Pada 2017, pemerintah menetapkan Flores sebagai Pulau Panas Bumi (Geothermal Island) berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 2268 K/30/MEM/2017.
Selanjutnya pada 2025, ditargetkan pemenuhan kebutuhan listrik dasar utama (baseload) di Pulau Flores berasal dari energi terbarukan ini.
Terdapat tiga pembangkit listrik panas bumi yang telah beroperasi di Flores, yaitu PLTP Ulumbu (10 MW), PLTP Mataloko (2,5 MW), dan PLTP Sokoria (5 MW).
Walaupun utilisasi baru menyentuh angka 2 persen dari total potensi, perlahan tapi pasti, ketergantungan akan energi fosil untuk pembangkit listrik di Flores akan semakin berkurang.
Selain berdampak positif dari sisi lingkungan, keberadaan PLTP di suatu daerah yang biasanya berada di daerah dataran tinggi dapat menjadi daya tarik wisata.
Jika dikelola dengan baik, maka bisa menimbulkan multiplier effect dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sebagai contoh, PLTP Sokoria (bukan Sokovia-nya Marvel) yang terletak tidak jauh dari Danau Kelimutu memiliki pemandangan alam yang eksotik. Kondisi di sana mirip seperti dataran tinggi Dieng yang juga terdapat PLTP Dieng, Jawa Tengah.
Sebagai benchmark di negara lain, kawasan seperti Sokoria dan Dieng dapat dikembangkan layaknya Te Mihi dan Wairakei Geothermal Power Plant (North Island, New Zealand) yang terdapat Danau Taupo.
Di sekitar Danau Taupo, beberapa PLTP seperti Te Mihi (166 MW) dan Wairakei (193 MW) terintegrasi dari sisi pengelolaannya dengan kawasan wisata. Ada berbagai pilihan aktivitas dan atraksi, yaitu (hot pools, fishing, walking and hiking, mountain cycling, dan wisata budaya Maori).
Dengan berkaca dari negara yang sudah maju dalam pemanfaatan energi panas bumi seperti New Zealand, maka status Flores sebagai Pulau Panas Bumi tidak hanya berarti geotermal an sich.
Melainkan dapat menjadi lebih luas, dari sektor pariwisata, pengembangan infrastruktur wilayah, dan juga laboratorium alam untuk penelitian geosains dan geopark serta yang terkait dengannya.
Sebagai contoh, beberapa ahli ilmu bumi (geoscientist) akhir-akhir ini mulai tertarik meneliti panas bumi yang berada di pesisir dan pulau-pulau kecil karena memiliki beberapa variabel yang menarik.
Pada tahapan eksplorasi, penggunaan metode geofisika dan geokimia di daerah dekat laut harus mengalami penyesuaian (adjusment).
Secara teknis, dalam tahapan eksplorasi yang menggunakan metode geofisika elektromagnetik, keberadaan massa air laut di sekitar lokasi penelitian panas bumi menjadi faktor yang tidak bisa diabaikan.
Karakterisik air laut yang sangat konduktif akan menimbulkan distorsi komponen medan listrik akibat kontras resistivitas yang ekstrem antara daratan dan lautan.