Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Siddharta Gautama, Pendiri dan Penyebar Agama Buddha

Kompas.com - 07/05/2020, 08:00 WIB
Ari Welianto

Penulis

Sumber Britannica

Peramal melihat 32 tanda pada tubuh sang bayi yang merupakan pertanda tentang kehidupan yang agung di masa depan.

Peramal mengatakan kepada raja bahwa anak itu mungkin akan menjadi pemimpin yang sangat hebat.

Mungkin juga menjadi Chakrawarti (maharaja) seluruh India, kalau saja anak tersebut menguasai kearifan mengenai cara-cara duniawi.

Sedangkan anak tersebut bisa menjalani kehidupan religius, maka tanda yang sama juga memperlihatkan bahwa akan dengan mudah menjadi pertama yang mulia.

Baca juga: Ini Pesan Kemenag untuk Umat Buddha di Tengah Wabah Covid-19

Ketika hal itu dihubungkan dengan keturunannya yang mulia, maka mungkin bisa menjadi penyelamat dunia.

Peramal juga menyatakan penyesalannya bahwa anak tersebut tidak akan bisa hidup cukup lama untuk mendapatkan manfaat dari kebijaksanaan penuh yang tumbuh dalam diri anak yang agung ini.

Kata-kata peramal membuat Raja Siddhodana merasa was-was dan tidak tenang. Raja khawatir jika Sidhdharta akan meninggalkan istana dan menjadi pertapa.

Raja lebih memilih anaknya untuk mewarisi kekuasaannya sebagai raja, bukannya menjadi pertapa.

Menjadi Buddha

Ada empat hal yang tidak boleh dilihat oleh Pangeran Siddharta Gautama, yakni orang tua, orang sakit, orang mati dan seorang pertapa. Bila tidak, Siddharta akan menjadi pertapa dan menjadi Buddha.

Pada suatu hari, Siddharta minta ijin untuk berjalan keluar istana. Di jalanan Kapilavasta menemukan empat kondisi yang berati, yakni orang tua, orang sakit, orang mati dan seorang pertapa.

Ia merasa sedih dan bertanya pada diri sendiri. Tidak ada hal yang mempersiapkan untuk pengalaman semacam itu selama hidupnya. Ia berpikir bahwa hanya kehidupan suci yang akan memberikan semua jawaban itu.

Baca juga: Kementerian Agama Imbau Umat Buddha Rayakan Waisak dari Rumah 

Pada usia 29 tahun, Siddharta memutuskan meninggalkan istana, istri dan anaknya yang baru lahir.

Ia pergi untuk menjadi seorang pertapa yang bertujuan menemukan cara buat menghilangkan penderitaan atau membebaskan manusia dari usia tua, sakit, dan mati.

Perjuangan Siddharta dalam memaknai kehidupan dan mengupayakan terciptanya bangunan spiritualitas yang paripurna merupakan perjuangan yang berangkat dari hati nurani dan akal budi.

Siddharta, kemudian bermeditasi menggunakan berbagai guru spiritual yang membimbingnya. Ia bermediasi di bawah pohon Bodhi untuk mendapatkan penerangan Agung.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com