KOMPAS.com - Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, pemerintah mengeluarkan maklumat yang berisi tentang himbauan untuk mendirikan partai politik.
Maklumat pemerintah tersebut dikeluarkan dan ditandatangani oleh Wakil Presiden, Mohammad Hatta pada 3 November 1945 di Jakarta.
Maklumat dikeluarkan sebagai tanggapan atas usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP) kepada pemerintah untuk mendirikan partai politik sebanyak-banyaknya.
Dalam buku Kekuatan-Kekuatan Politik Indonesia (2016) karya Syaifruddin Jurdi, dalam maklumat pemerintah tersebut, Mohammad Hatta mengatakan:
Baca juga: Kewenangan Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan
Setelah adanya maklumat pemerintah tersebut, kemudian lahirnya berbagai partai politik.
Atas dasar maklumat tersebut, kalangan Islam menyelenggarakan Kongres Umar Islam Indonesia pada 7-8 Novemver 1924 di Yogyakarta.
Pada kongres tersebut menghasilkan tiga hal, yakni:
Maklumat Pemerintah yang ditandatangani Wakil Presiden Moh. Hatta tidak hanya direspon oleh kalangan Islam tapi juga kalangan nasionalis kebangsaan.
Pada akhir 1945, sejumlah partai politik dalam waktu relatif berdekata terbentuk. Partai politik itu seperti, Partai Komunis Indonesia (PKI) yang berdiri pada 7 November 1945.
Lalu pada 8 November 1945 berdiri Partai Buruh Indonesia (PIB) dan Partai Rakyat Jelata (PRJ).
Pada 10 November 1945 berdiri Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Sosialis Indonesia (PSI).
Baca juga: Bentuk Negara dan Bentuk Pemerintahan: Pengertian dan Macamnya
Pada 20 November 1945, Partai Rakyat Sosialis (PRS) berdiri. Pada 8 Desember 1945 berdiri Partai Katolik Republik Indonesia (PKRI).
Kemudian pada 17 Desember 1945 berdiri Partai Marhein Indonesia (Permai), dan Partai Nasional Indonesia (PNI).
Partai politik yang lahir tersebut memiliki ideologi yang berbeda. Ada tiga falsafah yang dianut oleh kekuatan politik yang terbentuk berdasarkan maklumat pemerintah.
Ketiga falsafah tersebut adalah, Islam, Sosialis (yang kaitan langsung falsafah Marxis), dan nasionalis.
Maklumat Pemerintah 3 November 1945 disebut juga sebagai tonggak awal demokrasi ndonesia.
Maklumat dikeluarkan untuk persiapan rencana penyelenggaraan pemilu pada Januari 1946.
Meski dikeluarkannya maklumat sudah direspon dengan antusias oleh berbagai kekuatan politik.
Baca juga: Terbentuknya NKRI dan Pemerintahan
Namun pemerintah masih menghadapi persoalan bangsa, mulai dari upaya Belanda masuk kembali menjajah Indonesia hingga pertentangan idelogis di kalangan anak bangsa.
Rencana proses demokrasi Indonesia dengan diselenggarakan Pemilu pada 1946 tidak terwujud.
Karena bangsa Indonesia masih fokus pada perjungan mempertahankan kemerdekaan. Apalagi dengan kedatangan kembali pasukan sekutu untuk menjajah.
Perkembangan kehidupan multipartai pada saat diwarnai konflik antar partai.
Dalan buku Presidensialisme setengah hati: Dari Dilema ke Kompromi (2010) karya Hanta Yuda, adanya konflik antar partai menimbulkan dampak negatif terhadap stabilitas jalannya pemerintahan.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kelembagaan sistem multipartai saat itu masih rendah.
Ketidakstabilan politik masa itu terlihat dari jatuh bangunnya kabinet. Kabinet sering kali mendapat mosi tidak percaya dari kelompok oposisi.
Baca juga: Daftar Lembaga Pemerintahan Non-Kementerian
Pergantian kabinet parlementer selam itu tidak kurang dari 25 kabinet.
Pasca pemilu pertama pada 1955, pemerintah dengan struktur politik multipartai belum menunjukkan stabilitas politik.
Hal ini terlihat masih pendeknya usia yang tidak mencapai lebih dari dua setengah tahun.
Kabinet Ali Sastroamidjojo II hanya berlangsung 1 tahun, 24 Maret 1956 hingga 8 April 1957.
Kabinet Djuanda bahkan hanya berlangsung 3 bulan, dari 19 April hingga berakhirnya sistem parlementer dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.