Oleh: Ani Rachman, Guru SDN No.111/IX Muhajirin, Muaro Jambi, Provinsi Jambi
KOMPAS.com - Pertempuran Surabaya menjadi pertempuran pertama setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pertempuran Surabaya terjadi selama tiga minggu, yaitu 27 Oktober – 28 November 1945.
Puncak pertempuran Surabaya terjadi pada 10 November 1945. Pertempuran ini menjadi salah satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian pada tanggal 8 Maret 1942, pemerintah kolonial Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Kekaisaran Jepang berdasarkan Perjanjian Kalijati.
Setelah penyerahan tanpa syarat tersebut, Pulau Jawa secara resmi diduduki oleh Jepang.
Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom oleh Amerika Serikat di Hiroshima tanggal 6 Agustus 1945 dan Nagasaki tanggal 9 Agustus 1945.
Kemudian pada 14 Agustus 1945 terjadi kekosongan kekuasaan. Dalam kekosongan kekuasaan asing tersebut, Soekarno kemudian memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Baca juga: Faktor-Faktor Penyebab Pertempuran Ambarawa
Setelah kekalahan pihak Jepang, Sekutu datang ke Indonesia tergabung dalam AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies), dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya.
Namun, kenyataannya pasukan Sekutu melalui AFNEI trnyata diboncengi oleh NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang bertujuan untuk mengembalikan Inodnesia kepada pemerintahan Belanda.
Hal ini memicu gejolak rakyat Indonesia dan memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia di mana-mana melawan tentara AFNEI dan pemerintahan NICA.
Pada 1 September 1945, pemerintah Indonesia mengeluarkan maklumat bahwa bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan setiap hari di seluruh wilayah Indonesia. Gerakan pengibaran bendera semakin meluas hingga ke segenap pelosok Kota Surabaya.
Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi pada insiden perobekan bendera di Hotel Yamato. Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch. Ploegman mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di Hotel Yamato.
Para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasaan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung di Surabaya.
Baca juga: Faktor Penyebab Meletusnya Pertempuran Medan Area
Tanggal 27 Oktober perwakilan Indonesia melakukan musyawarah dengan pihak Belanda. Perundingan berakhir meruncing karena salah satu perwakilan Belanda, W.V.Ch. Ploegman mengeluarkan senjata api hingga akhirnya menimbulkan pertikaian.