Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Syahfitri Anita
Peneliti

Peneliti Peneliti BRIN di bidang biokimia, zoologi, herpetofauna dan racun hewan.

Trilogi Toksin Hewan: Bisa Ular, untuk Menyerang Musuh atau Memakan Mangsa?

Kompas.com - 30/04/2024, 16:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Hasil studinya mengungkapkan bahwa hanya sedikit gigitan ular berbisa yang langsung menimbulkan rasa sakit yang cepat dan parah, menyiratkan bahwa susunan racun tersebut tidak berevolusi untuk tujuan utama pertahanan.

Selain itu, analisis evolusi ular menunjukkan bahwa fitur rasa sakit yang disebabkan spesies ular tertentu, dapat hilang pada garis keturunan berikutnya. Sehingga mereka menyimpulkan bahwa bisa ular tidak berevolusi untuk tujuan pertahanan diri ular.

Tinjauan mengenai evolusi bisa ular Elapidae Australia yang menarik ditulis oleh Jackson dkk (2016). Mereka menuliskan bagaimana komposisi bisa ular dapat bervariasi sepanjang fase hidup ular tersebut, misalnya saat remaja dan dewasa.

Ular saat tubuhnya masih kecil tentu akan memakan mangsa yang berukuran lebih kecil dari tubuhnya, misalnya, seperti kadal-kadal berukuran kecil.

Ketika dewasa, pola makan ular dapat menjadi lebih umum yang dapat memakan beragam tipe dan ukuran mangsa.

Pola makan yang berubah ini dapat mendorong perubahan komposisi racun bisa ular karena sistem fisiologis mangsa yang juga berubah, sehingga diperlukan racun yang sesuai untuk mencernanya. Hal ini menyiratkan bahwa faktor tipe mangsa sangatlah menentukan komposisi bisa ular.

Berbagai bukti yang ada saat ini menyiratkan bahwa faktor utama pendorong kemunculan atau evolusi bisa ular adalah makanan.

Pada ular berbisa, komposisi bisa muncul dan berkembang sebagai hasil seleksi alam untuk mendapatkan sumber makanan lokal yang tersedia di habitatnya secara optimum.

Hal ini umumnya didasarkan pada tingkat toksisitas racun yang tinggi terhadap jenis mangsa, dibandingkan untuk spesies yang bukan mangsanya.

Selain itu, terdapat juga toksin-toksin pada bisa ular yang spesifik untuk mangsa tertentu. Studi yang dilakukan Davies dan Arbuckle (2019) menunjukkan bahwa tingkat toksisitas bisa ular sangat dipengaruhi oleh meningkatnya diversitas mangsa.

Oleh karena itu, para peneliti meyakini bahwa bisa ular berevolusi dengan tujuan membunuh atau menaklukan mangsa, dan juga untuk fungsi-fungsi lain yang terkait dengan akuisisi makanan.

Meskipun ular menggunakan bisa untuk pertahanan dirinya, fungsi ini bukanlah tujuan utama kemunculan dan berkembangnya bisa pada berbagai spesies ular.

Berbahaya, tapi memiliki potensi luar biasa

Bila dihitung dari nilai ekonominya, bisa ular adalah salah satu cairan termahal yang hampir menyaingi nilai minyak bumi. Hal ini karena molekul toksin bisa ular memiliki potensi pemanfaatan yang luar biasa.

Bisa ular telah digunakan dalam pengembangan obat-obatan, kosmetik, alat diagnostik, dan berbagai bidang kesehatan lainnya.

Contohnya obat-obatan dengan merk dagang captopril, enalapril, tirofiban, eptifibatide, batroxobin, dan cobratide.

Obat-obat ini dihasilkan dari komponen bisa ular yang dimurnikan secara langsung maupun diproduksi secara sintetik. Obat-obat ini umumnya digunakan untuk mengatasi penyakit terkait darah dan jantung seperti hipertensi atau gagal jantung.

Meskipun bisa ular berbahaya dan dapat mengancam manusia, namun berbagai bukti ilmiah yang ada menunjukkan bahwa menyerang manusia bukanlah tujuan utama ular memiliki bisa.

Secara sederhana, bisa ular muncul dan berkembang akibat kebutuhan ular untuk mendapatkan makanan di habitatnya.

Kalau tujuan utama bisa ular bukan untuk pertahanan diri, lalu adakah sistem kimiawi lainnya yang digunakan ular untuk mempertahankan dirinya?

Ya, terdapat bentuk pertahanan kimiawi ular yang unik dan hanya dimiliki oleh beberapa spesies ular di Asia.

Hal ini akan kita bahas pada tulisan berikutnya yang merupakan bagian terakhir dari topik trilogi toksin hewan.

Bersambung, baca artikel selanjutnya: Trilogi Toksin Hewan: Ular yang Berbisa dan Beracun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com