Selain itu juga lebih efektif dan efisien mengolah limbah dari berbagai kegiatan industri, domestik, dan kendaraan bermotor.
Udara dicemari oleh bahan bakar fosil dan organik yang mengakibatkan emisi gas rumah kaca (CO2, CH4, N2O, HFCs, PFCs, dan SF6) yang terlepas ke udara terkumpul semakin tebal di atmosfer menyelimuti bumi maka terjadilah pemanasan global dan hujan asam (HNO3 dan H2SO4).
Menurut hasil riset yang dilakukan oleh ITB (2020), sumber utama pencemaran udara di DKI Jakarta berasal dari asap knalpot kendaraan, pembakaran batu bara, pembakaran terbuka, konstruksi, debu jalan, dan partikel tanah yang tersuspensi menjadi sumber utama pencemaran udara di Jakarta.
Banyak macam teknologi untuk pengatasi pencemaran udara, dalam tulisan ini kami menawarkan solusi teknologi plasma yang simple, ekonomis, dan sangat ramah lingkungan.
Baca juga: Kualitas Udara yang Kita Masih Abai
Dewasa ini teknologi plasma semakin berkembang dengan mengkombinasikan teknologi nanobubble untuk menghasilkan kabut ultra halus (nanomist) yang mengandung oksigen aktif, ozone dan radikal OH serta ion positif dan negatif.
Teknologi Ozon Nanomist, sebagai kombinasi dari Plasma dan Nanobubble, yang kami kembangkan pada saat pandemik Covid-19 tidak hanya berhasil menangkap polutan partikel debu, mematikan bakteri, dan menonaktifkan virus di udara, tapi juga dapat mematikan dan menonaktifkan mikroba yang berada di permukaan benda.
Produk-produk hasil riset yang kami kembangkan tidak hanya untuk pertimbangan kesehatan tetapi juga untuk tujuan membangun lingkungan hidup yang nyaman.
Teknologi Plasma juga dapat mengatasi pencemaran yang berasal dari sumbernya, misalnya penggunaan plasma electrostatic precipitators (PESP) yang dapat menghilangkan berbagai macam partikel seperti jelaga dari pembangkit listrik termal, batu bara, kabut minyak, bubuk resin, bubuk kaca, debu, dan bubuk besi yang dihasilkan dari insinerator, boiler, dan berbagai pabrik manufaktur.
ESP telah dikomersialkan oleh Cottrell di Amerika Serikat pada tahun 1907 untuk mengumpulkan kabut asam sulfat.
Di Jepang, industrialisasi berat dimulai pada tahun 1910-an, masalah polusi yang disebabkan oleh emisi asap dari pabrik mulai muncul dengan meningkatnya kebutuhan listrik dan ESP dipasang pada fasilitas tersebut.
Menurut Journal of the Institute of Electrical Engineers of Japan pada tahun 1921, sembilan unit ESP digunakan untuk keperluan industri di Jepang. ESP buatan dalam negeri menjadi produk utama setelah paten Cottrell berakhir pada tahun 1933.
Baca juga: Ilmuwan Temukan Cara Baru Kendalikan Polusi Udara dari Sektor Industri
ESP secara kasar dibagi menjadi tipe basah dan tipe kering, dan dipasang di pembangkit listrik termal, pabrik kimia, dan lain-lain untuk tujuan menangkap partikel halus di ruang yang luas.
Dewasa ini tidak hanya ESP tetapi sudah menjadi PESP dan sering dipasang sebagai bagian dari sistem pengolahan gas buang.
Secara keseluruhan, tidak hanya mengumpulkan jelaga, tetapi juga menghilangkan NOx dan SOx.
Selain itu, ESP juga bisa digunakan di terowongan jalan tol secara praktis