Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Ganja di Indonesia: Dilarang Belanda hingga Diusulkan Diekspor

Politikus Aceh itu menjelaskan ganja tumbuh subur di daerahnya. Ganja bisa dimanfaatkan sebagai obat.

Ganja Aceh memang termahsyur. Dikutip dari Pot in Pans: A History of Eating Cannabis (2019), bagi pelancong pecinta ganja dari berbagai belahan dunia, Aceh adalah surga.

Masyarakat Aceh biasa merokok campuran ganja dan tembakau. Ganja juga digunakan sebagai jamu atau obat alami.

Ganja direndam di tuak, disimpan di dalam bambu, lalu diminum seperti tonik.

Ganja dan teh pala juga dikonsumsi sebagai pereda asma hingga sakit dada.

Di Aceh, teh ganja juga kerap diminum untuk mendapatkan sensasi imajinasi dan khayalan. Ganja juga biasa dicampur dengan kopi.

Namun utamanya, ganja digunakan oleh mamak-mamak di Aceh sebagai penyedap makanan. Ganja seperti micin alami bagi orang Aceh.

Ganja dapat menguatkan rasa masakan dan melunakkan kari kambing. Ganja juga diolah dalam mie Aceh, saos kacang, sup, hingga dodol. Kadang-kadang, ganja juga disajikan sebagai lalapan.

Dilarang Belanda

Dikutip dari Human Evolution and Cannabis: The Ultimate Gift (2017), keberadaan ganja di Indonesia sudah diketahui sejak zaman Belanda.

Georg Eberhard Rumphius, ahli tanaman yang dipekerjakan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda mencatat, ganja dengan spesies indica dan sativa tumbuh subur di Ambon pada abad ke-17.

Cannabis sativa yang lebih terkenal, juga umum ditemukan di Batavia (Jakarta) dan Buitenzorg (Bogor).

Namun pada 1927, Pemerintah Hindia Belanda memberangus ganja lewat Verdovende Middelen Ordonnantie, Undang-undang Anti-narkotika.

Alasannya? Sekitar 15 tahun sebelumnya ada International Opium Convention yang digelar di Den Haag.

Sebanyak 13 negara menyepakati larangan ekspor ganja, opium, dan poppy bahan dasar heroin.

Pelarangan itu urusan persaingan dagang semata dan tak ada urusannya dengan kesehatan atau dampak konsumsinya.

Hukum ganja di Indonesia

Setelah Indonesia merdeka, larangan terhadap ganja menjadi salah satu warisan kolonial yang dipertahankan.

Atas desakan internasional Pemerintah Indonesia membuat Undang-undang Penyalahgunaan Narkotika pada 1976.

Di akhir 1970-an, Pemerintah Indonesia mulai memberantas ganja di Aceh. Pasalnya, ganja Aceh adalah sumber pendanaan Gerakan Aceh Merdeka yang ingin melepaskan Aceh dari Indonesia.

Kemudian pada 1997, ganja dikampanyekan sebagai salah satu narkotika paling berbahaya, tanpa landasan ilmiah apa pun.

Memasuki reformasi, perang terhadap ganja makin keras. Terutama setelah terbitnya Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

Setiap orang yang kedapatan memiliki ganja terancam penjara paling singkat empat tahun dengan denda paling sedikit Rp 800 juta.

Jika ganja yang ditemunkan beratnya lebih dari lima gram, maka dianggap sebagai pengedar dengan ancaman hukuman seumur hidup atau paling singkat lima tahun.

Penjara-penjara penuh. Sebagian besar diisi oleh mereka yang mengonsumsi ganja.

Hingga kini, ganja masih jadi narkoba yang paling banyak digunakan di Indonesia berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN).

Negara-negara yang memulai pelarangan ganja, kini sudah melegalkan ganja dan menjadikan ganja sebagai obat.

Negara-negara di mana ganja legal atau boleh dikonsumsi sebagai obat di antaranya yakni AS, Kanada, Belanda, Inggris, Swiss, Korea Selatan, Jerman, Australia, hingga Denmark.

https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/02/193000069/sejarah-ganja-di-indonesia-dilarang-belanda-hingga-diusulkan-diekspor

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke