Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Panggilan Aksi Individu dalam Krisis Iklim

Kompas.com - 13/06/2023, 15:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Marcellinus M.B. Utomo

BERADA di sebuah desa di Priangan Timur yang sejuk diapit oleh Gunung Galunggung dan Gunung Sawal menjadikan cuaca panas ekstrem di beberapa minggu terakhir tidak nyata terasa.

Baca juga: Krisis Iklim Sudah Mengkhawatirkan, Kenali 6 Penyebab Pemanasan Global

Namun, cerita menjadi lain saat saya mudik di wilayah selatan pesisir Pulau Jawa saat menghabiskan libur lebaran bersama sanak famili.

Suhu ekstrem nyata terasa dan ini menyuguhkan kembali pengalaman langsung bahwa dampak negatif perubahan iklim adalah nyata.

Indonesia saat ini mengalami beberapa dampak negatif dari perubahan iklim, yakni abrasi pesisir karena naiknya permukaan air laut, semakin seringnya gagal panen bagi komoditas pertanian dan perkebunan, kekeringan panjang, dan semakin seringnya kejadian banjir dan kejadian ektrem seperti badai.

Region Asia Tenggara merupakan salah satu wilayah yang paling rentan terhadap perubahan iklim.

Perubahan iklim ini harus direspons segera, terlebih ini akan menyangkut pada keberhasilan Pemerintah dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, terutama terkait pengentasan kemiskinan, perang terhadap kelaparan dan perubahan iklim.

Fakta Perubahan Iklim

Meskipun banyak pihak yang menolak anggapan bahwa perubahan iklim terjadi karena fenomena Bumi yang sewajarnya mengalami kenaikan dan penurunan suhu secara alami, dunia telah bersepakat bahwa fenomena perubahan iklim saat ini lebih pada akibat aktivitas manusia.

NASA menyatakan bahwa kenaikan suhu dimulai setelah revolusi industri dimulai pada tahun 1750 dengan penyebab utamanya adalah pembakaran bahan bakar fosil dan semakin berkurangnya pohon sebagai penyerap karbon.

Baca juga: Dua Produsen Emisi Karbon Terbesar, AS dan China, Bersatu Atasi Krisis Iklim

Pada tahun 2009 saja, konsentrasi karbondioksida naik 38 persen dan gas metan naik menjadi 148 persen dibandingkan sebelum revolusi industri dimulai.

Jika dibandingkan suhu bumi antara 1906 dan 2005, temperature permukaan rata-rata glonal naik antara 0,6 hingga 0,9 derajat Celsius.

Tren kenaikan suhu ini terus berjalan dan di tahun 2016 dan 2020 Forum Ekonomi Dunia mencatat bahwa Bumi mengalami suhu terpanas, yakni lebih panas 1,2 derajat celcius lebih panas dibandingkan rata-rata suhu di abad ke-19.

Panel Perubahan Iklim PBB mengisyaratkan bahwa suhu Bumi tidak boleh naik di atas 2 derajat Celcius dan terus berupaya untuk menjaga kenaikan suhu di bawah 1,5 derajat Celcius.

Perlu dicatat bahwa suhu Bumi naik di kisaran 0,18 derajat Celcius per dekade terhitung dari tahun 1981.

Kondisi ini menunjukkan bahwa perubahan iklim menjadi sinyal bahwa Bumi dalam bahaya. Kepunahan berbagai jenis makhluk hidup ada di depan mata.

Perubahan Iklim dan Keadilan Iklim

Tidak ada karma dalam bencana perubahan iklim dan bencana lingkungan pada umumnya. Orang yang tidak berbuat sesuatu yang merusak alam, tetap akan terkena dampak karena sifat dampak yang masif dan bersifat global tanpa pandang bulu.

Bahkan acapkali, sang perusak alam bebas dari segala konsekuensi dan dampak perubahan iklim karena mereka memiliki sumberdaya untuk menghindari dampak perubahan iklim.

Ironisnya, dampak terbesar biasanya ditanggung oleh pihak yang tidak ikut serta dalam perusakan alam.

Baca juga: Krisis Iklim, Apakah Energi Air Punya Masa Depan?

Pulau-pulau kecil, daerah tropis, dan masyarakat yang menggantungkan hidup dari alam yang akan paling menerima konsekuensi negatif, dan ketiga entitas ini melekat pada Indonesia.

Saya membayangkan, dalam minggu-minggu panas saat ini, bagaimana nasib para saudara-saudara yang tidak memiliki opsi dalam mengatasi cuaca panas ekstrem ini.

Masyarakat menengah-atas memiliki opsi untuk mendinginkan badan di ruang ber-AC atau bermobilitas dengan mobil ber-AC.

Tulisan ini menjadi refleksi bahwa sudah seharusnya, masyarakat yang lebih berdaya akan semakin mampu untuk berkontribusi dalam memerangi perubahan iklim.

Perubahan iklim bukan hanya terkait dengan keadilan iklim untuk generasi saat ini. Namun juga untuk generasi-generasi selanjutnya, atau yang diistilahkan dengan keadilan antar generasi.

Generasi mendatang berhak untuk diwariskan kondisi Bumi yang nyaman dan layak untuk ditinggali.

Aksi Mitigasi Perubahan Iklim di Ujung Jari

Dua puluh negara pulau dan kepulauan menghadiri The Archipelagic and Island States Forum (AIS) yang membahas inisiatif mitigasi perubahan iklim serta perlindungan laut di Manado.Dok. Humas Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara Dua puluh negara pulau dan kepulauan menghadiri The Archipelagic and Island States Forum (AIS) yang membahas inisiatif mitigasi perubahan iklim serta perlindungan laut di Manado.

Perusakan alam mungkin terjadi secara masif, namun bukan berarti kita tidak dapat berbuat sesuatu. Dalam satu artikel Kasetsart Journal of Social Sciences edisi Maret 2023, kolumnis memaparkan bahwa berbagai tingkatan komunitas-entitas dapat saling memengaruhi.

Sebagai analogi, entitas global seperti panel perubahan iklim dapat memberi rambu-rambu tentang aksi memerangi perubahan iklim yang diejawantahkan oleh suatu negara dalam upaya pengelolaan lingkungan.

Baca juga: Setelah 2020 yang Penuh Pilu, di Mana Posisi Krisis Iklim Saat Ini?

 

Oleh negara, akan diturunkan lagi hingga level pemerintahan terendah.

Namun, yang sering dilupakan adalah proses dari bawah. Bahwa bahkan di level individu maupun komunitas kecil akan dapat memberi pengaruh baik bagi entitas yang lebih luas.

Bagaimana aksi-aksi seperti komunitas resan di Gunungkidul secara mandiri mengkonservasi mata air atau umbul, atau komunitas penyelamat sungai di Bandung, atau komunitas Ibu-Ibu di desa Pejeng, Gianyar-Bali yang aktif mengkampanyekan pemilahan sampah agar sampah organik dapat diolah menjadi kompos, dan masih banyak lagi gerakan pro lingkungan yang diinisiasi tanpa embel-embel orientasi keuntungan.

Semakin banyak gerakan semacam ini, akan semakin menginspirasi lebih banyak orang untuk lebih peduli terhadap lingkungan dan akan menginisiasi suatu kebiasaan baru.

Tidak jarang kita menemukan suatu pandangan bahwa “kalau hanya saya yang melakukan, tidak akan ada pengaruhnya” (*dalam hal menjaga lingkungan, red.).

Pandangan ini tidak sepenuhnya salah, namun perlu dicatat bahwa jika agregat aktifitas masyarakat dapat berujung pada rusaknya alam, maka hal sebaliknya juga berlaku. Jika masyarakat mau bersama-sama menjaga alam maka alam akan terjaga.

Kurikulum pendidikan berbasis perubahan iklim yang dirancang oleh Menteri Dikbudristek menjadi sangat tepat dan sangat dinantikan eksekusinya yang lebih masif.

H.A. Alexander dalam Journal of Moral Education menegaskan bahwa melalui pendidikanlah, suatu ideologi akan efektif ditanamkan.

Ideologi yang pro-lingkungan dan pro-mitigasi perubahan iklim mendesak untuk ditanamkan bagi generasi muda tanah air.

Baca juga: Hutan Amazon Terancam Jadi Sabana Kering karena Krisis Iklim

Pepatah satu teladan, lebih baik dari seribu nasehat kiranya relevan untuk dilakukan masyarakat yang peduli akan keadilan iklim tanpa harus menunggu program dan program atau menunggu nanti dan nanti demi iklim Bumi yang lebih nyaman untuk ditinggali.

Marcellinus M.B. Utomo
Peneliti Pusat Riset Masyarakat dan Budaya – BRIN

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com