KOMPAS.com - Seiring dengan meningkatnya isu perubahan iklim, salah satu topik yang menjadi hangat dibahas adalah kemasan produk. Kemasan plastik dianggap sulit terurai, sehingga banyak orang beralih pada kemasan kaca yang dinilai lebih ramah lingkungan.
Namun, benarkah kemasan kaca lebih ramah lingkungan dari plastik?
Untuk mengetahui mana yang lebih ramah lingkungan, kita perlu melihat lebih dalam fakta masing-masing bahan. Pertama-tama kita akan membahas kaca.
Kaca merupakan bahan yang awet dan bisa digunakan berkali-kali tanpa mengalami perubahan bentuk. Kaca terbuat dari pasir dan berbagai mineral yang tersedia di alam.
Sebagian orang berpikir, selama di laut masih terdapat pasir, maka proses pembuatan kaca akan baik-baik saja.
Sayangnya, justru masalah pertama muncul di sini. Pasir yang biasa digunakan dalam proses pembuatan kaca adalah pasir jenis khusus yang dipanen dari dasar sungai atau dasar laut.
Baca juga: Bahaya Plastik BPA, Ini Cara Menghindari Paparan Zat Kemasan Plastik
Proses pengambilan pasir skala industri produksi kemasan kaca ini akan mengganggu mikroorganisme yang hidup pada ekosistem tersebut, bahkan berisiko mengganggu rantai makanan.
Masalah kedua muncul dalam proses produksi. Proses ini memerlukan pemanasan semua bahan hingga mencapai suhu 1.500 derajat Celsius.
Pemanasan ini bertujuan untuk melelehkan semua komponen menjadi cairan serta membuat kaca yang dihasilkan menjadi lebih tahan.
Untuk mendapatkan suhu setinggi itu, maka industri memerlukan pembakaran bahan bakar fosil sebanyak 1,17 sampai 1,19 ton setiap satu ton kaca yang dihasilkan.
Proses ini merupakan proses yang tidak ramah lingkungan, mengingat tingginya konsumsi bahan bakar fosil serta sisa gas pembakaran yang dilepaskan ke udara.
Masalah ketiga adalah kaca tidak biodegradasi dan tingkat daur ulang yang rendah. Kaca memang bisa didaur ulang untuk membentuk produk kaca lainnya. Sayangnya, tingkat daur ulang kemasan kaca sangat rendah.
Baca juga: LEGO Akan Hapuskan Kemasan Plastik Sekali Pakai demi Lingkungan