Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"Untold: The Girlfriend Who Didn't Exist", Dinamika Perilaku "Catfishing"

Dalam film dokumenter tersebut diceritakan kejadian yang pernah dialami atlet terkenal NFL Amerika bernama Manti Te'o. Sosok pemuda sekaligus atlet berprestasi keturunan Hawai yang kemudian pindah ke Amerika dan berhasil masuk Club softball terkemuka, Notre Dame.

Di tengah kesibukan menjadi atlet football, dia memiliki sedikit waktu untuk bersosialisasi diri. Pada satu kesempatan, ia berkenalan dengan seseorang yang digambarkan sebagai gadis cantik dan sangat menarik melalui media sosial kala itu, Facebook.

Gadis itu bernama Lennay Kakua. Di akun Facebook-nya terpampang foto profil wanita cantik. Lennay mengaku seorang wanita keturunan Polinesia, populasi yang mendiami pulau-pulau di Samudra Pasifik tengah seperi Hawai, Tahiti, kepulauan Solomon, Selandia Baru.

Lennay menggunggah beberapa foto dirinya yang begitu cantik serta mencantumkan identitas sebagai seorang mahasiswi Stanford, California, di laman Facebook-nya.

Manti Te'o pada awalnya tak menaruh curiga akan profil dari teman online-nya tersebut. Pasalnya, Lennay merupakan gadis yang memiliki garis keturunan, serta latar belakang sosial serta budaya yang hampir sama dengan Manti.

Hampir setiap waktu mereka berdua berkirim pesan lewat chat ataupun imessage. Sesekali mereka berdua bertelepon sekadar untuk berbagi cerita hingga akhirnya memutuskan untuk berkencan online.

Sampai suatu hari, Manti ingin mengajak bertemu Lennay secara langsung. Namun ternyata ajakan kopi darat Manti tak disambut hangat oleh Lennay.

Pada satu waktu, Manti ditelepon oleh seorang pemuda yang mengaku sebagai sepupu dari Lennay, dan ingin bertemu secara langsung. Sosok pemuda tersebut mengaku bernama Ronaiah.

Kemudian Ronaiah memberitahu Manti bahwa Lennay sedang terkena musibah kecelakaan sehingga harus menjalani perawatan medis selama yang dimungkinkan di salah satu rumah sakit.

Sedih hati Manti mendengar kekasih hati pujaannya berbaring lemah tak berdaya di atas ranjang rumah sakit.

Manti hanya mendengar perkembangan perawatan Lennay dari Ronaiah. Manti bersikeras ingin mengunjungi Lennay, dia ingin berada di samping Lennay, merawatnya, menemaninya di masa-masa sulit.

Namun akhirnya, Ronaiah memberi kabar duka yang begitu mendadak sekali, Lennay meninggal dunia.

Tak terbayang betapa hancur dan perihnya perasaan Manti kala mendengar kabar kepergian pacar daringnya secara tiba-tiba di tengah pertandingan kala itu.

Beberapa bulan pascahebohnya berita kematian Lennay, pacar Manti, seorang jurnalis dari salah satu kantor berita terkemuka tertarik menginvestigasi mengenai kebenaran sosok Lennay.

Selang beberapa waktu, dari hasil penelusuranya tersebut ditemukan fakta yang cukup mencengangkan, yakni sosok Lennay adalah karakter fiksi alias tidak pernah ada.

Kemudian jurnalis tersebut menyiarkan hasil investigasinya ke dalam situs olahraga populer bertajuk: "Manti Te'o's Dead Girlfriend, the most Heartbreaking and inspirational story of the Softball Season, is a Hoax". & "Manti Te'o Dead girlfriend is didn't Exist."

Artikel tersebut kemudian dibaca khalayak ramai. Tak lama berselang, media-media nasional di Amerika berbondong-bondong memburu Manti, meminta penjelasan apa yang sesungguhnya terjadi.

Sebagian ingin mengonfirmasi, apakah benar isu yang beredar selama ini bahwa dia hanya mengarang cerita tersebut untuk mendapat simpati dari para penggemarnya.

Mendengar berita itu, Manti gusar, bingung apa yang sebenarnya terjadi. Sampai kemudian salah seorang pamannya memberitahu bahwa dia adalah korban dari perilaku catfishing.

Biasanya perilaku Catfising cenderung dilakukan oleh kaum pria dan korbannya adalah wanita. Kali ini yang terjadi sebaliknya, Manti adalah seorang pria, korban dari catfishing.

Mengutip beberapa sumber, definisi Catfishing merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan pemalsuan identitas secara daring. Perilaku ini bertujuan memikat seseorang ke dalam hubungan romantis.

Perilaku catfishing sebenarnya dapat dikenali melalui beberapa petunjuk yang dapat dengan mudah diamati. Salah satu yang paling mencolok adalah pelaku umumnya menghindari pertemuan tatap muka secara langsung.

Pelaku menggunakan alasan-alasan yang kurang begitu logis. Contohnya menceritakan peristiwa kehidupan yang cukup kelam dan tragis seperti kecelakaan, atau memiliki penyakit tertentu, bahkan sampai kabar kematian.

Kondisi ini mungkin terdengar masih masuk akal bagi sebagian orang yang memang benar-benar mengalaminya. Namun berbeda jika mereka sampai tidak mau diajak untuk melakukan panggilan videocall.

Ciri-ciri perilaku catfishing adalah ketika seseorang yang sudah lama menjalani komunikasi cukup intens dan kemudian memutuskan menjadi sepasang kekasih di dunia maya, namun salah satu pihak tidak pernah mau diajak bertemu, bertatap muka secara langsung, maupun menerima panggilan berupa videocall.

Padalah sebenarnya, pelaku tidak mau identitas dirinya yang sesungguhnya terbongkar.

Pascaberita pacar fiktif Manti menyebar, apa yang terjadi berikutnya tak kalah mengejutkan. Manti mendengar berita mengenai sosok di balik Lennay yang menjadi headline news, "Ronaiah adalah pemilik akun Lennay Kekua".

Bagai disambar petir siang bolong, seperti terkena Prank, Manti sangat shock, seakan tak percaya apa yang baru saja ia alami.

Manti mengenal sosok Ronaiah dan pernah bertemu secara langsung ketika mengaku sebagai sepupu Lennay.

Ronaiah merupakan seorang remaja laki-laki yang mulai beranjak dewasa. Pada saat ia diwawancarai seorang pembaca berita dan ditanya alasan atau motivasi melakukan kebohongan dengan membuat akun palsu dengan menyamar sebagai seorang wanita cantik, ia mengaku karena orientasi seksual.

Pada suatu wawancara ketika Ronaiah ditanya apakah dia menyukai Manti? Ia menjawab dengan malu-malu, "iya, aku sangat menyukainya, aku sungguh menyanyangi Manti".

Ronaiah mengidolakan pria yang dia anggap sebagai sosok yang mampu memenuhi kebutuhan dia selama ini.

Menurut Maslow dalam bukunya “A Theory of Human Motivation" (1943), pemenuhan kebutuhan ini mencakup dorongan rasa dibutuhkan orang lain, kebutuhan untuk dicintai, memiliki pasangan, bersosialisasi di masyarakat, dan sebagainya.

Ronaiah merasa sangat bahagia ketika ia bisa menjalin hubungan romantis dengan seorang pria dengan berperan menjadi sosok wanita cantik dan pintar bernama Lennay.

Meskipun itu semua hanya ada di dunia maya. Hal ini pula yang mendorong Ronaiah untuk menciptakan identitas baru agar dapat menerima kasih sayang dari orang lain (Maslow, 1943).

Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Karen Horney (1942) mengenai kebutuhan neurotic pada diri manusia, salah satunya The Need for affection and The Need for partner.

Kebutuhan ini meliputi rasa atau gairah ingin disukai atau dicintai, serta keinginan untuk membahagiakan orang lain, dan bersedia melakukan apapun sesuai yang diharapkan orang yang ia cintai.

Sementara itu, Ronaiah dibesarkan dalam pola asuh keluarga yang berpusat pada ajaran Kristiani yang penuh ketaatan serta pecinta football.

Hampir semua keluarga besar dia aktif di berbagai kegiatan olahraga. Hal ini secara tidak langsung memaksa dia untuk bertumbuh menjadi sosok pria maskulin.

Selama kecil hingga remaja, Ronaiah hidup dalam lingkungan yang tidak sesuai dengan apa yang sesungguhnya ia inginkan. Ia berujar,“I hate football" dan “Saya hanya ingin bermain untuk menunjukkan kepatuhan saya kepada orangtua dan saya hanya ingin membahagiakan Ayah saya.”

Namun di sisi lain, Ronaiah memiliki ketakutan untuk mengungkapkan jati diri dia yang sebenarnya (The Real Self).

Dia mengungkapkan bahwa dirinya yang terlahir secara biologis sebagai seorang pria, tidak akan mungkin bisa menjadi atau menjalani hidup seperti karakter yang dia inginkan, yakni sosok feminim nan cantik seperti karakter Lennay (The ideal self).

Oleh karena itu, kemudian dia berpikir bagaimana bisa memiliki pengalaman dalam kehidupan sebagai seorang wanita, sekalipun itu palsu yang akhirnya menuntun dia menciptakan karakter fiksi bernama Lennay.

Sejak kecil Ronaiah diajarkan untuk selalu mematuhi aturan yang berlaku dan sesuai dengan ajaran Kristiani serta norma sosial yang berlaku di masyarakat. Dia ‘dipaksa’ untuk menjadi sosok atau karakter yang bukan sejatinya dia.

Sehingga membuat Ronaiah bertumbuh menjadi individu yang tidak realistis dalam melihat kenyataan. Oleh karena the real self dianggap sebuah aib yang mengancam oleh Ronaiah, sehingga dia tekan (suppressed) itu semua.

Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Roger bahwa diri seseorang berkembang melalui interaksi dengan orang lain.

Karena dia selama ini tumbuh dan berada pada lingkungan yang sangat bertolak belakang dengan jati diri dia sesungguhnya, berawal dari sanalah yang membuat tidak adanya kesesuaian antara the ideal self dengan the real self pada diri Ronaiah yang kemudian berujung konflik batin. Istilah ini diperkenalkan pertama kali oleh oleh Carl Roger (1959) dengan sebutan Incongruence.

Individu yang memiliki kecenderungan citra diri (self-image) yang rendah atau negatif maka dia akan berupaya sekuat tenaga untuk menciptakan figur baru yang lebih ideal (ideal-self) menurut dirinya (Rogers, 1959).

Pengalaman diri individu sangat penting dalam proses pembentukan kepribadian seseorang. Horney (1946) juga berujar mengenai konsep ideal-image itu diciptakan untuk memberikan kepercayaan diri secara realistis (nyata) dan merupakan suatu kebanggaan dan sebagai sarana mengukur atau menilai serta membandingkan diri mereka dengan orang lain.

Roger (1959) menyakini bahwa individu yang sehat secara psikologis maka sejatinya cenderung bergerak menjauhi peran yang diciptakan atau dibentuk oleh persepsi orang lain (conditional positive regard) atau dengan kata lain memenuhi harapan orang lain, namun alih-alih individu tersebut lebih melihat ke dalam dirinya sendiri, dan mencari validasi dari dalam dirinya dibanding dari luar.

Hal ini berlaku sebaliknya ketika seseorang yang secara terus menerus membutuhkan validasi dari orang lain terkait citra diri (self-image), maka secara tidak langsung dapat memengaruhi kondisi mental orang tersebut (mentalnya tidak sehat).

Rogers (1959) mengajarkan bahwa individu yang sehat adalah individu yang bisa menjadi dirinya sendiri.

Individu yang telah mencapai keselarasan dan kesesuaian tentang cara ia memandang citra dirinya yang sesungguhnya (The Real Self) dan secara konsisten menjadi sosok individu yang benar-benar ia inginkan atau cita-citakan (The ideal self).

Ronaiah dalam kasus ini bisa dikatakan sebagai salah satu individu yang tidak sehat secara psikologis. Dia menjalani peran sebagai orang lain, yang bukan diri sendiri meskipun hanya melalui dunia maya dengan tujuan bisa mewujudkan keinginannya selama ini, yakni ketika dia menginginkan bisa menjadi sebagai seorang wanita seutuhnya.

Belajar dari peristiwa ini, menurut Rogers (1959), kita semua sejatinya memerlukan apa yang disebut dengan unconditional positive regard, yaitu penerimaan diri kita apa adanya, serta dukungan sosial melalui apresiasi individu tanpa menghiraukan perilaku yang dianggap tak pantas secara norma sosial.

Dengan itu semua, kita mampu mengaktualisasikan diri dengan baik serta memiliki kemampuan mencapai ideal-self secara sempurna.

Tanpa unconditional positive regard kita tidak dapat mengatasi, serta tidak mampu menerima kekurangan kita dan tidak pula menjadi individu yang berfungsi sepenuhnya (Rogers, 1959).

Teorinya ini didasarkan pada pendekatan psikologi humanistik, jika seseorang diberi kebebasan serta dukungan emosional untuk bertumbuh sesuai jati dirinya sendiri (congruence), maka mereka bisa berkembang menjadi manusia yang berfungsi secara penuh.

Rogers (1959) menambahkan "bukan karena kita pantas mendapatkannya, melainkan karena kita adalah manusia yang berharga dan mulia."

Pada akhirnya terbongkarnya identitas asli Lennay tersebut memiliki konsekuensi yang cukup berat bagi korban. Apa yang dialami Manti begitu dramatis hingga dapat mengubah kehidupannya secara drastis.

Selain menjadi korban catfishing, Manti juga mengalami perundungan bertubi-tubi oleh para netizen. Banyak netizen membuat candaan, meme serta menganggap betapa konyol dan malangnya Manti bisa dibohongi hanya menggunakan profil wanita cantik di Facebook.

Netizen menganggap peristiwa ini memalukan sekali yang pernah dialami oleh atlet ternama sekelas Manti.

Dampaknya, Manti sangat terpukul, trauma, malu, sempat hilang kepercayaan diri, hingga kestabilan emosinya sangat terganggu.

Sampai akhirnya dia harus mendapat penanganan khusus dari seorang psikiater untuk memulihkan kondisi kejiwaanya.

Sebagai penutup dapat dipahami apa yang terjadi antara korban dan pelaku catfishing, sebenarnya cenderung memiliki kesamaan motivasi dalam berperilaku.

Maslow (1943) menyebutkan bahwa salah satu hierarki kebutuhan yang perlu dipenuhi seseorang di antaranya the needs of love and belonging, yakni keinginan untuk saling mencintai, memiliki dan bisa berkomunikasi dengan orang lain, keinginan untuk bisa mengekspresikan emosi, opini, serta berbagi kekhawatiran.

Oleh karena itu yang bisa kita petik sebagai pelajaran dari peristiwa tersebut adalah setiap individu memiliki kebutuhan dasar yang relatif sama, namun jangan sampai kita terjebak atas dasar pemenuhan kebutuhan tersebut.

Kita perlu waspada agar tidak menjadi korban dari perilaku catfishing orang lain seperti yang dialami oleh Manti.

Jika kita berkenalan dengan seseorang melalui media sosial, baiknya kita perlu berpikir ulang dan berhati-hati. Lebih bijaklah menggunakan media sosial sebagai sarana menambah pertemanan maupun relasi sosial.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/12/15/072605623/untold-the-girlfriend-who-didnt-exist-dinamika-perilaku-catfishing

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke