Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Jokowi Sarankan Ibu Tak Lahirkan Anak Setiap Tahun, BKKBN: Jaraknya Minimal 3 Tahun

Kompas.com - 17/07/2022, 18:05 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu menyarankan, agar masyarakat dapat mengatur jarak kelahiran anak secara proporsional. Menurutnya, para ibu sebaiknya tidak melahirkan anak setiap tahun.

Hal itu disampaikan Jokowi saat memberikan sambutan dalam peringatan Hari Keluarga Nasional 2022 yang digelar di Kota Medan, Sumatera Utara, Kamis (7/7/2022). Meski demikian, Jokowi menyebutkan bahwa masyarakat boleh memiliki lebih dari satu anak.

Berkaitan dengan ini, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K), mengatakan orangtua yang berencana memiliki anak lagi, perlu mengatur jarak kelahiran tidak kurang dari tiga tahun.

"Presiden tanya 'tahun ini yang penting apa?' saya bilang 'jaraknya, Pak'. Jaraknya jangan kurang dari tiga tahun, minimal tiga tahun'," ujar Hasto ditemui usai Rapat Koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang digelar di Jakarta, Kamis (14/7/2022).

Baca juga: Target 14 Persen di 2024, BKKBN Ungkap 5 Pilar Percepatan Penurunan Stunting

"Saya berterima kasih kepada Pak presiden, karena kalau presiden yang bicara, semua orang pada tahu 'oh ini punya anak jaraknya jangan kurang dari tiga tahun'," lanjutnya.

Pasalnya, melahirkan dalam waktu kurang dari tiga tahun berisiko menyebabkan kefatalan pada ibu maupun bayi. Dokter Hasto menyebut, risiko ini termasuk stunting hingga meningkatnya kematian ibu.

"Banyak ibu-ibu yang anaknya baru satu tahun udah hamil (lagi), terus setelah melahirkan perdarahan terus meninggal, banyak juga yang lahir prematur, belum waktunya lahir," imbuhnya.

Oleh sebab itu, sebagai ketua pelaksana percepatan penurunan stunting, BKKBN menggencarkan program keluarga berencana (KB) yang mana salah satu tujuannya untuk mengatur jarak kehamilan.

Selain itu, agar bayi yang lahir tidak mengalami kekurangan nutrisi, dan stunting.

"Jaraknya (kelahiran) jangan kurang dari tiga tahun, jangan terlalu dekat, itu pesan kuat yang kita bisikkan, karena orang itu sekarang kan sudah yang paling banyak error-nya di jarak, karena tidak sengaja, tidak KB. Mengatur jarak (kelahiran) itu mendorong KB," kata Hasto.

Jokowi menyampaikan, apabila ibu sudah pulih dan gizinya baik setelah periode tersebut, mereka diperbolehkan untuk bisa memiliki anak kembali.

Baca juga: Kapan Waktu yang Tepat Menggunakan Kontrasepsi Setelah Melahirkan?

 

Dia berkata, anak-anak merupakan penentu masa depan Indonesia. Sehingga, jika anak-anak Indonesia tumbuh sehat dan cerdas dapat semakin mudah bersaing dengan generasi penerus dari negara lain.

"Tapi kalau anak kita stunting, gizinya enggak baik, nutrisinya enggak tercukupi, ah sudah nanti ke depan bersaing dengan negara-negara lain akan sangat kesulitan," terang Jokowi seperti diberitakan Kompas.com edisi 7 Juli 2022.

"Ini yang selalu saya ingatkan. Oleh sebab itu, yang namanya stunting harus betul-betul kita kerja keras menurunkan presentasenya," sambung dia,

Presiden turut membeberkan, pada 2014 lalu prevalensi stunting di Tanah Air sebesar 37 persen. Kemudian, di tahun 2021 angka stunting turun menjadi 24,4 persen.

"Penurunannya sangat drastis tapi target kita di 2024 harus mencapai 14 persen," ucap Jokowi.

Baca juga: Indonesia Gagal Turunkan Angka Kematian Ibu Melahirkan, Ini Alasannya

Upaya percepatan penurunan stunting

Kepala BKKBN menerangkan, jika ingin mencapai angka 14 persen di tahun 2024, maka setiap tahun prevalensi stunting harus turun minimal 3 persen.

Mereka pun tengah menunggu hasil survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), untuk meliihat persentasenya di tahun 2022 ini.

"Kementerian Kesehatan sudah mulai (melakukan SSGI) mudah-mudahan Oktober-November sudah ada hasilnya. Itu sebagai indikator berapa (penurunan stunting) harapan saya 21 persen, kalau 21 persen ada harapan nanti 2023 akhir bisa 17 persen abis itu turun 14 persen (tahun 2024)," jelas Hasto.

Sebagai informasi, stunting adalah satu kondisi di mana pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu, yang disebabkan karena kurangnya gizi dan infeksi kronis pada 1.000 hari pertama kehidupan.

Kondisi ini ditandai dengan anak yang bertubuh pendek, kecerdasan dan kemampuan berpikirnya cenderung rendah, di bawah rata-rata anak sebayanya, serta lebih mudah sakit.

Saat ini, ada tujuh provinsi yang melaporkan kasus stunting tertinggi di antaranya:

  1. Nusa Tenggara Timur (NTT)
  2. Sulawesi Barat
  3. Sulawesi Tenggara
  4. Kalimantan Barat
  5. Kalimantan Selatan
  6. Nusa Tenggara Barat (NTB)
  7. Aceh

BKKBN turut bekerja sama dengan berbagai lembaga pemerintahan seperti Kemenkes yang berkontribusi terkait makanan tambahan untuk balita dengan stunting, serta makanan pendamping ASI atau MPASI. 

Kemudian, Kementerian Sosial (Kemensos) menyelenggarakan PKH (program keluarga harapan) pada keluarga yang memiliki batuta atau balita, dan memberikan tambahan bantuan pangan non-tunai kepada masyarakat untuk menurunkan stunting.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memberikan bantuan jamban, di mana sasarannya ialah keluarga yang rentan melahirkan anak stunting.

Baca juga: Cuti Melahirkan Jadi 6 Bulan, Ahli Gizi: Baik untuk Keberhasilan Pemberian ASI Eksklusif

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com