Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Puputan Klungkung: Penyebab dan Jalannya Perang

Klungkung jatuh setelah ditaklukkan Belanda pada perang Puputan Klungkung, yang menewaskan rajanya, Dewa Agung Jambe II, bersama hampir seluruh rakyat dan laskar Klungkung.

Sebelum perang tersebut pecah, perlawanan terhadap kesewenangan pemerintah kolonial Belanda telah berlangsung.

Hal itu karena patroli keamanan di wilayah Klungkung yang dilakukan oleh Belanda dianggap telah melanggar kedaulatan kerajaan.

Penyebab Puputan Klungkung

Penyebab pecahnya Puputan Klungkung adalah patroli yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda di wilayah kerajaan sejak pertengahan April 1908.

Belanda melakukan patroli di Desa Gelgel, yang membuat marah segenap warga dan para pembesar Kerajaan Klungkung.

Karena kegiatan itu dianggap telah melanggar kedaulatan kerajaan, maka terjadi penyerangan terhadap patroli Belanda.

Penyerangan tersebut membuat 10 serdadu kolonial mati, termasuk pemimpinnya yang bernama Letnan Haremaker.

Mendengar kejadian itu, pihak kolonial Belanda murka dan menuduh Kerajaan Klungkung melakukan pemberontakan.

Raja Klungkung saat itu, Raja Dewa Agung Jambe II, mendapat ultimatum untuk menyerah dengan batas waktu sampai 22 April 1908.

Akan tetapi, ultimatum tersebut dihiraukan oleh raja dan rakyat Klungkung karena semangat menjaga kedaulatan.

Karena ultimatumnya dihiraukan, pihak Belanda bersiap untuk menyerang Klungkung dengan modal beberapa meriam.

Jalannya Puputan Klungkung

Pada 20 April 1908, pemerintah kolonial Belanda di Batavia mengirimkan pasukan tambahan untuk menyerang Kerajaan Klungkung.

Sedangkan rakyat Klungkung maju berperang bermodalkan semangat gagah berani beserta tombak dan keris.

Pada 21 April 1908, pasukan dari Klungkung telah dikalahkan dengan mudah oleh pasukan Belanda, tetapi masih menolak untuk menyerah.

Setelah dibombardir selama 6 hari, pasukan tambahan Belanda dari Batavia datang di Desa Kusamba dan Jumpai.

Pasukan tambahan itu langsung melakukan perlawanan terhadap Klungkung dan berhasil mengepung Istana Samarapura pada 27 April 1908.

Pada perang tersebut, beberapa tokoh pembesar Kerajaan Klungkung gugur, seperti Cokorda Gelgel, Dewa Agung Gede Semarabawa, Dewa Agung Muter, dan putra mahkota kerajaan.

Keadaan yang semakin genting tersebut justru membuat Raja Dewa Agung Jambe II maju menyerang Belanda.

Bersama dengan sekitar 3.000 laskarnya, raja menyerang hingga akhirnya gugur di medan perang pada 28 April 1908.

Gugurnya Raja Dewa Agung Jambe II, menandai jatuhnya Kerajaan Klungkung ke pemerintah kolonial Belanda. Setelah itu, Belanda juga membakar istana Klungkung.

Pada Oktober 1908, istana tersebut dibangun kembali dan Klungkung dijadikan daerah swapraja, seperti Gianyar dan Karangasem.

Referensi:

  • Sutaba, Made dkk. (1983). Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Daerah Bali. Jakarta: Dirjen Kebudayaan.

https://www.kompas.com/stori/read/2021/12/15/110000579/puputan-klungkung--penyebab-dan-jalannya-perang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke