Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Raja-Raja Kerajaan Gowa-Tallo

Kerajaan ini merupakan gabungan dari dua kerajaan yang berasal dari keturunan sama, yaitu Kerajaan Gowa.

Kerajaan Gowa didirikan oleh Tumanurung Bainea pada awal abad ke-14.

Pada abad ke-15, kerajaan ini terbelah menjadi dua, yaitu Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo.

Pada masa pemerintahan Raja Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi Kallonna, Gowa dan Tallo bersatu dan sejak saat itu disebut sebagai Kerajaan Gowa-Tallo atau Kerajaan Makassar.

Pada akhir abad ke-16, Kerajaan Gowa-Tallo memasuki masa Islam dan berubah menjadi kesultanan.

Raja Kesultanan Gowa-Tallo pertama yang memeluk Islam adalah I Mangarangi Daeng Manrabbia (1593-1639) dengan gelar Sultan Alauddin I.

Kesultanan Gowa-Tallo mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin atau yang dijuluki Ayam Jantan dari Timur.

Di bawah kekuasaannya, kerajaan ini dikenal sebagai negara maritim yang menjadi pusat perdagangan di Indonesia bagian timur.

Sultan Hasanuddin juga memimpin perjuangan melawan penjajah di daerah Makassar.

Raja Gowa-Tallo yang terkenal

Sultan Malikussaid (1639-1653 M)

Awal mula kejayaan Kesultanan Gowa-Tallo tidak lepas dari peran Karaeng Patingalloang, seorang mangkubumi yang menjalankan kekuasaan pada 1639-1654, mendampingi Sultan Malikussaid yang kala itu masih kecil.

Saat Karaeng Patingalloang menjabat sebagai mangkubumi, nama Kerajaan Makassar menjadi terkenal dan banyak mengundang perhatian negeri-negeri lainnya.

Bersama Sultan Malikussaid, ia berkongsi dengan beberapa para pengusaha dagang dari Spanyol dan Portugis.

Berkat kepandaiannya, Karaeng Patingalloang bahkan dijuluki sebagai cendekiawan dari Kerajaan Makassar.

Karaeng Patingalloang wafat pada 17 September 1654 ketika ikut dalam barisan Sultan Hasanuddin melawan Belanda.

Sebelum wafat, dirinya telah memersiapkan sekitar 500 kapal untuk menyerang Ambon.

Sultan Hasanuddin (1653-1669 M)

Masa kejayaan Gowa-Tallo diraih ketika pemerintahan Sultan Hasanuddin yang naik takhta pada 1653 M.

Pada masa kejayaannya, Makassar berhasil memperluas wilayah kekuasaan dengan menguasai daerah-daerah subur serta daerah yang menunjang keperluan perdagangan.

Perluasan daerah ini bahkan sampai ke Nusa Tenggara Barat dan Kerajaan Gowa-Tallo dikenal sebagai negara maritim yang menjadi pusat perdagangan di Indonesia bagian timur.

Sementara perkembangan kerajaan di bidang sosial masa pemerintahan Sultan Hasanudin adalah memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam sehingga banyak murid yang belajar agama Islam ke Banten.

Sultan Hasanuddin adalah sosok raja yang sangat anti terhadap dominasi asing.

Oleh karena itu, dirinya menentang kehadiran VOC yang kala itu telah berkuasa di Ambon.

Sultan Hasanuddin kemudian mempimpin peperangan melawan VOC di daerah Maluku dan berhasil memporak-porandakan pasukan Belanda.

Menyadari kedudukannya semakin terdesak, Belanda berupaya mengakhiri peperangan dengan melakukan politik adu domba antara Makassar dengan Kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makassar).

Siasat politik adu domba yang dijalankan Belanda berhasil hingga Raja Bone yaitu Aru Palaka, akhirnya mau bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makassar.

Setelah bertahun-tahun berperang, Kerajaan Makassar harus mengakui kekalahannya dan menandatangani Perjanjian Bongaya pada 1667.

Dalam perjanjian tersebut, banyak pasal yang merugikan Makassar, tetapi harus diterima Sultan Hasanuddin.

Dua hari setelah perjanjian itu, Sultan Hasanuddin turun takhta dan menyerahkan kekuasaan kepada Sultan Amir Hamzah.

Perjanjian Bongaya menjadi awal kemunduran Kerajaan Gowa-Tallo. Pasalnya, raja-raja setelah Sultan Hasanuddin bukanlah raja yang merdeka dalam penentuan politik kenegaraan.

Referensi:

 

https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/08/200234079/raja-raja-kerajaan-gowa-tallo

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke