Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mochtar Kusumaatmadja: Kehidupan, Kiprah, dan Konvensi Hukum Laut 1982

Kusumaatmadja bersama koleganya, Komat Kantaatmadja mendirikan kantor hukum MKK (Mochtar, Karuwin, dan Komar). 

Dapat dikatakan Kusumaatmadja adalah figur dalam dunia hukum di Indonesia.

Kusumaatmadja juga ditahiskan sebagai Bapak Hukum Internasional Indonesia, karena ia juga seorang pemikir hukum internasional.

Salah satu gagasan yang ia lontarkan adalah negara kepulauan (archipelagic state) ke forum internasional.

Gagasan tersebut menjadi landasan awal lahirnya konsep Wawasan Nusantara. 

Kehidupan

Mochtar Kusumaatmadja lahir di Jakarta, 17 Februari 1929. 

Ia merupakan putra dari pasangan R. Taslim Kusumaatmadja dan Sulmini. 

Mochtar menamatkan pendidikan hukumnya dengan spesialisasi hukum internasional dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 1955.

Kemudian ia juga mendapat gelar Master of Laws (LL.M.) dari Yale Law School Amerika Serikat pada 1956.

Mochat Kusumaatmadja kerap kali mendapat kesan sebagai orang yang angkuh. 

Namun, sebenarnya beliau merupakan seseorang yang percaya diri berkat keahliannya di bidang hukum internasional.

Kiprah

Sejak tahun 1959, Kusumaatmadja bekerja sebagai dosen di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad). 

Ia juga mendapat gelar doktor ilmu hukum dari Unpad pada 1970. 

Pada tahun yang sama, ia diangkat menjadi Guru Besar Hukum Internasional di Fakultas Hukum Unpad.

Pada 1972, Kusumaatmadja diangkat menjadi Rektor Unpad.

Namun, jabatan tersebut tidak bertahan lama, karena pada 1974, ia dipercaya oleh Presiden Soeharto menjadi Menteri Kehakiman dalam Kabinet Pembangunan II. 

Setelah selesai menjadi Menteri Kehakiman pada 1978, ia lanjut duduk dalam Kabinet Pembangunan III sebagai Menteri Luar Negeri (Menlu)

Puncak prestasi yang ia peroleh selama menjadi Menlu adalah diterimanya kinsep Negara Kepulauan dalam Konvensi Hukum Laut 1982.

Selepas menjadi Menlu, Kusumaatmadja masih aktif berkegiatan di berbagai forum internasional, seperti menjadi anggota Komisi Hukum Internasional PBB selama dua tahun.

Wawasan Nusantara

Wawasan Nusantara adalah wawasan kesatuan bangsa dan negara Indonesia yang meliputi segala bidang kehidupan, yaitu politik, ekonomi, kebudayaan, dan pertahanan dan keamanan.

Wawasan Nusantara sendiri didasari dengan konsep kewilayahan nasional atau yang dikenal dengan konsepsi nusantara. 

Bagi Kusumaatmadja, kesatuan tanah dan air yang terkandung dalam konsep Wawasan Nusantara merupakan wadah fisik bagi pengembangan Wawasan Nusantara.

Usaha Kusumaatmadja dalam memperjuangkan konsep kewilayahan membuahkan hasil yang manis.

Pada 10 Desember 1982, ditandatangani Konvensi Hukum Laut 1982 di Montego Bay, Jamaica. 

Isi dari konvensi tersebut antara lain adalah mengakui konsep negara kepulauan yang diperjuangkan Kusumaatmadja selama 25 tahun.

Indonesia juga telah meratifikasinya dengan UU No. 17 Tahun 1985. 

Konvensi Hukum Laut 1982

Konvensi Hukum Laut 1982 atau yang disebut Konvensi PBB 1982 disahkan pada 10 Desember 1928. 

Konvensi ini terdiri atas 320 pasal dengan sembilan lampiran. 

Isinya berupa penetapan batas kelautan, pengendalian lingkungan, penelitian ilmiah terkait kelautan, kegiatan ekonomi dan komersial, transfer teknologi, dan penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan masalah kelautan.

Isi Konvensi PBB 1982:

  1. Negara pesisir (negara yang memiliki pantai) menjalankan dan menetapkan kedaulatan laut teritorialnya tidak boleh melebihi lebar 12 mil.
  2. Kapal laut dan pesawat udara diperbolehkan melintas di selat yang digunakan untuk navigasi internasional. Negara kepulauan memiliki kedaulatan sendiri atas wilayah laut, ditentukan oleh garis lurus yang ditarik di titik terluar pulau.
  3. Negara dapat menentukan jalur laut dan rute udara yang bisa dilintasi oleh negara asing.
  4. Negara yang memiliki perbatasan langsung dengan laut, bisa menetapkan ZEE atau Zona Ekonomi Eksklusif sejauh 200 mil.
  5. Negara asing memiliki kebebasan navigasi dan penerbangan di wilayah ZEE, termasuk pemasangan kabel dan pipa bawah laut.
  6. Negara yang tidak memiliki pantai, mendapat hak untuk mengakses laut dan melakukan transit melalui negara transit.
  7. Seluruh negara harus turut serta dalam mencegah dan mengendalikan pencemaran laut, termasuk bertanggung jawab atas kerusakan yang diakibatkan oleh pelanggaran negara terhadap konvensi.
  8. Penelitian ilmiah di kelautan ZEE dan landas kontinen haruslah tunduk pada negara pesisir. Jika penelitian ini dilakukan untuk tujuan perdamaian atau lainnya, maka harus meminta persetujuan dari negara lainnya yang tergabung dalam UNCLOS 1982.
  9. Permasalahan yang ada hendaknya diselesaikan dengan cara damai.
  10. Untuk sengketa bisa diajukan ke pengadilan internasional atau ke pihak lainnya yang terkait dengan konvensi ini.

Referensi: 

  • Latipulhayat, Atip. (2014). Mochtar Kusumaatmadja. Padjajaran Jurnal Ilmu Hukum Volume 1 No. 3. 

https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/12/160053379/mochtar-kusumaatmadja-kehidupan-kiprah-dan-konvensi-hukum-laut-1982

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke