Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Organisasi Semimiliter di Era Pendudukan Jepang

Selama menduduki Indonesia, Jepang membentuk sejumlah organisasi militer dan semimiliter untuk mempersiapkan kaum muda menjaga pertahanan Jepang.

Organisasi semimiliter yang dibentuk yakni:

Berikut penjelasan organisasi semimiliter bentukan Jepang seperti dikutip dari buku Masa Pendudukan Jepang di Indonesia (2019):

Barisan Pemuda Asia Raya

Sebelum membentuk organisasi semimiliter, Jepang telah membentuk organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan.

Organisasi-organisasi itu diisi anak muda. Anak muda dilatih prinsip dan tradisi bangsa Jepang yakni kedisiplinan dan semangat juang.

Selain itu, mereka juga mendapat pelatihan fisik khusus. Salah satunya lewat Barisan Pemuda Asia Raya yang merupakan sayap dari Gerakan Tiga A.

Barisan Pemuda Asia Raya diresmikan pada tanggal 11 Juni 1942. Barisan ini diketuai dr. Slamet Sudibyo dan SA Saleh.

BPAR diadakan dari tingkat pusat di Jakarta. Kemudian di daerah-daerah dibentuk Komite Penginsafan Pemuda.

Anggotanya terdiri atas unsur kepanduan. Komite ini menyesuaikan dengan situasi daerah masing-masing.

BPAR mengadakan program latihan dalam jangka waktu tiga bulan. Jumlah peserta tidak dibatasi.

Semua pemuda boleh masuk mengikuti latihan. Latihan BPAR menekankan pentingnya semangat dan keyakinan. Para pemuda digembleng untuk memimpin pemuda lainnya.

San A Seinen Kutensho

Selain BPAR, di bawah Gerakan Tiga A, Jepang juga membentuk San A Seinen Kutensho. San A Seinen Kutensho dibentuk oleh H Shimuzu dan Wakabayashi.

Pelatihan San A Seinen Kutensho diadakan selama 1,5 bulan. Latihan ini terbuka bagi mereka yang pernah aktif di organisasi, misalnya kepanduan.

Selain pelatihan kedisiplinan, San A Seinen Kutensho juga diajari keterampilan sehari-hari. Ada memasak, membersihkan rumah, dan berkebun.

Para pesertanya juga diajari bahasa Jepang. Total, ada 250 orang yang terlah dilatih.

Seinendan

Seinendan dibentuk pada 29 April 1943. Tujuannya, mendidik dan melatih pemuda pribumi agar dapat menjaga pertahanan.

Jepang sebenarnya membutuhkan para pemuda terlatih ini untuk jadi prajurit perangnya.

Rencananya, Seinendan akan ditempatkan sebagai barisan cadangan yang akan mempertahankan garis belakang.

Pembinaan Seinendan dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri Bagian Pengajaran, Olah Raga, dan Seinendan atau korps pemuda.

Pemuda yang direkrut yang berusia 14-22 tahun. Tidak hanya pemuda di desa dan sekolah, Jepang juga merekrut hingga ke pabrik dan perumahan.

Ada bagian khusus putri yakni Josyi Seinendan yang dibentuk pada 1944.

Untuk menyukseskan Seinendan, Jepang juga memperluas Seinen Kunrensyo atau Lemaga Pelatihan-pelatihan Pemuda.

Seinen Kunrensyo kemudian diubah menjadi Cuo Seinen Kunrensyo atau Lembaga Pusat Pelatihan Pemuda.

Para peserta diajarkan latihan dasar kemiliteran tanpa menggunakan senjata. Hingga akhir pendudukan Jepang, jumlah anggota Seinendan mencapai dua juta.

Tokoh-tokoh Indonesia yang pernah menjadi anggota Seinendan antara lain, Sukarni dan Latief Hendraningrat.

Keibodan

Jepang juga membentuk Keibodan, yang berfungsi sebagai pembantu polisi. Keibodan bertugas menjaga lalu lintas dan menjaga keamanan di desa.

Awalnya, mereka yang direkrut Keibodan adalah yang berusia 20-35 tahun. Belakangan, diubah menjadi 25-25 tahun. Untuk menjadi anggota harus berbadan sehat dan berkelakuan baik.

Pembina keibodan adalah Departemen Kepolisian (Keimubu). Di daerah (syu), dibina oleh Bagian Kepolisian (Keisatsubu).

Pelatihan digelar di Sukabumi yang kelak menjadi Sekolah Kepolisian. Lama waktu pelatihan satu bulan.

Anggota Keibodan sengaja dijauhkan agar tidak terpengaruh golongan nasional. Sebagian mereka terpaksa bergabung Keibodan karena takut pada Jepang yang mengumpulkan massa secara paksa.

Organisasi ini besar di Jawa hingga ke tingkat desa. Namun di Sumatera dan di daerah yang dikuasai Angkatan Laut, ada organisasi serupa namanya Bogodan. Sementara di Kalimantan namanya Borneo Konan Hokokudan.

Adapun di kalangan keturunan Tionghoa, namanya Kakyo Keibotai. Jumlah anggota Keibodan mencapai satu juta.

Barisan Pelopor

Pada pertengahan 1944, Jepang mengadakan rapat Chuo-Sangi-In (Dewan Pertimbangan Pusat).

Salah satu yang jadi bahasan rapat itu adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran di kalangan rakyat untuk membangun persaudaraan segenap rakyat.

Hal itu dibutuhkan dalam rangka mempertahankan tanah air dari serangan musuh. Keinginan itu diwujudkan dengan membentuk Shuisintai atau Barisan Pelopor pada 1 November 1944.

Barisan Pelopor berada di bawah naungan Jawa Hokokai. Barisan ini dipimpin langsung oleh Soekarno. Soekarno juga dibantu oleh RP Suroso, Otto Iskandardinata, dan Buntaran
Martoatmojo.

Anggotanya direkrut dari berbagai kelompok dan latar belakang. Ada yang berpendidikan dan ada yang tak pernah mengenyam pendidikan.

Organisasi ini mengadakan pelatuhan militer. Senjata yang disediakan sederhana, seperti senapan kayu dan bambu runcing.

Mereka juga diperdengarkan pidato dari para nasionalis untuk kemudian disebarkan ke rekan-rekannya.

Selain itu, anggota Barisan Pelopor juga dilatih menggerakkan massa dan membangun pertahanan.

Dibentuk pula Barisan Pelopor Istimewa. Anggotanya dipilih dari asrama-asrama pemuda yang terkenal, berjumlah 100 orang.

Di antaranya ada Supeno, DN Aidit, Johar Nur, dan Asmara Hadi. Ketuanya adalah Sudiro.

Barisan Pelopor berkembang pesat, terutama di perkotaan karena dipimpin oleh golongan nasionalis. Jumlah anggotanya mencapai 60.000 orang.

Hizbullah

Pada 7 September 1944, Perdana Menteri Jepang Kaiso menjanjikan kemerdekaan Indonesia. Saat itu, Jepang mulai terimpit di Perang Pasifik melawan negara-negara Barat.

Jepang membutuhkan tambahan pasukan. Rencananya, ada 40.000 orang lagi yang direkrut.

Rencana ini disambut antusias oleh tokoh-tokoh Islam yang tergabung di Masyumi. Bagi mereka, ikut perang membela Jepang sama dengan mengupayakan kemerdekaan yang dijanjikan Jepang.

Sementara bagi Jepang, pasukan ini akan memperkuat pasukan yang berperang. Apalagi, Islam saat itu menjadi agama mayoritas rakyat.

Maka dengan dukungan Masyumi, pada 15 Desember 1944, didirikanlah Kaikyo Seinen Teishinti atau Hizbullah.

Dikutip dari Islam dan politik: Teori Belah Bambu, Masa Demokrasi Terpimpin, 1959-1965 (1996), Hizbullah adalah kesatuan militer bagi pemida muslim.

Hizbullah yang artinya tentara Allah, diisi oleh pemuda-pemuda muslim. Ketua Pengurusnya adalah KH Zainul Arifin, dan wakilnya adalah Moh Roem.

Anggota pengurusnya antara lain Prawoto Mangunsasmito, Kiai Zarkasih, dan Anwar Cokroaminoto.

Pada tahap pertama pendaftaran digelar lewat Syumubu (kantor Agama). Setiap keresidenan diminta mengirim 25 orang pemuda muslim. Mereka rata-rata berusia 17-25 tahun.

Terkumpullah 500 orang pemuda muslim. Mereka kemudian dilatih militer di Cibarusah, Bogor, Jawa Barat selama 35 bulan.

Pada tanggal 28 Februari 1945, latihan secara resmi dibuka oleh pimpinan tentara Jepang.

Pembukaan latihan ini dihadiri oleh pengurus Masyumi, seperti KH Hasyim Asyari, KH Wahid Hasyim, dan Moh Natsir.

Dalam pidato pembukaannya, pimpinan tentara Jepang menegaskan bahwa para pemuda dilatih agar dapat mengatasi kesukaran perang dengan hati tabah dan iman yang teguh.

Para pelatihnya berasal dari komandan-komandan Peta dan di bawah pengawasan perwira Jepang, Kapten Yanagawa Moichiro. Kapten Moichiro adalah pemeluk Islam yang kemudian menikah dengan seorang putri dari Tasik.

Tak hanya latihan fisik kemiliteran, anggota Hizbullah juga mendapat pendidikan mental rohaniah. Ada bidang kekebalan yang dilatih oleh KH Mustafa Kamil, bidang tauhid oleh KH Mawardi.

Kemudian bidang politik dilatih oleh KH Abdul Halim, dan bidang sejarah oleh Kiai Tohir Basuki (bidang sejarah). Ketua asramanya adalah KH Zainul Arifin.

Setelah selesai pelatihan, anggota kembali ke daerah masing-masing untuk membentuk cabang-cabang Hizbullah beserta program pelatihannya.

Dengan demikian, berkembanglah kekuatan Hizbullah di berbagai daerah. Namun kekuatan utama ada di Jawa sebagai pusat pemerintahan.

Barisan Berani Mati

Dikutip Tukang Becak Jadi Mayor TNI: Kisah Mayor Abdullah, Pahlawan 10 November yang Terlupakan (2015), Jibakutai dibentuk Jepang pada 8 Desember 1944.

Saat itu Jepang sudah terdesak dalam Perang Pasifik. Kelompok ini terinspirasi dari para pilot Kamikaze.

Kamikaze adalah unit khusus di militer Jepang yang mengorbankan nyawa dengan menabrakkan pesawatnya ke kapal perang musuh.

Barisan ini memang dipersiapkan untuk membantu Jepang menghadapi musuh. Namun pemuda anggotanya dilatih menghadapi musuh dari pihak mana pun yang mengancam Indonesia.

Para anggotanya tak dibekali senjata api. Mereka hanya dilatih baris berbaris dan aba-aba Jepang.

Mereka juga tak tinggal di asrama. Mereka hanya dibekali semangat untuk berani mati dan tak banyak bertanya.

https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/13/170000469/organisasi-semimiliter-di-era-pendudukan-jepang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke