Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pembangunan pada Masa Pemerintahan Raja Airlangga di Kahuripan

KOMPAS.com - Raja Airlangga dari Kerajaan Kahuripan dikenal sebagai pemimpin yang bijaksana dan sangat memikirkan kesejahteraan rakyatnya.

Salah satu langkah yang dilakukan Raja Airlangga untuk menyejahterakan rakyatnya adalah melalui pembangunan.

Berikut ini pembangunan pada masa pemerintahan Raja Airlangga di Kahuripan:

  • Pembangunan Sri Wijaya Asrama (1036).
  • Pembangunan Bendungan Waringin Sapta (1037) untuk mencegah banjir musiman.
  • Perbaikan Pelabuhan Hujung Galuh di muara Sungai Brantas.
  • Pembangunan jalan-jalan yang menghubungkan daerah pesisir ke pusat kerajaan.
  • Peresmian pertapaan Gunung Pucangan (1041).
  • Pemindahan ibu kota kerajaan dari Kahuripan ke Daha.

Namun, sebelum memulai semua pembangunan tersebut, Raja Airlangga telah melalui banyak konflik dan perang hingga berhasil mendirikan Kerajaan Kahuripan yang damai.

Berdirinya Kerajaan Kahuripan

Sejarah Kerajaan Kahuripan dimulai dari runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Medang di Jawa Timur akibat serangan Raja Wurawari dari Lwaram pada 1016 Masehi.

Raja Kerajaan Medang, Dharmawangsa Teguh, tewas dalam pertempuran melawan Raja Wurawari yang mendapatkan dukungan dari Sriwijaya.

Bukan hanya itu, serangan Raja Wurawari juga menewaskan banyak pembesar Kerajaan Medang. Namun, Airlangga yang merupakan keponakan sekaligus menantu Raja Dharmawangsa Teguh, berhasil melarikan diri ke dalam hutan.

Airlangga kemudian tinggal di hutan bersama abdi setianya, Narottama. Ia juga berteman dengan para pertama di hutan.

Setelah tiga tahun bersembunyi di hutan, Airlangga kemudian berniat melanjutkan takhta Kerajaan Medang atas permintaan pendeta Siwa, Buddha, dan Mahabrahmana yang datang menemuinya.

Namun, lantaran Medang sudah hancur, Airlangga pun membangun kerajaan baru di Watan Mas pada 1023 Masehi.

Airlangga kemudian dinobatkan sebagai raja dengan gelar Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramatunggadewa.

Pada 1025 Masehi, pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Jawa mulai menghilang, sehingga Airlangga bisa memperluas wilayahnya.

Namun, pada 1032 Masehi, Airlangga terpaksa memindahkan pusat pemerintahan kerajaannya karena istana di Watan Mas dihancurkan oleh seorang raja wanita dari Tulungagung.

Airlangga pun melarikan diri ke Desa Patakan ditemani Mapanji Tumanggala.

Pelarian Airlangga dari Watan Mas ke Desa Patakan diketahui melalui Prasasti Terep yang berangka tahun 1032 Masehi.

Meski begitu, pada tahun yang sama, Airlangga berhasil mengalahkan Raja Wurawari sekaligus membalaskan dendam atas keruntuhan Kerajaan Medang.

Pada 1037 Masehi, Airlangga kemudian memindahkan dan membangun ibu kota kerajaan di Kahuripan (kini di sekitar wilayah Sidoarjo).

Pembangunan ibu kota baru Kerajaan Kahuripan ini tertulis dalam Prasasti Kamalagyan.

Masa damai dan pembangunan Raja Airlangga

Setelah memindahkan ibu kota kerajaan dan peperangan usai, Raja Airlangga mulai memikirkan kesejahteraan rakyatnya.

Pada 1037, ia memerintahkan pembangunan Bendungan Waringin Sapta agar rakyat yang tinggal di desa-desa di tepi Sungai Brantas tidak terkena banjir musiman lagi.

Pembangunan Bendungan Waringin Sapta oleh Raja Airlangga juga tertulis dalam Prasasti Kamalagyan.

Dalam prasasti yang ditemukan di Dusun Klagen, Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo, itu tertulis bahwa Raja Airlangga turut bergotong-royong bersama rakyatnya dalam membangun bendungan.

Selain bendungan, Raja Airlangga juga membangun jalan, memperbaiki Pelabuhan Hujung Galuh, membangun Sri Wijaya Asrama, meresmikan pertapaan Gunung Pucangan, dan membangun pusat pemerintahan anyar di Daha.

Bukan hanya lewat pembangunan, Raja Airlangga juga menyejahterakan rakyatnya dengan meringankan beban pajak untuk mereka yang sering terkena musibah.

Akhir pemerintahan Airlangga

Pada 1042 Masehi, Raja Airlangga kembali memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Kahuripan ke Daha (sekarang Kediri).

Pembangunan pusat pemerintahan kerajaan di Daha diketahui lewat Prasasti Pamwatan (Pamotan) yang dikeluarkan Raja Airlangga pada tahun 964 Saka atau tepatnya 19 Desember 1042 Masehi.

Prasasti Pamwatan sekaligus menjadi catatan terakhir masa pemerintahan Raja Airlangga di Kerajaan Kahuripan.

Sebab, pada November 1042 Masehi, Raja Airlangga memutuskan mundur dari takhta dan membagi kerajaannya menjadi dua wilayah untuk kedua putranya, yakni Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan.

Sri Samarawijaya mendapatkan wilayah bagian barat yang diberi nama Kerajaan Panjalu dengan pusat kota baru di Kota Dahana.

Sementara itu, Mapanji Garasakan mendapatkan wilayah timur bernama Kerajaan Janggala yang berpusat di kota lama, yakni Kahuripan.

Dalam Kitab Nagarakretagama juga disebutkan bahwa nama Kerajaan Kahuripan telah berubah menjadi Panjalu saat dipindahkah oleh Raja Airlangga ke Daha.

Oleh sebab itu, Raja Airlangga pun menjadi satu-satunya raja di Kerajaan Kahuripan.

Referensi:

Sukatno, Otto. (2021). Pararaton: Wangsa Itsyana Mpu Sendok dan Kerajaan Kahuripan. Indonesia: Nusamedia.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/07/28/180708379/pembangunan-pada-masa-pemerintahan-raja-airlangga-di-kahuripan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke