KOMPAS.com - Kondisi El Nino telah muncul kembali di kawasan tropis Pasifik, yang merupakan kejadian pertama dalam tujuh tahun terakhir.
Hal ini mengakibatkan potensi lonjakan suhu global dan gangguan terhadap pola cuaca serta iklim.
Peristiwa El Nino juga telah menyebabkan kekeringan yang parah di berbagai wilayah, termasuk Indonesia, Australia, sebagian besar wilayah Asia Selatan, Amerika Tengah, dan sebagian utara Amerika Selatan.
Bahkan, akibat kekeringan parah, kebakaran lahan terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia.
Baca juga: Apakah Dampak El Nino pada Kesehatan Masyarakat?
Lantas, apakah kebakaran lahan di Indonesia memiliki kaitan dengan fenomena El Nino?
Dilansir dari Forum Geosaintis Muda Indonesia, Selasa (24/10/2023), fenomena El Nino memperpanjang musim kering di Indonesia, terutama di Kalimantan dan Sumatera, sering menyebabkan kebakaran hutan pada bulan Agustus hingga Oktober.
Variabilitas curah hujan yang dipengaruhi oleh El Nino memengaruhi peningkatan hotspot, yang merupakan salah satu faktor penyebab kebakaran hutan dan kabut asap yang meluas.
Contoh nyata adalah kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan pada tahun 2015, yang mencakup 2,61 juta hektar lahan terbakar. Musim kemarau yang diperpanjang oleh El Nino menyulitkan pemadaman titik-titik hotspot dan menghilangkan kabut asap.
Pada tahun 2019, El Nino yang lebih lemah masih berkontribusi pada kebakaran hutan yang parah, meskipun dengan skala yang lebih rendah dibandingkan dengan 2015.
Baca juga: Apakah Dampak El Nino pada Kehidupan Manusia?
El Nino mengganggu musim hujan dengan memperlambat sirkulasi angin, menyebabkan keterlambatan musim hujan di Indonesia, dan berdampak pada kekeringan.
Hal ini juga diungkapkan oleh Erma Yulihastin, ilmuwan peneliti di Pusat Penelitian Iklim dan Atmosfer, Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) saat diwawancara KOMPAS.com pada Senin (23/10/2023).
"Perubahan iklim global pasti berpengaruh pada peningkatan suhu global, yang pada gilirannya mengakibatkan beberapa wilayah Indonesia mengalami kekeringan. Meskipun demikian, respons terhadap perubahan ini bervariasi di berbagai wilayah," kata Erma.
Sejak Juni 2023, telah tercatat peningkatan signifikan dalam jumlah titik panas (hotspot) di Indonesia.
Baca juga: Bagaimana El Nino Dapat Memengaruhi Cuaca Ekstrem dan Gelombang Panas?
Dilansir dari Good Stats, Selasa (24/10/2023), jumlah hotspot mencapai rekor tertinggi dengan 1.274 hotspot pada bulan September, berdasarkan data yang ditemukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Pada 3 Oktober 2023, telah terdeteksi 169 titik panas tinggi, melampaui rekor Juli 2023 yang hanya mencapai 88 titik.
Untuk mengatasi potensi karhutla, pemerintah mengadakan Rapat Koordinasi Khusus Pengendalian Karhutla 2023, dan teknologi modifikasi cuaca digunakan untuk mencegah karhutla tahun ini.
Teknologi ini sebelumnya dikenal sebagai teknologi hujan buatan yang efektif saat menghadapi karhutla pada tahun 2020.
Baca juga: Mengenal El Nino, Fenomena yang Pengaruhi Musim Kemarau di Indonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.