Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Awal Kerajaan Gowa-Tallo

Lokasi Kerajaan Gowa-Tallo berada di daerah Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Kerajaan ini merupakan gabungan dari dua kerajaan yang berasal dari keturunan Kerajaan Gowa, yang didirikan oleh Tumanurung Bainea pada awal abad ke-14.

Pada abad ke-15, kerajaan ini dibagi menjadi dua, yaitu Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo.

Pada masa pemerintahan Raja Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi Kallonna, Gowa dan Tallo bersatu dan sejak saat itu disebut sebagai Kerajaan Gowa-Tallo atau Kerajaan Makassar.

Pada akhir abad ke-16, Kerajaan Gowa-Tallo memasuki masa Islam dan berubah menjadi kesultanan.

Kesultanan Gowa-Tallo mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin atau yang dijuluki Ayam Jantan dari Timur.

Di bawah kekuasaannya, kerajaan ini menjadi pusat perdagangan di Indonesia bagian timur.

Sultan Hasanuddin juga mempimpin perjuangan melawan penjajah di daerah Makassar.

Sejarah awal Kerajaan Gowa-Tallo

Sejarah Kerajaan Gowa-Tallo terbagi dalam dua periode, yaitu sebelum memeluk Islam dan setelah memeluk Islam.

Pada awalnya, di wilayah Gowa terdapat sembilan komunitas yang dikenal dengan nama Bate Salapang atau Sembilan Bendera.

Sembilan komunitas tersebut adalah Tambolo, Lakiung, Saumata, Parang-parang, Data, Agangjene, Bisei, Kalili, dan Sero.

Dengan berbagai cara, baik damai ataupun paksaan, sembilan komunitas tersebut membentuk Kerajaan Gowa pada awal abad ke-14.

Kala itu, masyarakat dan penguasanya masih menganut kepercayaan animisme.

Tomanurung Bainea kemudian diangkat menjadi raja dan mewariskan Kerajaan Gowa kepada putranya, Tumassalangga.

Kerajaan Gowa pernah terbelah menjadi dua setelah masa pemerintahan Tonatangka Lopi pada abad ke-15.

Hal ini disebabkan oleh perang saudara antara dua putra Tonatangka Lopi, Batara Gowa dan Karaeng Loe ri Sero, yang saling berebut takhta.

Setelah Batara Gowa menang, Karaeng Loe ri Sero turun ke muara Sungai Tallo dan mendirikan Kerajaan Tallo.

Selama bertahun-tahun, dua kerajaan bersaudara ini tidak pernah akur.

Hingga pada akhirnya, Raja Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi Kallonna dari Gowa membuat perjanjian dengan Tallo dalam kesepakatan "dua raja tetapi satu rakyat" pada 1565.

Perjanjian tersebut menyatakan bahwa kedua kerajaan tidak boleh saling melawan.

Setelah bersatu kembali, kerajaan ini disebut Kerajaan Gowa-Tallo atau Kerajaan Makassar dengan sistem pembagian kekuasaan.

Raja dipilih dari garis keturunan Gowa, sedangkan perdana menterinya dari keturunan Tallo.

Kerajaan Gowa-Tallo pada masa Islam

Kerajaan Gowa-Tallo bersifat maritim dengan dua kegiatan utama, yaitu pelayaran dan perdagangan.

Seiring berkembangnya Gowa-Tallo menjadi pusat perdagangan di kawasan timur nusantara, para saudagar muslim mulai berniaga ke wilayah ini.

Pada akhir abad ke-16, Kerajaan Gowa-Tallo memasuki masa Islam dan berubah menjadi kesultanan.

Agama Islam mulai masuk di Sulawesi Selatan karena dakwah dari Datuk Ri Bandang dan Datuk Sulaiman dari Minangkabau.

Penguasa Gowa-Tallo pertama yang memeluk Islam adalah I Mangarangi Daeng Manrabbia (1593-1639 M) dengan gelar Sultan Alauddin I.

Dua tahun kemudian, seluruh rakyatnya selesai diislamkan.

Setelah menjadi Kesultanan Gowa-Tallo yang bercorak Islam, rakyatnya sangat terikat pada norma adat yang didasarkan pada ajaran Islam.

Referensi:

  • Amarseto, Binuko. (2017). Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta: Relasi Inti Media.

https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/27/155418879/sejarah-awal-kerajaan-gowa-tallo

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke