Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Latar Belakang Perjanjian Renville, Isi, dan Dampaknya

Kompas.com - 24/08/2022, 15:30 WIB
Serafica Gischa

Editor

Oleh: Yopi Nadia, Guru SDN 106/IX Muaro Sebapo, Muaro Jambi, Provinsi Jambi

 

KOMPAS.com - Perjanjian Renville adalah perundingan antara Indonesia dan Belanda yang terjadi di atas kapal Amerika Serikat, yaitu USS Renville. Kapal USS Renville saat itu berlabuh di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

Perundingan Renville diadakan untuk menyelesaikan perselisihan atas perjanjian Linggarjati pada tahun 1946 yang disebabkan Belanda ingkar untuk mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto.

Pada tanggal 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan resolusi gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia. Gubernur Jenderal Van Mook dari Belanda memerintahkan gencatan senjata pada tanggal 5 Agustus 1947.

Tanggal 25 Agustus 1947, Dewan Keamanan mengeluarkan resolusi yang diusulkan Amerika Serikat bahwa Dewan Keamanan akan menyelesaikan konflik yang terjadi antara Indonesia dan Belanda secara damai, dengan membentuk Komisi Tiga Negara (KTN).

Komisi Tiga Negara ini terdiri dari Australia yang diwakili oleh Richard Kirby yang dipilih oleh Indonesia, sementara Belanda memilih Belgia yang diwakili oleh Paul Van Zeeland. Sedangkan Australia dan Belgia bersepakat memilih Amerika Serikat yang diwakili oleh Frank Porter Graham.

Baca juga: Agresi Militer Belanda I

Dalam perundingan tersebut, Indonesia diwakili oleh perdana Menteri Amir Syarifuddin, sedangkan wakil dari Belanda adalah R. Abdulkadir Wijoyoatmojo.

Pada tanggal 29 Agustus 1947 Belanda memproklamirkan garis Van Mook yang membatasi wilayah Indonesia dan Belanda. Republik Indonesia menjadi tinggal sepertiga Pulau Jawa dan kebanyakan di Pulau Sumatera.

Tetapi Indonesia tidak mendapat wilayah utama penghasil makanan. Belanda juga melakukan blokade untuk mencegah masuknya persenjataan, bahan makanan dan pakaian menuju wilayah Indonesia.

Isi Perjanjian Renville

Peta Indonesia setelah Agresi Militer Belanda I dan Perjanjian RenvilleGlobal Security Peta Indonesia setelah Agresi Militer Belanda I dan Perjanjian Renville

Perjanjian Renville ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948. Isi dari perjanjian tersebut adalah:

  • Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan segera
  • Republik Indonesia merupakan negara bagian dalam RIS
  • Belanda tetap menguasai seluruh Indonesia sebelum RIS terbentuk
  • Wilayah Indonesia yang diakui Belanda hanya Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera
  • Wilayah kekuasaan Indonesia dengan Belanda dipisahkan oleh garis demarkasi yang disebut Garis Van Mook
  • Tentara Indonesia ditarik mundur dari daerah-daerah kekuasaan Belanda (Jawa Barat dan Jawa Timur)
  • Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda dengan dikepalai oleh Raja Belanda
  • Akan diadakan plebisit atau semacam pemungutan suara untuk menentukan nasib wilayah dalam RIS
  • Akan diadakan pemilihan umum untuk membentuk Dewan Konstituante RIS.

Baca juga: Agresi Militer Belanda II

Dampak yang ditimbulkan dari Perjanjian Renville

Ditandatanganinya Perjanjian Renville mengubah arah perpolitikan Indonesia. Golongan kiri yang selama awal kemerdekaan ditempatkan dalam struktur pemerintahan mulai tersingkir.

Selain itu, Perjanjian Renville mengurangi wilayah kekuasaan Indonesia yang telah diakui secara de facto sangat merugikan pihak Indonesia. Pemblokadean bahan makanan dan kebutuhan pokok yang dilakukan Belanda menyebabkan perekonomian Indonesia memburuk. 

Perjanjian ini juga menyebabkan TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah di daerah pendudukan Belanda di Jawa Barat dan Jawa Timur.

Kondisi ini melahirkan peristiwa Long March Siliwangi, sebuah perjalanan panjang para tentara divisi Siliwangi dari Jawa Barat Ke Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Tak hanya itu, setelah Perjanjain Renville ditandatangani, Belanda mendeklarasikan federal di Sumatera. Di mana sebagian Sumatera masih wilayah Indonesia. Hal ini menandakan Belanda sudah mengingkari perjanjiannya. 

Pada 18 Desember 1948 terjadi Agresi Militer Belanda II. Hal ini dimulai dari Belanda yang menurunkan pasukan melalui pesawat DC-3 Dakota menuju ibu kota Indonesia di Yogyakarta dan menyerang kotanya. 

Baca juga: Isi Perjanjian Bongaya dan Latar Belakangnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com