Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Anak Muda Gandrung Menggunakan "Paylater"?

Kompas.com - 02/06/2023, 14:00 WIB
The Conversation,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

Menurut data dari Institute for Development of Economic Studies (Indef), tidak sedikit dari mereka bahkan macet melunasi pinjaman itu.

Peneliti Nailul Huda dari Indef mengatakan kalau ini banyak terjadi pada pengguna berusia 19 tahun ke bawah yang belum berpenghasilan. Angka rata-rata kredit macetnya pun tidaklah kecil: 2,8 juta per orang.

Baca juga: Apakah Punya Banyak Uang Bisa Bikin Lebih Bahagia?

Mengapa paylater itu candu?

Temuan di atas juga mengisyaratkan kalau generasi muda jauh lebih sering menggunakan dompet digital ketimbang menarik uang dari mesin anjungan tunai mandiri (ATM).

Sebesar 67,8 persen responden dalam survei KIC, misalnya, mengaku sebagai pengguna dompet digital – OVO, GoPay, ShopeePay, hingga Dana – yang juga menjadi pintu masuk penggunaan jasa paylater.

Inilah mengapa, pada awalnya dulu (rentang 2017-2019), sebagian besar aplikasi niaga daring (e-commerce) sering kali mensyaratkan aktivasi dompet pembayaran mereka lebih dulu.

Secara tidak langsung, hal ini dapat mendorong mereka mengakses fitur paylater.

Kemudahan akses ini, serta promosi yang menggiurkan dan dirancang untuk memanipulasi otak (neuromarketing), merangsang keinginan konsumen untuk berbelanja.

Banyak anak muda keranjingan paylater, bahkan untuk membeli sesuatu yang tidak benar-benar mereka butuhkan.

Kesalahan bukan hanya pada kaum muda

Banyaknya anak muda yang menggunakan jasa keuangan digital, menurut sebuah riset di Yogyakarta, adalah karena minimnya literasi finansial, pemasukan yang sedikit, kurangnya kendali, hingga dorongan gaya hidup glamor.

Hal ini juga turut diperkuat dengan narasi berbau konsumerisme seperti promo kilat (flash sale) dan frasa “awas ketinggalan!” yang dilanggengkan oleh penyedia jasa.

Baca juga: Sains Buktikan Uang Bisa Membeli Kebahagiaan, tapi Ada Batasnya

 

Mereka menyebarkan pandangan ini lewat iklan yang menggiurkan namun jauh dari kenyataan (hyperreality) - juga melalui melalui promosi, skema hadiah, dan lain-lain.

Namun, riset tahun 2023 dari University of Newcastle tentang isu serupa di kalangan anak muda Australia, menawarkan persepsi yang berbeda.

Tim riset tersebut menemukan bahwa perilaku berutang bukan semata-mata kesalahan kaum muda dan bukanlah kasus individual saja.

Melampaui itu, utang turut melibatkan kuasa ekonomi politik industri besar, kapitalisme, dan pengabaian pemerintah terhadap isu keamanan anak muda.

Argumen tersebut didasari oleh fakta bahwa mayoritas pengguna jasa paylater ternyata didominasi oleh kelompok dengan kondisi ekonomi lemah. Mereka yang posisi dan kuasanya sudah rentan secara ekonomi, jadi semakin tertekan akibat tuntutan finansial.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com