Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Basuki Rahmat: Kehidupan, Kiprah, dan Akhir Hidup

Ia pun juga dipercaya untuk menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri sejak kabinet pertama Soeharto periode Maret 1966 sampai 1968. 

Kehidupan

Basuki Rahmat lahir pada 4 November 1921 di Kecamatan Senori, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. 

Ayahnya bernama Raden Soedarsono Soemodihardjo adalah seorang asisten residen (Wedana). Sang ibu bernama Soeratni. 

Saat Basuki berusia tujuh tahun, ia mengawali pendidikannya di sekolah dasar. Pada 1932, saat sang Ayah meninggal, pendidikan Basuki pun harus terhenti.

Ia kemudian dikirim untuk tinggal bersama pamannya. Basuki melanjutkan pendidikannya sampai tingkat Sekolah Menengah Pertama.

Setelah lulus SMP pada 1939, ia lanjut ke SMA Yogyakarta Muhammadiyah dan lulus pada 1942, bersamaan dengan mulainya Jepang menduduki Indonesia.

Kiprah Militer

Pada 1943, Basuki mulai bergabung dalam Pembela Tanah Air (PETA), organisasi militer buatan Jepang. 

Di PETA, Basuki diangkat menjadi komandan Kompi. 

Pada 17 Agustus 1945, saat diproklamasikan kemerdekaan Indonesia, Basuki bersama pemuda lain bergabung untuk membentuk tentara Angkatan Darat Indonesia.

Mereka pun membentuk Tentara Keamanan Rakyat pada 5 Oktober 1945. 

Masih di bulan yang sama, Basuki ditugaskan dalam TKR di Kota Ngawi, Jawa Timur. 

Di sana, ia bertugas di Kodam VII/Brawijaya, komando militer yang bertanggung jawab atas keamanan provinsi Jawa Timur. 

Pada masa penugasan ini, Basuki menjabat beberapa posisi:

  • Komandan Batalyon di Ngawi (1945-1946)
  • Komandan Batalyon di Ronggolawe (1946-1950)
  • Komandan Resimen di Bojonegoro (1950-1953)
  • Kepala Staf Panglima Tentara dan Teritorium V/Brawijaya (1953-1956)
  • Penjabat Panglima Daerah Militer V/Brawijaya (1956)

Lalu, pada September 1956, Basuki dipindahkan ke Melbourne, Australia. 

Di sana, Basuki bertugas sebagai atase militer di Kedutaan Besar Republik Indonesia.

Tiga tahun berselang, November 1959, Basuki kembali ke tanah air. 

Setelah kembali ke Indonesia, ia menjabat sebagai Asisten IV/Logistik di bawah Kepala Staf Angkatan Darat Abdul Haris Nasution atau AH Nasution. 

Batalyon 530

Pada 30 September 1965, terdapat sebuah kelompok yang menyebut diri mereka Gerakan 30 September. 

Pada 1 Oktober 1965, Basuki dihubungi oleh Markas Besar Angkatan Darat.

Ia diberi kabar perihal penculikan para jenderal. 

Mendengar hal ini, Basuki pun bersama rekannya berkendara di sekitar kota untuk memeriksa apa yang sedang terjadi.

Saat sedang mengemudi, Basuki melihat pasukannya dari Jawa Timur, Batalyon 530, sedang menjaga Istana Kepresidenan tanpa memakai identitas apapun. 

Setelah kembali ke markas, ia mendapati bahwa Panglima Kostrad, Mayor Jenderal Soeharto sudah memutuskan untuk mengambil alih kepemimpinan Angkatan Darat.

Dari Soeharto inilah Basuki tahu bahwa Gerakan 30 September sudah menggunakan pasukan dari Batalyon 530 untuk menduduki tempat-tempat strategis di Jakarta.

Soeharto pun memerintah Basuki untuk bertemu dengan pasukan tersebut.

Basuki diminta untuk bernegosiasi kepada mereka agar bersedia menyerahkan diri sebelum pukul 06.00 atau Soeharto akan menindak pasukan tersebut.

Basuki pun mengikuti perintah Soeharto.

Ia berhasil melakukan negosiasi dengan pasukan Batalyon 530, sehingga pada pukul 16.00, Batalyon 530 menyerahkan diri ke Kostrad. 

Supersemar

Pada Februari 1966, terjadi reshuffle kabinet yang dilakukan oleh Presiden Soekarno.

Basuki diangkat menjadi Menteri Urusan Veteran.

Dalam jabatan ini ia bertugas untuk memastikan kekhawatiran para veteran akan ditangani, mengingat saat itu kondisi ekonomi sudah memburuk.

Pada 11 Maret 1966, Basuki mendatangi rapat kabinet di Istana Kepresidenan. Di tengah pertemuan, Soekarno mendapat catatan dari komando pengawalnya. Setelah menerima catatan tersebut, Soekarno tiba-tiba keluar dari ruangan. 

Begitu rapat selesai, Basuki bersama Menteri Perindustrian, Mohammad Jusuf, keluar dari ruangan dan bertemu dengan Amir Machmud, komandan KODAM V/Jaya.

Basuki pun mendapat info bahwa Soekarno telah berangkat ke Bogor menggunakan helikopter karena situasinya tidak aman di Jakarta.

Mendengar kabar tersebut, Basuki, Jusuf, dan Amir, meminta izin kepada Soeharto, Menteri Panglima Angkatan Darat, untuk menyusul Soekarno ke Bogor agar bisa memberi dukungan moral padanya.

Soeharto pun memberikan izin. 

Ia juga menitip pesan melalui Basuki untuk disampaikan kepada Soekarno, bahwa Soeharto sudah siap untuk memulihkan keamanan apabila ia diberi kepercayaan tersebut.

Setibanya di Bogor, Soekarno mengadakan diskusi bersama ketiga jenderal tersebut. 

Soekarno mengatakan bahwa ia mampu mengendalikan situasi pada saat itu yang sedang genting. 

Basuki dan Jusuf pun hanya terdiam, sedangkan Amir mengusulkan agar Soekarno memberikan kepercayaannya pada Soeharto untuk memulihkan keamanan. 

Setelah perbincangan dibubarkan, Soekarno mulai menyusun Surat Keputusan Presiden.

Surat Keputusan Presiden itu kemudian disebut sebagai Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret). 

Di depan Basuki, Jusuf, dan Amir, Soekarno pun menandatangani surat tersebut. Soekarno pun mempercayakan surat tersebut kepada Basuki agar diberikan kepada Soeharto.

Malam harinya, ketige jenderal ini segera pergi ke Markas Kostrad. Basuki pun menyerahkan surat tersebut kepada Soeharto.

Isi Supersemar

  • Mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya Revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, demi untuk keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.
  • Mengadakan koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan Lain dengan sebaik-baiknya.
  • Supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut paut dalam tugas dan tanggung jawabnya seperti tersebut di atas.

Tujuan Supersemar 

  1. Pembubaran PKI beserta ormasnya dan menyatakannya sebagai partai terlarang
  2. Penangkapan 15 menteri yang terlibat atau pun mendukung G30S
  3. Pemurnian MPRS dan lembaga negara lainnya dari unsur PKI dan menempatkan peranan lembaga itu sesuai UUD 1945.

Akhir Hidup

Basuki Rahmat meninggal pada 8 Januari 1969 akibat sakit jantung. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Atas jasanya kepada negara, Basuki Rahmat pun diberi gelar Pahlawan Nasional pada 9 Januari 1969. 

Referensi: 

  • Bachtiar, Harsja W. (1988). Siapa Dia?: Perwira Tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Jakarta: Penerbit Djambatan.
 

https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/28/194809679/basuki-rahmat-kehidupan-kiprah-dan-akhir-hidup

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke