Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kerajaan Kahuripan: Sejarah, Raja, Keruntuhan, dan Peninggalan

Kerajaan ini didirikan oleh Raja Airlangga pada 1019, sebagai kelanjutan dari Kerajaan Mataram Kuno periode Jawa Timur (Kerajaan Medang).

Ibu kota kerajaannya terletak di Kahuripan, dekat lembah Gunung Penanggungan, sekitar Sidoarjo sekarang.

Kerajaan ini berumur sangat pendek dan Raja Airlangga menjadi satu-satunya penguasa yang pernah memerintah.

Kendati demikian, Kerajaan Kahuripan tidak runtuh karena serangan musuh. Pada 1045, Raja Airlangga memutuskan turun takhta dan membagi kerajaannya untuk menghindari perang saudara.

Sejarah berdirinya Kerajaan Kahuripan

Sejarah berdirinya Kerajaan Kahuripan dapat ditelusuri dari peristiwa runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno periode Jawa Timur atau Kerajaan Medang.

Pada 1016, ibu kota Kerajaan Medang yang terletak di Watan (sekitar Madiun sekarang) diserang oleh Raja Wurawari dari Lwaram (sekutu Kerajaan Sriwijaya).

Kala itu, kerajaan diperintah oleh Raja Dharmawangsa Teguh, yang berkuasa antara tahun 985-1017.

Akibat serangan tersebut, banyak pembesar Kerajaan Medang tewas dalam pertempuran, termasuk Raja Dharmawangsa Teguh.

Airlangga, yang merupakan keponakan sekaligus menantu Dharmawangsa Teguh, berhasil menyelamatkan diri ke dalam hutan.

Bersama abdinya yang sangat setia bernama Narottama, Airlangga tinggal di hutan dan berteman dengan para pertapa.

Tiga tahun berselang, pedeta Siwa, Buddha, dan Mahabrahmana datang untuk memintanya melanjutkan Kerajaan Medang.

Setelah dinobatkan menjadi raja pada tahun 1020, Airlangga mendapatkan gelar Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramatunggadewa.

Karena Kerajaan Medang telah hancur, ia membangun kerajaan baru di Wwatan Mas.

Pada 1032, Raja Airlangga memindahkan ibu kotanya ke Kahuripan setelah diserang musuh.

Perkembangan Kerajaan Kahuripan

Kondisi pemerintahan pada masa Airlangga menjadi raja dapat diketahui dari sumber sejarah Kerajaan Kahuripan yang berupa prasasti.

Pada awal berdirinya kerajaan, wilayah kekuasaannya hanya meliputi daerah Sidoarjo, Pasuruan, dan sebagain Mojokerto.

Oleh karena itu, sebagian besar masa pemerintahan Raja Airlangga dipenuhi dengan peperangan untuk menaklukkan kembali wilayah-wilayah yang pernah melepaskan diri dari Kerajaan Medang.

Dari Prasasti Pucangan, dapat diketahui bahwa antara tahun 1029-1037, Raja Airlangga menyerang semua musuh yang memiliki andil dalam runtuhnya Kerajaan Medang bersama Raja Wurawari.

Setelah semua musuh dapat ditaklukkan, sang raja memusatkan perhatiannya untuk membangun kerajaan.

Kemajuan pada masa pemerintahannya dapat dilihat dari pesatnya pembangunan, termasuk pembangunan bendungan, pelabuhan, dan jalan.

Raja Airlangga juga meringankan beban pajak rakyatnya yang sering terkena musibah.

Selain itu, pada masa pemerintahan Raja Airlangga terdapat seorang pujangga ulung bernama Mpu Kanwa, yang terkenal dengan karyanya berjudul kitab Arjunawiwaha.

Akhir kekuasaan Kerajaan Kahuripan

Disebutkan dalam Prasasti Pamwatan bahwa menjelang akhir pemerintahannya, Raja Airlangga memindahkan ibu kota kerajaan ke Daha (Kediri).

Di saat yang sama, ia tengah berhadapan dengan masalah suksesi kerajaan karena putrinya, Sri Sanggramawijaya Dharmmaprasadottunggadewi, yang seharusnya mewarisi takhta justru memilih untuk menjadi pertapa.

Persoalan muncul ketika anak laki-laki Dharmawangsa Teguh, yaitu Samarawijaya, menuntut haknya.

Oleh sebab itu, Raja Airlangga memutuskan membagi Kerajaan Kahuripan untuk putranya, Mapanji Garasakan, dan sepupunya, Sri Samarawijaya.

Kerajaan Jenggala yang ibu kotanya terletak di Kahuripan diberikan kepada Mapanji Garasakan, sementara Kerajaan Panjalu atau Kediri yang berpusat di Daha diberikan kepada Sri Samarawijaya.

Peristiwa pembagian kekuasaan ini menandai akhir dari pemerintahan Kerajaan Kahuripan.

Setelah turun takhta, Airlangga memilih untuk menjadi pertapa hingga akhir hayatnya pada 1049.

Dengan begitu, Airlangga menjadi pendiri sekaligus satu-satunya raja Kerajaan Kahuripan.

Peninggalan Kerajaan Kahuripan

  • Candi Belahan
  • Candi Semar Jalatunda
  • Prasasti Kamalgnyan
  • Prasasti Pucangan
  • Prasasti Pamwatan
  • Prasasti Cane
  • Prasasti Baru
  • Prasasti Terep
  • Kitab Arjunawiwaha

Referensi:

  • Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Eds). (2008). Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno. Jakarta: Balai Pustaka.

https://www.kompas.com/stori/read/2021/08/10/090000679/kerajaan-kahuripan-sejarah-raja-keruntuhan-dan-peninggalan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke