KOMPAS.com – Ilmu Antropologi mengkaji kebudayaan secara keseluruhan, termasuk sistem religi sebagai salah satu unsur kebudayaan.
Dilansir dari buku Antropologi Budaya (2002) karya I Gede A. B. Wiranata, sistem religi dalam perspektif Ilmu Antropologi diartikan sebagai rangkaian keyakinan terhadap kekuatan gaib, yaitu kekuataan yang berasal dari luar kendali manusia.
Sumber kekuatan gaib bermacam-macam, bisa berasal dari Tuhan, dewa, benda-benda, kekuatan alam, dan sebagainya. Sistem religi bersifat umum, maksudnya adalah semua yang beranggapan bahwa ada kekuatan gaib di luar diri manusia maka itulah sistem religi.
Sistem religi pada dasarnya merupakan bentuk rasa pasrah manusia atas ketidakberdayaan menghadapi segala sesuatu yang tidak mampu dihadapinya. Oleh sebab itulah, manusia senantiasa memelihara hubungan emosional dengan kekuatan-kekuatan gaib.
Baca juga: Proses Pewarisan Nilai-Nilai Kultural
Dalam buku Pengantar Ilmu Antropologi: Pokok-Pokok Etnografi (2005) karya Koentjaraningrat, dijelaskan bahwa sistem religi memiliki beberapa ciri-ciri, yaitu:
keyakinan, upacara religi, dan umat penganut religi tersebut.
Keyakinan dalam sistem religi berhubungan dengan kekuatan-kekuatan gaib, seperti konsepsi tentang keyakinan adanya dewa (baik dan jahat), sifat dan tanda-tanda dewa, keyakinan terhadap makhluk halus (ruh dan leluhur), keyakinan tentang dewa tertinggi, dan lain-lain.
Upacara religi dalam kajian antropologi biasanya fokus pada tempat dan waktu upacara religi dilakukan, benda dan peralatan upacara religi, dan orang yang memimpin dan mengikuti upacara religi.
Baca juga: Sub Ilmu Antropologi
Tempat upacara religi berhubungan dengan tempat yang dianggap keramat seperti makam, candi, pura, kuil, gereja, masjid, dan sebagainya. Waktu pelaksanaan upacara religi berhubungan dengan hari keramat, hari suci, hari raya, dan sebagainya.
Sementara benda dan peralatan upacara religi berhubungan dengan alat-alat bunyian, seperti gong, seruling, gendang, rebana.
Umat penganut religi yang dimaksud adalah masyarakat yang memercayai religi itu sendiri. Selain umat, tentu dalam religi dipimpin oleh seorang pemimpin upacara religi.
Pemimpin upacara religi berhubungan dengan sosok tetua, seperti pendeta, biksu, kiai, dan sebagainya.
Dalam buku Pengantar Antropologi (2015) karya Santri Sahar, dijelaskan bahwa Ilmu Antropologi tidak membicarakan bagaimana sistem religi dijalankan secara ideal, tetapi membicarakan bagaimana sistem religi yang sesungguhnya dipraktikkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Baca juga: Cara Melestarikan Budaya Indonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.