KOMPAS.com - Dalam memperjuangkan kemerdekaan dan mengusir penjajah, siapa saja bisa melakukan perlawanan. Termasuk Opu Daeng Risadju yang tak pernah getir berhadapan langsung dengan Belanda.
Opu Daeng Risadju merupakan pahlawan perempuan asli Sulawesi Selatan yang menentang keberadaan Belanda meski sudah berusia senja.
Dilansir dari buku Kumpulan Pahlawan Indonesia Terlengkap (2012) karya Mirnawati, nama asli atau kecil Opu Daeng Risadju adalah Famajjah. Lahir pada 1880 di Palopo, Sulawesi Selatan.
Famajjah merupakan anak dari pasangan Muhammad Abdullah To Baresseng dan ibunya Opu Daeng Mawellu yang merupakan keturunan bangsawan Luwu.
Baca juga: 4 Perempuan Pahlawan Nasional
Sejak kecil, Famajjah sudah dibiasakan membaca Al-Quran sampai tamat 30 juz. Selain itu, dirinya juga mempelajari fiqih dari buku yang ditulis oleh salah satu tokoh penyebar agama Islam di Sulawesi Selatan, Khatib Sulaweman Datung Patimang.
Setelah beranjak dewasa, Famajjah dinikahkan dengan H Muhammad Daud, seorang ulama yang pernah tinggal di Mekkah dan merupakan anak dari teman dagang ayahnya.
H Muhammad Daud kemudian diangkat menjadi imam masjid istana Kerajaan Luwu. Sejak saat itu nama Famajjah bertambah gelar menjadi Opu Daeng Risadju.
Pada tahun 1905, Belanda berhasil menguasai Kerajaan Luwu, sehingga Opu Daeng dan suaminya harus meninggalkan Kota Palopo dan memilih menetap di Pare-Pare.
Di Pare-Pare, beliau aktif sebagai anggota Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Di organisasi tersebut, Opu Daeng berkenalan dengan H Muhammad Yahya, seorang pedagang Sulawesi Selatan yang sudah lama tinggal di Pulau Jawa.
Sekembalinya ke Palopo, Opu Daeng Risadju mendirikan cabang PSII di Palopo pada 14 Januari 1930. Dirinya kemudian meluaskan perjuangannya yang menimbulkan kekhawatiran bagi pemerintah Belanda dan Kerajaan Luwu.
Baca juga: Biografi Teuku Umar, Pejuang dari Aceh
Dalam Buku Pintar Mengenal Pahlawan Indonesia (2018) karya Suryadi Pratama, kegiatan yang dilakukan Opu Daeng dinilai sebagai kekuatan politik yang membahayakan Belanda.
Hal tersebut membuat dirinya dituduh melakukan tindakan provokasi rakyat untuk melawan pemerintah kolonial dan dipenjara selama 13 bulan.
Peristiwa tersebut membuat Opu Daeng Risadju tercatat sebagai wanita pertama yang dipenjarakan oleh Pemerintah kolonial Belanda dengan alasan politik.
Selain harus berhadapan dengan Belanda, Opu Daeng juga mendapatkan tekanan dari Datu Luwu dan Dewan Adat Luwu. Di mana Opu Daeng harus menghentikan politiknya.
Namun, beliau tetap memilih dekat dengan rakyat dan meninggalkan gelar kebangsawanannya.