Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dewi Purnamasari
Karyawan Swasta

Mahasiswi Magister Sains Ubaya

"Untold: The Girlfriend Who Didn't Exist", Dinamika Perilaku "Catfishing"

Kompas.com - 15/12/2022, 07:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Individu yang memiliki kecenderungan citra diri (self-image) yang rendah atau negatif maka dia akan berupaya sekuat tenaga untuk menciptakan figur baru yang lebih ideal (ideal-self) menurut dirinya (Rogers, 1959).

Pengalaman diri individu sangat penting dalam proses pembentukan kepribadian seseorang. Horney (1946) juga berujar mengenai konsep ideal-image itu diciptakan untuk memberikan kepercayaan diri secara realistis (nyata) dan merupakan suatu kebanggaan dan sebagai sarana mengukur atau menilai serta membandingkan diri mereka dengan orang lain.

Roger (1959) menyakini bahwa individu yang sehat secara psikologis maka sejatinya cenderung bergerak menjauhi peran yang diciptakan atau dibentuk oleh persepsi orang lain (conditional positive regard) atau dengan kata lain memenuhi harapan orang lain, namun alih-alih individu tersebut lebih melihat ke dalam dirinya sendiri, dan mencari validasi dari dalam dirinya dibanding dari luar.

Hal ini berlaku sebaliknya ketika seseorang yang secara terus menerus membutuhkan validasi dari orang lain terkait citra diri (self-image), maka secara tidak langsung dapat memengaruhi kondisi mental orang tersebut (mentalnya tidak sehat).

Rogers (1959) mengajarkan bahwa individu yang sehat adalah individu yang bisa menjadi dirinya sendiri.

Individu yang telah mencapai keselarasan dan kesesuaian tentang cara ia memandang citra dirinya yang sesungguhnya (The Real Self) dan secara konsisten menjadi sosok individu yang benar-benar ia inginkan atau cita-citakan (The ideal self).

Ronaiah dalam kasus ini bisa dikatakan sebagai salah satu individu yang tidak sehat secara psikologis. Dia menjalani peran sebagai orang lain, yang bukan diri sendiri meskipun hanya melalui dunia maya dengan tujuan bisa mewujudkan keinginannya selama ini, yakni ketika dia menginginkan bisa menjadi sebagai seorang wanita seutuhnya.

Belajar dari peristiwa ini, menurut Rogers (1959), kita semua sejatinya memerlukan apa yang disebut dengan unconditional positive regard, yaitu penerimaan diri kita apa adanya, serta dukungan sosial melalui apresiasi individu tanpa menghiraukan perilaku yang dianggap tak pantas secara norma sosial.

Dengan itu semua, kita mampu mengaktualisasikan diri dengan baik serta memiliki kemampuan mencapai ideal-self secara sempurna.

Tanpa unconditional positive regard kita tidak dapat mengatasi, serta tidak mampu menerima kekurangan kita dan tidak pula menjadi individu yang berfungsi sepenuhnya (Rogers, 1959).

Teorinya ini didasarkan pada pendekatan psikologi humanistik, jika seseorang diberi kebebasan serta dukungan emosional untuk bertumbuh sesuai jati dirinya sendiri (congruence), maka mereka bisa berkembang menjadi manusia yang berfungsi secara penuh.

Rogers (1959) menambahkan "bukan karena kita pantas mendapatkannya, melainkan karena kita adalah manusia yang berharga dan mulia."

Pada akhirnya terbongkarnya identitas asli Lennay tersebut memiliki konsekuensi yang cukup berat bagi korban. Apa yang dialami Manti begitu dramatis hingga dapat mengubah kehidupannya secara drastis.

Selain menjadi korban catfishing, Manti juga mengalami perundungan bertubi-tubi oleh para netizen. Banyak netizen membuat candaan, meme serta menganggap betapa konyol dan malangnya Manti bisa dibohongi hanya menggunakan profil wanita cantik di Facebook.

Netizen menganggap peristiwa ini memalukan sekali yang pernah dialami oleh atlet ternama sekelas Manti.

Dampaknya, Manti sangat terpukul, trauma, malu, sempat hilang kepercayaan diri, hingga kestabilan emosinya sangat terganggu.

Sampai akhirnya dia harus mendapat penanganan khusus dari seorang psikiater untuk memulihkan kondisi kejiwaanya.

Sebagai penutup dapat dipahami apa yang terjadi antara korban dan pelaku catfishing, sebenarnya cenderung memiliki kesamaan motivasi dalam berperilaku.

Maslow (1943) menyebutkan bahwa salah satu hierarki kebutuhan yang perlu dipenuhi seseorang di antaranya the needs of love and belonging, yakni keinginan untuk saling mencintai, memiliki dan bisa berkomunikasi dengan orang lain, keinginan untuk bisa mengekspresikan emosi, opini, serta berbagi kekhawatiran.

Oleh karena itu yang bisa kita petik sebagai pelajaran dari peristiwa tersebut adalah setiap individu memiliki kebutuhan dasar yang relatif sama, namun jangan sampai kita terjebak atas dasar pemenuhan kebutuhan tersebut.

Kita perlu waspada agar tidak menjadi korban dari perilaku catfishing orang lain seperti yang dialami oleh Manti.

Jika kita berkenalan dengan seseorang melalui media sosial, baiknya kita perlu berpikir ulang dan berhati-hati. Lebih bijaklah menggunakan media sosial sebagai sarana menambah pertemanan maupun relasi sosial.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com