Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Pangeran Diponegoro, Pemimpin Perang Jawa

Kompas.com - 09/12/2019, 11:11 WIB
Serafica Gischa ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com- Sosok Pangeran Diponegoro dikenal sebagai pahlawan legendaris. Ceritanya menyebar luas di berbagai catatan sejarah dan cerita rakyat.

Tak hanya sebagai pahlawan, Pangeran Diponegoro juga dikenal sebagai tokoh spiritual yang memegang teguh ajaran agama.

Perang Jawa yang dikobarkan Pangeran Diponegoro pada tahun 1825-1830 membuat Belanda kehilangan ribuan tenatara dan biaya.

Berikut biografi Pangeran Diponegoro dan kisah hidupnya yang menarik:

Dikenal sebagai Raden Mas Ontowirjo

Dilansir dari Encyclopaedia Britannica dalam artikelnya Diponegoro Javanese Leader, disebutkan Diponegoro punya nama Raden Mas Ontowirjo. Ia lahir di Yogyakarta pada 11 November 1785.

Pangeran Diponegoro merupakan putra tertua Sultan Hamengkubuwono III. Ia tumbuh menjadi sosok yang religius.

Baca juga: Tapak Tilas Jejak Dakwah Pangeran Diponegoro di Masjid Langgar Agung Menoreh

Nama Pangeran Diponegoro melegenda karena menjadi memimpin Jawa dalam Perang Jawa atau kini dikenal sebagai Perang Diponegoro (1825-1830).

Perang Jawa sendiri dipicu oleh reformasi tanah yang dilakukan Belanda untuk melemahkan perekonomian para bangsawan Jawa.

Perang dengan Belanda

Dikutip dari berita Kompas.com, Perang Diponegoro dimulai ketika Belanda memasang tanda di tanah milik Diponegoro di desa Tegalrejo. Geram dengan aksi tersebut, sang Pangeran kemudian menantang Belanda.

Perang Diponegoro menyebar luas hingga ke Pacitan dan Kedu. Beberapa tokoh saat itu juga bergabung. Seperti Kyai Maja, tokoh agama di Surakarta, kemudian SISKS Pakubuwono VI, dan Raden Tumenggung Prawirodigdaya.

Tahun 1827, posisi Diponegoro terjepit karena Belanda menyerang dengan lebih dari 23.000 prajurit. Pada 1829, Kyai Maja ditangkap. Menyusul kemudian Sentot Alibasya.

Pada tanggal 28 Maret 1830, pasukan Belanda yang dipimpin Jenderal De Kock berhasil mendesak Diponegoro di Magelang.

Meninggal di Makassar

Pangeran Diponegoro melakukan perundingan dengan Jenderal de Kock di Magelang. Belanda menuntut Pangeran Diponegoro menghentikan perang.

Baca juga: Melongok Masjid Kuno Godhegan, Atap Berbentuk Segitiga dan Dibangun pada Masa Pangeran Diponegoro

Permintaan itu ditolak. Diponegoro ditangkap kemudian diasingkan ke Ungaran, Semarang, ke Gedung Karesidenan Semarang. Pada 5 April 1839, Diponegoro dibawa ke Batavia menggunakan kapal Pollux.

Kemudian di tanggal 30 April 1830, Belanda memutuskan Pangeran Diponegoro diasingkan ke Manado bersama dengan istrinya keenamnya yakni Raden Ayu Ratna Ningsih, serta Tumenggung Dipasana dan istrinya.

Diponegoro dan rombongan tiba di Manado pada tanggal 3 Mei 1830 dan langsung ditawan di banteng Amsterdam. Tahun 1834, ia dipindahkan ke banteng Rotterdam di Makassar, Sulawesi Selatan.

Diponegoro menghabiskan hidupnya hingga meninggal pada tanggal 8 Januari 1855 di usia ke-69. Makamnya terletak di Jalan Diponegoro, Makassar.

Tongkat Diponegoro

Menurut ahli sejarah Diponegoro asal Inggris, Peter Carey, Diponegoro punya tongkat kebanggaan. Sang Pangeran mendapatkannya dari warga sekitar tahun 1815.

Tongkat tersebut digunakan Diponegoro selama berziarah di selatan Jawa, termasuk Yogyakarta.

Baca juga: Hari Pahlawan, Menyandingkan Pangeran Diponegoro dan Avenger

Berdasarkan catatan Carey, tongkat tersebut menjadi artefak spiritual, terutama karena simbol cakra sepanjang 153 sentimeter yang ada di ujung atas tongkat.

Tongkat Pangeran Diponegoro yang juga disebut tongkat Kanjeng Kiai Tjokro kini disimpan di Galeri Nasional Indonesia.

Sebelumnya, selama 181 tahun tongkat tersebut disimpan salah satu keluarga keturunan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jean Chrétien Baud.

Gelar Pahlawan Indonesia

Berdasarkan Buku Kumpulan Pahlawan Indonesia karya Mirnawati, Pangeran Diponegoro diberikan gelar pahlawan sesuai dengan SK Presiden RI No. 087/TK/1973 pada tanggal 6 November 1973. 

Pemberian gelar Pahlawan Indonesia ini karena perjuangan Pangeran Diponegoro melalui Perang Jawa harus diapresiasi. Pembelaannya terhadap masyarakat kecil bisa menjadi contoh. 

Baca juga: Kisah John Lie, Pahlawan Indonesia Keturunan Tionghoa

Penghargaan dari UNESCO

Diambil dari website resmi Unesco, pada tanggal 21 Juni 2013 menetapkan Babad Diponegoro sebagai Warisan Ingatan Dunia (Memory of the World)

Babad Diponegoro adalah naskah klasik yang ditulis sendiri oleh Pangeran Diponegoro ketika diasingkan di Manado, Sulawesi Utara, pada tahun 1832-1833. Babad tersebut berisi tentang kisah hidupnya yang memiliki nama asli Raden Mas Antawirya. 

Diabadikan di mata uang kertas

Menurut catatan Bank Indonesia, Pangeran Diponegoro diabadikan di dua edisi mata yang kertas. Pertama, pada mata uang kertas Rp 100 terbitan tahun 1952. 

Kedua, pada mata uang kertas Rp 1.000 terbitan tahun 1975

Film Pahlawan Goa Selarong

Kisah Perang Diponegoro juga dijadikan sebuah film dengan judul Pangeran Goa Selarong. Perpusnas.go.id mencatat film tersebut tayang pada tahun 1972 dan disutradarai oleh Lilik Sudijo. 

Film tersebut berawal dari kecemasan Pangeran Diponegoro terhadap pajak rakyat cukup tinggi. Sekaligus perlakuan Belanda yang semena-mena.

Maka dari itu Pangeran Diponegoro mengungsi ke Goa Selarong karena rumahnya dibakar Belanda. Dari Goa Selarong perlawanan Belanda dimulai.

(Sumber: Kompas.com/Jodhi Yudono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com