Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Saja Risiko pada Tubuh Manusia Saat di Luar Angkasa? (Bagian 2)

Kompas.com - 25/05/2023, 08:00 WIB
Monika Novena,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Keinginan manusia untuk menjelajah luar angkasa dalam upaya menemukan kehidupan lain, dan bahkan membuat koloni baru di luar Bumi semakin tak terbendung. 

Untuk mewujudkan hal itu, sebelum dapat mencapai planet lain, manusia harus berhadapan dengan berbagai risiko dan kendala, apalagi jika dilakukan dalam jangka panjang. Seperti risiko lingkungan luar angkasa pada tubuh manusia.

Risiko yang dihadapi tubuh manusia

Salah satu kendala terbesar adalah gaya berat mikro, keadaan tanpa bobot, di mana astronot dapat mengapung dan mendorong benda berat ke udara dengan mudah.

Penjelajah luar angkasa pun masih harus berhadapan dengan lebih banyak risiko yang bisa ditimbulkan dari hidup dalam isolasi yang berkepanjangan dan ruang sempit di wahana antariksa sebelum mencapai tujuan.

Sayangnya banyak aspek eksplorasi luar angkasa itu dapat merugikan kesehatan manusia yang menyebabkan berbagai perubahan pada tubuh kita.

Jadi apa saja perubahan yang akan terjadi, berikut beberapa risiko yang dihadapi tubuh manusia saat berada di luar angkasa, seperti dikutip dari Live Science, Rabu (24/5/2023).

Baca juga: Apa Saja Risiko Berenang di Laut?

6. Risiko peningkatan penggumpalan darah dalam tubuh

Jantung adalah bagian penting pada tubuh manusia. Sama seperti otot lainnya, jantung bergantung pada tarikan gravitasi Bumi yang terus-menerus agar tetap kuat dan berfungsi.

Gravitasi menarik darah di dalam tubuh ke bawah dan memaksa jantung berkontraksi cukup kuat untuk mendorong darah naik ke seluruh tubuh.

Namun gaya berat mikro mengacaukannya dan dapat menyebabkan jantung astronot menjadi lebih kecil dari waktu ke waktu.

Penyusutan jantung bukan satu-satunya efek potensial dari misi luar angkasa jarak jauh pada sistem kardiovaskular manusia. Semakin banyak bukti bahwa gaya berat mikro dapat meningkatkan risiko penggumpalan darah yang berbahaya.

Risiko ini dapat muncul karena gaya berat mikro terkait dengan berkurangnya aliran darah ke seluruh tubuh dan meningkatnya faktor pembekuan darah.

Risiko yang dihadapi tubuh manusia di lingkungan tanpa bobot dapat menyebabkan disfungsi pada jaringan yang melapisi pembuluh darah, yang secara teoritis akan berkontribusi pada risiko pembekuan darah selama penerbangan luar angkasa.

Baca juga: Apa Saja Risiko pada Tubuh Manusia Saat di Luar Angkasa? (Bagian 1)

Ilustrasi astronot NASA dalam misi Artemis yang akan kembali ke Bulan pada tahun 2024 mendatang. Akibat pandemi virus corona, pembuatan roket atau wahana antariksa, Orion harus ditunda.NASA Ilustrasi astronot NASA dalam misi Artemis yang akan kembali ke Bulan pada tahun 2024 mendatang. Akibat pandemi virus corona, pembuatan roket atau wahana antariksa, Orion harus ditunda.

7. Peningkatan peradangan

Berdasarkan studi NASA misi luar angkasa jarak jauh dapat meningkatkan keseluruhan peradangan dalam tubuh manusia.

Risiko meningkatnya peradangan saat tubuh manusia berada di luar angkasa tersebut telah dikaitkan dengan kondisi seperti penyakit jantung dan resistensi insulin.

Hal tersebut terungkap dari studi yang dilakukan pada astronot Scott dan Mark Kelly yang merupakan saudara kembar identik.

8. Kerusakan DNA

Dampak luar angkasa terhadap tubuh manusia adalah dapat mempengaruhi DNA. Astronot menghadapi peningkatan risiko kerusakan DNA, terutama karena paparan radiasi kosmik dan gayaberat mikro.

Partikel bermuatan sinar kosmik dapat merusak untaian DNA secara langsung atau tidak langsung melalui produksi radikal bebas, sejenis molekul yang tidak stabil.

Baca juga: Apa Saja Risiko Kehamilan pada Anak?

Mikrogravitasi, di sisi lain, dapat mengganggu proses perbaikan DNA alami, yang selanjutnya meningkatkan risiko mutasi genetik pada tubuh manusia saat astronot berada di luar angkasa.

Kondisi unik di dalam penerbangan luar angkasa dan kurangnya udara segar juga dapat menambah efek berbahaya ini.

Dengan demikian misi luar angkasa jarak jauh dapat menyebabkan akumulasi mutasi genetik, meningkatkan risiko kanker, fibrosis kistik, anemia sel sabit, dan efek kesehatan buruk lainnya.

9. Kesehatan usus yang buruk

Risiko lain yang dihadapi tubuh manusia adalah masalah kesehatan pencernaan. Saluran pencernaan manusia adalah rumah bagi triliunan mikroba yang dapat memengaruhi fungsi pencernaan manusia, respons imun, metabolisme, dan pensinyalan saraf, di antara fungsi tubuh lainnya.

Baca juga: Apa Saja Risiko Infeksi Kraken Omicron Subvarian XBB 1.5?

Ilustrasi astronot saat berada di luar angkasa. Saat berada di ruang hampa seperti luar angkasa, para astronot harus mengenakan pakaian pelindung dan helmnya. Jika tidak, mereka bisa meninggal dalam hitungan menit. Ilustrasi astronot saat berada di luar angkasa. Saat berada di ruang hampa seperti luar angkasa, para astronot harus mengenakan pakaian pelindung dan helmnya. Jika tidak, mereka bisa meninggal dalam hitungan menit.

Mikroba usus terus berubah sebagai respon terhadap faktor eksternal dan penerbangan luar angkasa juga dapat memengaruhi kesehatan usus.

Astronot cenderung memiliki populasi mikroba usus yang kurang beragam dibandingkan dengan orang-orang di Bumi, dan seringkali menampung lebih banyak spesies bakteri yang memicu peradangan usus, seperti Faecalibacterium dan Parasutterella.

Astronot Scott Kelly menunjukkan perubahan besar pada mikrobioma ususnya selama penerbangan luar angkasa tetapi kembali normal saat berada di Bumi.

10. Perubahan struktur dan aktivitas otak

Selain jaringan tubuh dan jantung, risiko misi luar angkasa juga dapat memengaruhi struktur otak para astronot.

Baca juga: Apa Saja Penyebab Orang Mengigau saat Tidur?

Gaya berat mikro menyebabkan cairan serebrospinal, zat encer yang menjadi bantalan dan memberikan nutrisi ke otak dan sumsum tulang belakang menjadi bergeser.

Ini pada gilirannya dapat mengubah bentuk dan berat otak.

Perubahan struktur dan aktivitas otak mungkin masih ada beberapa bulan setelah astronot mendarat kembali di Bumi. Para ilmuwan tidak yakin secara pasti pengaruhnya terhadap kesehatan manusia.

Studi yang dipublikasikan di jurnal Communications Biology tahun 2023 menemukan misi luar angkasa jarak jauh dapat mengubah cara berbagai bagian otak berkomunikasi satu sama lain.

Hasil itu didapat setelah peneliti melakukan pemindaian otak dari 13 astronot sebelum penerbangan luar angkasa, tidak lama setelah kembali ke Bumi, dan delapan bulan setelah di Bumi.

Baca juga: Apa Saja Exoplanet Paling Mirip dengan Bumi?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com