Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kehidupan Politik Kerajaan Demak

Letak Kerajaan Demak berada di pesisir pantai utara Jawa, tepatnya di Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Segera setelah didirikan, kerajaan ini berkembang pesat dan mencapai puncak kejayaan ketika diperintah oleh Sultan Trenggono (1521-1546).

Namun, Kerajaan Demak tidak berdiri dalam waktu lama karena mengalami keruntuhan akibat perang saudara.

Wafatnya Sultan Trenggono pada 1546 menandai runtuhnya Kerajaan Demak.

Berikut ini kehidupan politik Kerajaan Demak selama hampir 70 tahun berdiri.

Didirikan oleh keturunan Majapahit

Sebelum berdiri kerajaan, Demak semula dikenal sebagai Kadipaten Glagahwangi di bawah pemerintahan Majapahit.

Pada 1478, seiring dengan keruntuhan Kerajaan Majapahit, Kadipaten Glagahwangi memisahkan diri dari kekuasaan pusatnya.

Raden Patah, putra Prabu Brawijaya V (Raja Majapahit yang berkuasa antara 1474-1498), kemudian meresmikan kerajaan baru yaitu Demak pada sekitar tahun 1481.

Dapat dikatakan bahwa secara politik, Kerajaan Demak bisa berdiri karena memanfaatkan kondisi Kerajaan Majapahit yang melemah dan tinggal menunggu waktu runtuhnya.

Sejak didirikan oleh Raden Patah, Kerajaan Demak mengalami tiga kali pergantian kepala negara atau raja.

Raja-raja Kerajaan Demak adalah sebagai berikut.

Peranan Wali Songo dalam sistem politik Kerajaan Demak

Proses berdirinya Kerajaan Demak juga tidak dapat dipisahkan dari peran besar Wali Songo, yang dikenal sebagai penyebar Islam di Jawa.

Sesaat berdirinya kerajaan, dibangun Masjid Agung Demak yang juga dibantu oleh Wali Songo.

Selain mendukung pendirian kerajaan dan membantu membangun Masjid Agung Demak, Wali Songo juga menjadi penasihat kerajaan.

Bahkan, peran Sunan Kudus pada masa Kesultanan Demak, selain sebagai penasihat kerajaan, juga menduduki posisi panglima perang dan hakim kerajaan.

Sunan Kalijaga juga berperan dalam memberikan corak kepemimpinan dan pengaturan hidup bernegara.

Dengan dukungan penuh Wali Songo yang mempunyai pengaruh sangat kuat dalam masyarakat Jawa, dalam waktu singkat Kerajaan Demak menjadi kerajaan besar.

Munculnya Kerajaan Demak bukan hanya merupakan revolusi dalam sistem kepemimpinan di Jawa, tetapi juga merupakan kelanjutan dari pola kepemimpinan tradisional.

Jiwa bebas, persamaan dan musyawarah yang merupakan ciri kepemimpinan dalam Islam hanya berkembang selama masa periode Demak saja.

Pengaruh Wali Songo, yang merupakan lambang musyawarah, berhadapan dengan sistem kekuasaan mutlak para raja dari daerah pedalaman.

Menjalankan diplomasi perkawinan

Berkat peran besar Wali Songo, Kerajaan Demak tampil sebagai pusat penyebaran agama Islam yang pengaruhnya melampaui Pulau Jawa, misalnya di Palembang, Kalimantan, dan Maluku.

Selama berdiri, Kerajaan Demak juga cenderung menjalankan diplomasi perkawinan untuk menyelesaikan pergolakan politik atau untuk meluaskan wilayah.

Diplomasi perkawinan misalnya dilakukan oleh Sultan Trenggono terhadap putri-putrinya.

Ratu Mas dikawinkan dengan Pangeran Langgar dari Madura, Ratu Mas Pemantingan dijodohkan dengan Panembahan Tejowulan, Ratu Mas Gorobang dengan Sultan Hasanudin dari Cirebon, Ratu Kalinyamat mendapatkan Pangeran Hadiri dari Aceh, dan sebagainya.

Kemudian, kerabat keraton atau putra mahkota diserahi tugas sebagai penguasa kadipaten.

Misalnya Ratu Kalinyamat sebagai penguasa Jepara, Pangeran Timur menjadi panembahan di Madiun, dan Jipang diserahkan kepada Arya Penangsang.

Runtuh karena perang saudara

Selain mengembangkan potensi yang ada untuk berkembang, Kerajaan Demak mengerahkan angkatan militernya guna menghalau bangsa Portugis yang mulai mengincar Nusantara.

Sultan Trenggono, yang membawa kerajaan pada masa kejayaan juga melakukan penaklukan di berbagai wilayah di Pulau Jawa.

Setelah Sultan Trenggono wafat pada 1546, terjadi perebutan kekuasaan di kalangan keluarga.

Pangeran Sekar Sedolepen yang seharusnya mewarisi takhta, justru dibunuh oleh Sunan Prawoto.

Arya Penangsang yang merupakan putra Sekar Sedolepen tidak tinggal diam dan berhasil membunuh Sunan Prawoto beserta para pendukungnya pada 1547.

Namun, Arya Penangsang akhirnya dikalahkan oleh Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya), menantu Sultan Trenggono yang menjadi adipati di Pajang.

Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Kerajaan Demak dan dimulainya pemerintahan Kerajaan Pajang di bawah pimpinan Sultan Hadiwijaya.

Referensi:

  • Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1994). Sejarah Daerah Jawa Tengah. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/08/04/140000579/kehidupan-politik-kerajaan-demak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke