Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ancaman Militer dari Luar Negeri Sejak Kemerdekaan Indonesia

Integrasi nasional yang dibutuhkan untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sendiri telah menghadapi berbagai macam ancaman.

Salah satu ancaman yang didapat adalah ancaman militer. 

Ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.

Ancaman militer terhadap integrasi nasional dapat berasal dari luar negeri. 

Bentuk ancaman militer yang berasal dari luar negeri sepanjang sejarah negara indonesia antara lain adalah:

Agresi Militer

Agresi Militer Belanda I 

Agresi Militer adalah serangan militer yang dilakukan Belanda terhadap wilayah Jawa dan Sumatera yang dikuasai oleh Republik Indonesia. 

Serangan ini terjadi antara 21 Juli sampai 4 Agustus 1947, yang disebut sebagai Agresi Militer Belanda I atau Operasi Produk. 

Serangan ini dilancarkan dengan cara melanggar perjanjian Linggarjati antara Republik dan Belanda. 

Melalui perjanjian ini, akan dibentuk sebuah persemakmuran antara Kerajaan Belanda dan Indonesia. 

Namun, pada 20 Juli 1947, Van Mook, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, menyatakan bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan perjanjian tersebut. 

Sejak saat itu, meletuslah Agresi Militer Belanda I. 

Pada Mei 1947, Belanda memutuskan untuk melakukan penyerangan kepada Republik guna mengakses komoditas di daerah-daerah yang dikuasai Republik.

Khususnya, gula di Jawa dan minyak serta karet di Sumatera. Akhirnya, pada 21 Juli, Belanda mengerahkan tiga divisi di Jawa. 

Belanda juga mengerahkan tiga brigade di Sumatera. Operasi ini kemudian mengakibatkan pendudukan sebagian besar Jawa dan Sumatera hanya memberi perlawanan lemah.

Namun, TNI dan pasukannya tetap melakukan operasi gerilya dari perbukitan di wilayah yang dikuasai Belanda.

Belanda membalas melalui serangan udara dan blokade wilayah yang dikuasai Republik. 

Pemerintah Indonesia secara resmi mengadukan agresi militer Belanda kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) karena Belanda telah melakukan pelanggaran terhadap Perjanjian Linggarjati. 

Sejak saat itu, gencatan senjata akhirnya tercipta, namun hanya untuk sementara.

Belanda kembali mengingkari janjinya dalam perjanjian berikutnya yang telah disepakati dengan menggencarakan operasi militer yang lebih besar.

Serangan ini dilakukan pada 19 Desember 1948 yang disebut Agresi Militer Belanda II. 

Agresi Militer Belanda II 

Agresi Militer Belanda II terjadi pada 19 Desember 1948 yang dilancarkan karena Belanda merasa Indonesia telah mengkhianati isi Perundingan Renville. 

Kesepakatan dari perundingan Renville telah disepakati pada 19 Januari 1948, tetapi masih terdapat perdebatan pasca penandatanganan. 

Kedua belah pihak saling menuduh bahwa salah satu pihak sudah mengkhianati perundingan. Alasan inilah yang kemudian membuat Belanda melancarkan agresi militer keduanya. 

Serangan ini dipimpin oleh Letnan Jenderal S.H. Spoor dan Engels. Agresi dimulai saat Belanda menyerang Yogyakarta, ibukota Indonesia pada saat itu. 

Terdengar letusan bom pertama dari Timur Yogyakarta, tepatnya di Wonocatur dan Maguwo.

Keesokan harinya, setelah Belanda menawan pemerintah RI, Soekarno, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, dan beberapa tokoh lainnya, Belanda menghentikan penyerangannya. 

Pejabat pemerintah RI pun mulai diberangkatkan ke tempat pengasingan. 

Tempat pengasingan mereka, yaitu:

  • Pulau Bangka
  • Medan
  • Brastagi dan Prapat
  • Kampung Dul Pangkalpinang
  • Bukit Menumbing

Pelanggaran Wilayah oleh Negara Lain

Pelanggaran wilayah adalah penyalahgunaan atau mengeksploitasi di suatu lingkup wilayah di mana suatu negara tidak memiliki hak atau berada di luar garis batas negaranya sampai melanggar batas wilayah negara lain.

Beberapa wilayah negara lain yang pernah bersengketa dengan Indonesia adalah:

Pulau Sipadan dan Ligitan 

Sengketa Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas kepemilikan terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar, yaitu Pulau Sipadan.

Persengketaan ini mencuat pada 1967, saat keduanya bertemu dalam pertemuan teknis hukum laut antar kedua negara. 

Masing-masing negara rupanya memasukkan Pulau Sipadan dan Ligitas ke dalam batas-batas wilayah mereka. 

Karena Malaysia memiliki argumen yang lebih kuat, di mana kedua pulau ini lebih banyak dikelola orang Malaysia. 

Oleh karena itu, Mahkamah Internasional memandang bahwa kedua pulau ini lebih stabil di bawah kepemerintahan Malaysia. 

Ambalat 

Perseteruan antara Indonesia dan Malaysia masih terus terjadi, salah satunya di Ambalat. 

Sejak akhir tahun 1960, Malaysia membuat pemetaan daerah yang baru di mana Pulau Sipadan dan Ligitan masuk ke wilayah negeri Malaysia. 

Negara ini kemudian mulai menyebut bahwa Blok Ambalat termasuk ke dalam wilayahnya. 

Sampai saat ini, konflik kepemilikan wilayah pun masih bergulir. 

Natuna 

Hubungan Indonesia dan Cina memanas akibat sengketa di perairan Kepulauan Natuna. 

Ketegangan terjadi dipicu oleh aksi kapal-kapal nelayan asal Cina yang memasuki kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna. 

Indonesia berpegang pada ZEE, sedangkan Cina menjadikan sembilan garis putus-putus sebagai patokan menyerang perairan Natuna masuk dalam wilayahnya. 

Dari persengketaan ini, pada 1982, ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional melalui UNCLOS 1982 atau hasil Konferensi-Konferensi PBB mengenai hukum laut.

Isi UNCLOS adalah "Tiongkok merupakan salah satu bagian dari UNCLOS 1982. Oleh karena itu, menjadi kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati implementasi dari UNCLOS 1982".

Spionase

Spionase adalah praktik pengintaian, memata-matai, guna mengumpulkan informasi mengenai sebuah organisasi atau lembaga yang dianggap rahasia. 

Beberapa aksi spionase yang terjadi di Indonesia adalah:

Allen Pope 

Allen Lawrence Pope merupakan seorang tentara bayaran yang ditugasi CIA dalam berbagai misi.

Salah satu misinya di Indonesia adalah membantu pemberontakan PRRI/Permesta.

Namun, ia berhasil ditangkap oleh TNI ketika berupaya mengebom armada gabungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dengan pesawat B-26 Invader AUREV.

Pesawatnya berhasil dilumpuhkan oleh P-51 Mustang milik Angkatan Udara RI yang diterbangkan oleh Ignatius Dewanto.

Dari penangkapan ini kemudian terkuak bahwa Allen Pope berkaitan dengan operasi CIA. Ia menyusup gerakan untuk menggulingkan Soekarno. 

Intel Soviet 

Jaringan intelijen Uni Soviet pernah beraksi di Jakarta pada 1982. Perwira tinggi, TNI Letkol Soesdarjanto, membocorkan dokumen data-data kelautan Indonesia kepada Alecandre Finenko, intel maskapai Aeroflot di Jakarta.

Soesdarjanto ditangkap di rumah makan saat menyerahkan dokumen kepada atase militer Soviet, Sergei Egorov.

Sedangkan Finenko ditangkap pada 6 Februari 1982. Tokoh yang berperan dalam pengungkapan kasus ini adalah Mayor Jenderal Norman Sasono.

Saat itu ia menjabat sebagai Pelaksana Khusus Panglima Kopkamtib Daerah Jakarta.

Penyadapan Intelijen Australia 

Dinas Intelijen Australia pernah berupaya meyadap telepon seluler Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan istrinya, Ani Yudhoyono. 

Skandal ini diungkap oleh mantan mata-mata asal Amerika Serikat, Edward Snowden melalui dokumen rahasia yang ia bocorkan. 

Dokumen ini berisi daftar target penyadapan percakapan telepon pada 2009, yaitu Presiden SBY, Wakil Presiden Boediono, Jusuf Kalla, dan sebagainya. 

Penyadapan ini dilakukan karena bagi Australia, Indonesia merupakan negara tetangga dekat yang paling maju dari Australia. 

Aspek perdagangan juga sangat mempengaruhi ekspor dua negara tersebut. 

Philip Dorling

Mantan Diplomat, Philip Dorling, mengungkapkan bahwa Australia telah lama mengintai Indonesia. 

Kedutaan Besar Australia di Jakarta menjadi lokasi pertama operasi badan intelijen Australia di luar negeri. 

Aksi spionase ini bermula dari kerja sama dengan unit intelijen Inggris MI6. Lebih jauh lagi, kerja sama dengan badan intelijen Amerika Serikat (CIA). 

Salah satu aksi spionase yang Australia lakukan adalah mengamati tindak tanduk militer Indonesia sebelum dan sesudah jajak pendapat Timor Timur. 

Sabotase 

Sabotase adalah tindakan perusakan yang dilakukan secara terencana, disengaja, dan tersembunyi terhadap peralatan, personel, dan aktivitas dari bidang sasaran yang ingin dihancurkan. 

Adapun beberapa aksi sabotase yang pernah terjadi di Indonesia adalah:

  1. Merusak fasilitas umum, seperti jalan dan jembatan agar tidak bisa dimanfaatkan oleh penjajah.
  2. Tindakan merusak dan menghancurkan peralatan, senjata, atau bangunan untuk mencegah keberhasilan musuh atau pesaing

Aksi Teror dari Jaringan Internasional

Aksi teror dari jaringan internasional adalah teror yang dilakukan oleh orang atau kelompok luar negeri kepada suatu negara.

Beberapa aksi teror jaringan internasional yang pernah terjadi di Indonesia, yaitu:

1981

Lima orang teroris membajak pesawat Garuda Indonesia penerbangan 206, 28 Maret 1981 dari Palembang menuju Medan. 

Para teroris ini bersenjata senapan mesin dan granat. 

Dinyatakan satu kru pesawat tewas, satu tentara komando tewas, dan 3 teroris tewas. 

1985 

Bom Candi Borobudur, 21 Januari 1985. 

2000 

Bom Kedubes Filipina, 1 Agustus 2000. Bom meledak dari sebuah mobil yang diparkir di depan rumah duta besar Filipina, Menteng, Jakarta Pusat. 

Dua orang tewas dan 21 luka-luka, termasuk Duta Besar Filipina, Leonides T Caday. 

2004

Bom Kedubes Australia, 9 September 2004. 

https://www.kompas.com/stori/read/2021/06/03/133753179/ancaman-militer-dari-luar-negeri-sejak-kemerdekaan-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke