Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ciri-Ciri Masyarakat Praaksara

Kompas.com - Diperbarui 27/01/2022, 14:56 WIB
Serafica Gischa

Penulis

KOMPAS.com - Indonesia termasuk negara yang banyak disinggahi oleh manusia purba, salah satunya Homo wajakensis. 

Homo wajakensis merupakan manusia purba yang paling lama tinggal di Indonesia dan kemudian menjadi penghuni asli di Indonesia. 

Setelah nenek moyang datang ke Indonesia, mereka meninggalkan tradisi dan melahirkan religi bagi masyarakat setempat. Di mana hal tersebut terus berkembang dan ditaati secara turun-temurun. 

Sebelum mengnal tulisan, ciri-ciri masyarakat praaksara dikelompokkan menjadi beberapa bagian. Berikut pengelompokan ciri-ciri masyarakat praaksara berdasarkan buku Kehidupan Masyarakat Pada Masa Praakasara, Masa Hindu Budha, dan Masa Islam (2019) karya Tri Worosetyaningsih:

Mengenal astronomi

Pada masa praaksara, masyarakat Indonesia sudah memanfaatkan teknologi angin musim sebagai tenaga penggerak dalam aktivitas, sekaligus sebagai petunjuk arah. 

Petunjuk arah ini dilakukan dalam pelayaran, seperti Bintang Biduk Selatan dan Bintang Pari untuk menunjukkan arah selatan. Kemudian Bintang Biduk Utara untuk menunjuk arah utara. 

Pengetahuan astronomi juga digunakan untuk melihat Bintang Waluku yang menjadi pertanda masuknya musim hujan. Sehingga masyarakat Indonesia masa itu bisa menyiapkan persediaan selama musim hujan. 

Dengan kemampuan astronomi ini, nenek moyang Indoensia sudah berlayar hingga Madagaskar, Selandia Baru, Pulau Paskah, hingga Jepang. 

Baca juga: Kehidupan Manusia Purba di Indonesia pada Zaman Prasejarah

Kemampuan berlayar

Nenek moyang bangsa Indonesia datang dari Yunan. Mereka mengarungi laut dan menggunakan perahu untuk sampai di Indonesia.

Kemampuan berlayar ini dikembangkan di Nusantara mengingat kondisi geografis di Indonesia terdiri dari banyak pulau. Kondisi tersebut harus menggunakan perahu sebagai alat transportasi.

Salah satu ciri pertahu yang digunakan nenek moyang adalah perahhu cadik. Perahu cadik adalah perahu yang menggunakan alat dari bambu atau kayu kemudian dipasang di kanan dan kiri kapal.

Hal ini mengapa nenek moyang Indonesia sering disebut sebagai pelaut. Pembuatan perahu biasanya dilakukan gotong royong oleh kaum laki-laki.

Bukti adanya kemampuan dan kemajuan berlayar terlihat pada relief Candi Borobudur yang berasal dari abad ke-8. Relief tersebut melukiskan tiga jenis perahu, yaitu:

  • Perahu besar yang bercadik
  • Perahu besar yang tidak bercadik
  • Perahu lesung

Baca juga: Kehidupan Zaman Sejarah di Indonesia

Kemampuan bersawah

Sistem sawah dimulai dengan sistem ladang sederhana yang belum tersentuh dengan teknologi. Sistem persawahan ini dikenal bangsa Indonesia sejak zaman Neolitikum untuk menghasilkan makanan. 

Seiring berkembangnya zaman, sistem persawahan pun juga berkembang hingga adanya teknologi pengairan dan sistem persawahan itu sendiri. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com