Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Jepang

Penderitaan ini memicu kebencian rakyat terhadap Jepang. Di sebagian wilayah, rakyat memilih angkat senjata.

PETA, organisasi militer yang dibentuk Jepang sendiri bahkan melawan. Begitu pula para tokoh nasional yang melawan dengan caranya masing-masing.

Berikut sejumlah perlawanan rakyat terhadap Jepang seperti dirangkum dari Masa Pendudukan Jepang di Indonesia (2019):

Perlawanan rakyat Cot Plieng

Perlawanan terbuka terhadap Jepang pertama terjadi di Cot Plieng Bayu, Aceh.

Di daerah dekat Lhokseumawe itu, rakyat melawan tentara Jepang setelah delapan bulan Jepang singgah.

Perlawanan dipimpin seorang ulama muda bernama Tengku Abdul Djalil. Guru mengaji itu melawan karena membela ajaran agamanya.

Tengku Abdul Djalil menentang melakukan seikerei yang diwajibkan Jepang. Seikerei adalah penghormatan kepada kaisar Jepang dengan membungkukkan badan ke arah Tokyo.

Untuk meredam perlawanan ini, Jepang berusaha membujuk sang ulama. Namun karena tidak berhasil, Jepang kemudian menyerang di pagi buta ketika rakyat sedang shalat subuh.

Dengan persenjataan seadanya, rakyat berusaha menahan serangan dan berhasil memukul mundur pasukan Jepang ke Lhokseumawe.

Tengku Abdul Djalil tewas dalam pertempuran itu, pada 13 November 1942.

Di berbagai daerah Aceh lainnya, perlawanan serupa meletus. Seperti di Kabupaten Berenaih yang dipimpin kepala kampung dan dibantu satu regu Giyugun.

Sayangnya, semua perlawanan berakhir dengan kemenangan Jepang.

Ia menolak tegas ajaran yang berbau Jepang khususnya seikerei. Selain itu, Zainal Mustafa juga tak tahan dengan penderitaan yang dialami rakyat yang dipaksa bekerja.

Saat utusan Jepang hendak menangkap, Zainal Mustafa ternyata telah mempersiapkan para santrinya untuk melawan.

Mereka telah dibekali ilmu bela diri unruk mengepung dan mengeroyok tentara Jepang. Tentara Jepang akhirnya mundur ke Tasikmalaya.

Namun pada 25 Februari 1944, Jepang memilih menggunakan kekerasan untuk mengakhiri pemberontakan.

Terjadi pertempuran sengit antara rakyat dan pasukan Jepang setelah shalat Jumat.

Para santri kalah. KH Zainul Mustafa dan 72 pengikutnya berhasil ditangkap tentara Jepang. Mereka dibawa ke Tasikmalaya lalu ke Jakarta untuk dihukum mati. Jasadnya dimakamkan di Ancol, Jakarta Utara.

Perlawanan rakyat Indramayu

Perlawanan di Indramayu terjadi pada April 1944. Penyebabnya, Jepang memaksa kewajiban menyetorkan sebagian hasil penanaman padi.

Selain itu, Jepang juga memaksa rakyat bekerja atau kerap disebut romusha.

Penderitaan bekepanjangan yang dirasakan rakyat akhirnya memicu perlawanan. Perlawanan dipimpin oleh Haji Madriyan di Desa Kaplongan, Karangampel, Sindang, Kabupaten Indramayu.

Selain itu pada Juli 1944 muncul juga perlawanan di Desa Cidempet, Kecamatan Lohbener. Mereka memprotes penguasaan Jepang atas padi milik mereka.

Pasukan Jepang menumpas pemberontakan di Sindang dan Lohbener dengan keji. Tujuannya, agar daerah lain takut dan tak ikut memberontak.

Perlawanan rakyat Aceh

Dua tahun setelah perlawanan di Cot Plieng, perlawanan kembali meletus di Jangka Buyadi, Aceh.

Perlawanan ini dipimpin oleh Teuku Hamid, seorang perwiru Giyugun. Bersama dengan satu peleton pasukannya, Teuku Hamid melarikan diri ke hutan untuk melakukan perlawanan pada November 1944.

Untuk mengatasi perlawanan ini, Jepang mengeluarkan ancaman pembunuhan terhadap keluarga para pemberontak jika tidak mau menyerah.

Kondisi ini memaksa sebagian pasukan pemberontak menyerah sehingga berhsil ditumpas.

Perlawanan rakyat Kalimantan

Di Kalimantan, rakyat melawan karena penindasan yang dirasakan sangat berat.

Salah satu perlawanan di Kalimantan dipimpin oleh Pang Suma, pemimpin Suku Dayak.

Pemimpin Suku Dayak punya pengaruh luas di kalangan sukunya dari daerat Tayan, Meliau, dan sekitarnya.

Pang Suma melancarkan perlawanan dengan taktik perang gerilya. Meski jumlah pasukan sedikit, rakyat ikut berjuang.

Mereka memanfaatkan alam Kalimantan yang berupa rimba belantara, sungai, rawa, dan daerah yang sulit ditempuh.

Sayangnya, tak semua rakyat mau melakukan perlawanan. Ada yang malah menjadi mata-mata Jepang.

Keberadaan mata-mata yang tak segan menganiaya dan membunuh saudaranya sendiri inilah yang kemudian mengagalkan perlawanan.

Perlawanan rakyat Irian Barat

Irian Barat juga mendapat perlakuan kejam dari Jepang. Mereka sering dipukuli dan dianiaya di luar batas kemanusiaan.

Tindakan semena-mena ini memicu perlawanan. "Gerakan Koreri" adalah perlawanan yang cukup terkenal di Biak. Pemimpinnya L Rumkorem.

Biak menjadi basis perlawanan. Mereka melawan dengan gerilya.

Jepang pun kewalahan menghadapinya hingga akhirnya pergi meninggalkan Biak. Biak menjadi daerah bebas dan merdeka pertama di Indonesia.

Perlawanan di Biak juga meluas hingga ke Yaspen Selatan. Di Yaspen Selatan, perlawanan dipimpin oleh Silas Papare.

Perlawanan berlangsung sangat lama. Rakyat bahkan dibantu oleh Sekutu. Jepang akhirnya kalah dan menarik mundur pasukannya.

 

https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/16/173000169/perlawanan-rakyat-indonesia-terhadap-jepang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke