Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Satelit RHESSI yang Kembali ke Bumi Setelah 21 Tahun Bertugas

Kompas.com - 21/04/2023, 08:00 WIB
Monika Novena,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Satelit Reuven Ramaty High Energy Solar Spectroscopic (RHESSI) adalah satelit NASA yang bertugas memantau Matahari dan mempelajari orbit Bumi yang telah bertugas selama dua dekade.

Kini setelah mengakhiri masa tugasnya, satelit seberat 300 Kg itu mati dan dijadwalkan akan kembali dan jatuh ke Bumi, kemarin, Kamis (20/4/2023).

Dikutip dari Live Science, sebagian besar satelit yang mati diperkirakan akan terbakar saat melewati atmosfer Bumi.

Kendati beberapa satelit, mungkin juga masih menyisakan material saat masuk ke Bumi, meski begitu NASA tidak mengungkapkan di mana puing-puing satelit itu akan mendarat.

"Risiko bahaya (jatuhnya material satelit) yang menimpa siapa pun di Bumi rendah, kira-kira 1 banding 2.467," tulis NASA.

Baca juga: Mengenal SADEWA, Sistem Peringatan Dini Bencana Berbasis Satelit

Mengenal satelit RHESSI

RHESSI diluncurkan ke orbit rendah Bumi oleh roket Pegasus XL pada tahun 2002.

Satelit tersebut menggunakan spektrometer yang mendeteksi sinar-X dan sinar gamma, gelombang berenergi tinggi dari matahari yang sebagian besar terhalang oleh atmosfer Bumi.

Alat tersebut digunakan untuk menangkap data tentang letusan dari matahari dalam bentuk solar flares dan coronal mass ejections (CMEs).

Dengan mengamati lebih dari 100.000 pancaran sinar-X, RHESSI mendokumentasikan suar matahari mulai dari suar nano sangat kecil, hingga superflare raksasa dan bahkan melakukan pengukuran bentuk matahari yang lebih baik.

Dilansir dari CNN, tak heran satelit RHESSI punya peran penting dalam mempelajari Matahari karena sebelumnya tidak ada gambar sinar gamma atau sinar-X berenergi tinggi yang diambil dari semburan Matahari.

Baca juga: Mengenal Badai Matahari yang Jatuhkan Satelit Internet Starlink Milik SpaceX

Data dari RHESSI akhirnya mampu memberikan petunjuk penting tentang fenoma tersebut dan lontaran massal koronal yang terkait.

Solar flare atau suar Matahari ini melepaskan energi yang setara dengan miliaran megaton TNT ke atmosfer Matahari dalam hitungan menit dan dapat berdampak pada Bumi, termasuk gangguan sistem kelistrikan.

Sampah antariksa satelit

Satelit tersebut hanyalah salah satu dari banyak sampah antariksa yang berpotensi berbahaya yang telah menjadi berita utama setelah jatuh tak terkendali keluar dari orbit.

Sebelumnya pada tahun 2020 dan 2022, empat dari pendorong Long March 5B China jatuh ke Bumi tepatnya di Pantai Gading, Kalimantan, dan Samudra Hindia.

Lalu pada tahun 2021 dan 2022, puing-puing dari roket Space-X juga jatuh menabrak sebuah peternakan di negara bagian Washington dan peternakan domba di Australia.

Baca juga: Mengenal Misi Juice, Eksplorasi Planet Jupiter yang Segera Diluncurkan

Badan antariksa di seluruh dunia mencoba mengawasi lebih dari 30.000 potongan besar sampah di luar angkasa. Tetapi di antara itu lebih banyak lagi potongan puing yang terlalu kecil untuk dipantau.

Sampah antariksa bukan hanya jadi masalah saat menimpa kita, peneliti telah menemukan bahwa lebih dari 9.300 ton objek luar angkasa yang mengorbit Bumi, menciptakan polusi cahaya yang membuat fenomena luar angkasa jauh lebih sulit dideteksi.

Sampah antariksa juga menimbulkan ancaman bagi Stasiun Luar Angkasa Internasional serta pesawat ruang angkasa lain yang membawa manusia.

Para ilmuwan telah mengusullkan berbagai cara untuk mengatasinya, seperti mengumpulkan sampah di dalam jaring atau mengumpulkannya dengan robot cakar.

Komisi Komunikasi Federal (FCC) mengumumkan akan mendirikan biro luar angkasa yang bertanggung jawab untuk mengelola sampah-sampah tersebut serta memodernisasi peraturan tentang industri luar angkasa.

Baca juga: Mengenal Olympus Mons, Gunung Berapi Mars yang Terbesar di Tata Surya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com