memudahkan deteksi pelanggaran lalu lintas seiring dengan digunakannya kamera tilang elektronik.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/12/23/150000379/sejarah-pelat-nomor-kendaraan-di-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke