Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Slamet Riyadi: Peran, Perjuangan, dan Akhir Hidup

Pada masa perang kemerdekaan, Slamet Riyadi memimpin tentara Indonesia di Surakarta.

Ia melawan Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. 

Perlawanannya dimulai dengan kampanye gerilya. Tahun 1947, ia berperang melawan Belanda di Ambarawa dan Semarang.

Semasa Agresi Militer I, Belanda menguasai kota, tetapi Riyadi berhasil merebut kembali kota tersebut. 

Pada 1950, setelah revolusi berakhir, Riyadi dikirim ke Maluku untuk memerangi Republik Maluku Selatan.

Kehidupan Awal

Slamet Riyadi lahir dengan nama Soekamto di Surakarta, Jawa Tengah, 26 Juli 1927. 

Ia merupakan putra kedua dari Raden Ngabehi Prawiropralebdo, seorang perwira tentara Kasunanan, dan Soetati, penjual buah. 

Ketika Soekamto berusia satu tahun, ibunya tidak sengaja menjatuhkannya. Sejak saat itu, ia pun sering sakit-sakitan.

Untuk menyembuhkan penyakitnya, keluarganya pun membawa Soekamto menjalani sebuah ritual tradisional suku Jawa kepada pamannya, Warnenhardjo. Usai ritual, namanya pun diubah menjadi Slamet. 

Slamet mengawali pendidikannya di sekolah milik Belanda. Ia bersekolah di HIS Ardjoeno atau sekolah zaman Belanda. 

Ketika ia bersekolah di Sekolah Menengah Mangkoenegaran, ia memperoleh nama belakang Rijadi karena ada banyak siswa di sekolahnya yang bernama Slamet.

Setelah lulus dari sekolah menengah, pada masa pendudukan Jepang, ia melanjutkan pendidikannya di Akademi Pelaut di Jakarta.

14 Februari 1945, setelah Jepang mulai mengalami kekalahan dalam Perang Duni II, Riyadi bersama rekannya meninggalkan asrama dan mengambil senjata.

Riyadi pulang ke Surakarta dan mulai mendukung gerakan perlawanan di sana.

Perjuangan

Setelah Jepang menyerah, Belanda berusaha untuk kembali menjajah Indonesia.Karena tidak ingin hal itu terjadi, rakyat Indonesia melakukan perlawanan.

Riyadi mulai melakukan kampanye gerilya melawan Belanda. Ia bertanggung jawab atas Resimen 26 di Surakarta.

Selama Agresi Militer Belanda I, Riyadi memimpin pasukan Indonesia di beberapa daerah di Jawa Tengah, termasuk Ambarawa dan Semarang.

Bulan September 1948, Riyadi mendapat promosi dan diberi tanggung jawab atas empat batalion tentara dan satu batalion tentara pelajar.

Dua bulan setelahnya, Belanda melancarkan serangan kedua. Kali ini mereka menargetkan Kota Yogyakarta, yang saat itu menjadi ibu kota. 

Riyadi menerapkan kebijakan "berpencar dan menaklukkan" dalam melawan Belanda. Dalam kurun waktu empat hari, Riyadi berhasil menghalau tentara Belanda. Pasukan Slamet Riyadi menewaskan tujuh orang dan menawan tiga orang Belanda.

Setelah gencatan senjata, kota Solo pun diserahkan oleh Belanda ke Republik Indonesia. 

Pada 10 Juli 1950, Slamet Riyadi ditugaskan untuk menumpas pemberontakan Kapten Abdul Aziz di Makassar dan Republik Maluku Selatan yang dipelopori Dr. Soumokil.

Tanggal 4 November 1950, saat sedang berusaha menumpas pemberontakan RMS di Gerbang Benteng Victoria, Ambon, pasukan Slamet Riyadi bertemu segerombolan pasukan yang bersembunyi di benteng tersebut dengan mengibarkan bendera merah putih.

Melihat bendera tersebut, Riyadi memerintahkan pasukannya untuk menghentikan penyerangan karena ia yakin bahwa mereka adalah Tentara Siliwangi.

Namun dugaan Riyadi salah. Ternyata mereka adalah segerombolan pemberontakan RMS. 

Akhir Hidup

Saat Slamet Riyadi keluar dari panser (kendaraan perang), ia langsung dihujani tembakan oleh para pasukan RMS.

Slamet Riyadi pun wafat pada 4 November 1950, setelah perutnya tertembak di depan Gerbang Benteng Victoria di Kota Ambon.

Setelah tertembak, Riyadi segera dibawa ke rumah sakit. 

Namun, di atas kapal di perairan Tulehu, Maluku Tengah, Riyadi menghembuskan napas terakhirnya. Jasad Slamet Riyadi dimakamkan di Tulehu atas permintaan masyarakat setempat.

Untuk menghargai jasa perjuangannya, dibangunlah Monumen Slamet Riyadi di Surakarta, kota kelahirannya.

Monumen Slamet Riyadi diresmikan pada 12 November 2007 oleh Kasad Jenderal TNI Joko Santoso.

Kemudian tanggal 9 November 2007, ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia dan dianugerahi Bintang Maha Putra Adi Pradana. 

https://www.kompas.com/stori/read/2021/07/08/070000179/slamet-riyadi--peran-perjuangan-dan-akhir-hidup

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke