Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Kode Etik Jurnalistik di Indonesia

Kompas.com - 19/12/2023, 03:30 WIB
Arfianti Wijaya,
Serafica Gischa

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Sejarah kode etik jurnalistik di Indonesia berkembang seiring dengan perkembangan pers di Indonesia.

Bagaimana sejarah perkembangan kode etik jurnalistik di Indonesia? Berikut lima periode, urutan sejarah munculnya kode etik jurnalistik di Indonesia:

Periode tanpa kode etik jurnalistik

Periode ini terjadi pada saat Indonesia baru terlahir sebagai bangsa yang merdeka, yakni tanggal 17 Agustus 1945. Meskipun baru merdeka, di Indonesia telah tercipta beberapa penerbitan pers baru.

Berhubung masih baru, pers saat itu masih bergulat dengan persoalan mengenai bagaimana dapat menerbitkan atau memberikan informasi kepada masyarakat tentang era kemerdekaan sehingga belum muncul wacana atau ide untuk merumuskan kode etik jurnalistik.

Hal ini mengakibatkan pers berjalan tanpa adanya kode etik pada periode ini.

Baca juga: Mengapa Tugas Kewartawanan Membutuhkan Kode Etik Jurnalistik?

Periode kode etik jurnalistik PWI tahap 1

Pada tahun 1946 dibentuklah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Solo. Namun, pada saat organisasi ini lahir pun masih belum ada kode etik untuk wartawan.

Pada saat itu baru ada semacam konvensi yang tertuang dalam satu kalimat. Inti kalimat tersebut adalah PWI mengutamakan prinsip kebangsaan.

Setelah setahun berlalu, tepatnya tahun 1947, lahirlah kode etik PWI yang pertama.

Periode dualisme kode etik jurnalistik PWI dan non-PWI.

Setelah lahirnya PWI, muncul berbagai organisasi wartawan lain.

Meskipun dijadikan sebagai pedoman etik oleh organisasi lain, kode etik jurnalistik PWI hanya berlaku bagi anggota PWI sendiri. Padahal, organisasi wartawan lain juga membutuhkan kode etik jurnalistik.

Berdasarkan pemikiran tersebut, dewan pers membentuk panitia yang terdiri atas tujuh orang, yakni Mochtar Lubis, Nurhadi Kartaatmadja, H. G. Rorimpandey, Soendoro, Wonohito, L. E. Manuhua, dan A. Aziz.

Setelah penyusunan kode etik selesai, ketua dan sekretaris dewan pers, Boediarjo dan T. Sjahril, menandatangani kode etik tersebut serta disahkan pada 30 September 1968.

Oleh karena itu, pada periode ini terjadi dualisme kode etik jurnalistik. Kode etik jurnalistik yang disusun oleh PWI berlaku untuk wartawan yang menjadi anggota PWI. Sementara itu, kode etik jurnalistik yang disusun oleh dewan pers berlaku untuk wartawan non-PWI.

Baca juga: Kode Etik Jurnalistik: Definisi dan Isinya

Periode kode etik jurnalistik PWI tahap 2

Pada tahun 1969 keluar peraturan pemerintahan tentang wartawan.

Pada pasal 4 Peraturan Menteri Penerangan No.02/Pers/MENPEN/1969 mengenai wartawan  ditegaskan bahwa wartawan Indonesia diwajibkan menjadi anggota organisasi wartawan Indonesia yang sudah disahkan oleh pemerintah.

Akan tetapi, pada saat itu belum ada organisasi wartawan yang disahkan oleh pemerintah.

Kemudian, pada tanggal 20 Mei 1975 pemerintah Indonesia mengesahkan PWI sebagai satu-satunya organisasi wartawan di Indonesia.

Sebagai konsekuensi dari pengukuhan PWI tersebut maka secara otomatis kode etik jurnalistik yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia adalah milik PWI.

Periode banyak kode etik jurnalistik

Seiring dengan tumbangnya rezim orde baru dan berganti dengan era reformasi, paradigma serta tatanan dunia pers pun turut berubah.

Pada tahun 1999 lahir Undang-Undang No 40 tahun 1999 tentang pers yaitu pasal 7 ayat 1. Undang-undang ini membebaskan wartawan dalam memilih organisasinya.

Dengan berlakunya ketentuan tersebut, kode etik jurnalistik pun menjadi banyak.

Pada tanggal 6 Agustus 1999, sebanyak 25 organisasi wartawan di Bandung melahirkan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI). Kode etik tersebut disahkan oleh dewan pers pada 20 Juni 2000.

Selanjutnya, pada tanggal 14 Maret 2006, sebanyak 29 organisasi pers membuat kode etik jurnalistik baru. Kode etik tersebut disahkan pada 24 Maret 2006.

Baca juga: Mengenal 5 Profesi Jurnalistik

 

Referensi:

  • Asari, A., Saputra, R. A. V. W., Indriyati, R., Purwanti, A., Syarifuddin, Sulistiani, I., Rahman, R., Putri, T. D., Muhammadiah, M., & Mitrin,  A. (2023). Jurnalistik. Mafy Media Literasi Indonesia.
  • Nina & Triyanto. (2021). Jurnalisme Positif. Penerbit Lindan Bestari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com